Daya Rusak Bisa Lebih Besar
JAKARTA,KOMPAS – Jumlah calon anggota legislatif berstatus tersangka korupsi bertambah menyusul penetapan tersangka belasan anggota DPRD Jambi. Jika masyarakat tidak cermat saat memilih di Pemilu 2019, mereka bisa terpilih kembali, dan resikonya, akan melahirkan daya rusak yang lebih besar.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 12 anggota DPRD Jambi sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dari Gubernur Jambi (nonaktif) Zumi Zola untuk memuluskan pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jambi Tahun 2017 dan 2018.
Dari para anggota DPRD itu, tidak sedikit diantaranya, ada dalam daftar calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019. Diantaranya, Ketua DPRD Jambi Cornelis Buston sebagai caleg DPR dari Partai Demokrat untuk daerah pemilihan (dapil) Jambi. Kemudian Wakil Ketua DPRD Jambi dari PDI-P Chumaidi Zaidi, yang menjadi caleg DPR dari PDI-P untuk dapil Jambi. Selain itu, Wakil Ketua DPRD Jambi dari Gerindra AR Syahbandar, caleg DPRD Jambi dari Gerindra untuk Jambi 2.
Sebelum kasus di Jambi, beberapa anggota DPRD Kota Malang yang berstatus tersangka korupsi, juga ada di daftar caleg Pemilu 2019. Een Ambarsari dari Gerindra misalnya menjadi caleg DPRD Kota Malang dari dapil Malang 4. Kemudian, Harun Prasojo dari Partai Amanat Nasional, caleg dapil Malang 4. Selain itu, Afdhal Fauza dari Hanura, caleg dapil Malang 1.
Tak hanya itu, Wakil Ketua DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh KPK, akhir Oktober lalu, namanya juga ada di daftar caleg PAN dari dapil Jawa Tengah VII (Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen).
Dengan kondisi yang ada itu, Peneliti Senior di Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, Sabtu (29/12), mengajak masyarakat meningkatkan kualitas pilihan di Pemilu 2019. Caranya dengan meneliti rekam jejak setiap caleg di dapil-nya sebelum menjatuhkan pilihan.
“Jika pilihan jatuh ke para tersangka korupsi, dan mereka berhasil terpilih kembali, daya rusak yang ditimbulkan berpotensi akan lebih besar lagi,” katanya.
Sebab, tidak tertutup kemungkinan, mereka akan menggunakan kewenangan yang dimiliki sebagai anggota legislatif untuk bisa lepas dari jerat hukum.
Selain itu, sangat mungkin mereka tidak akan bisa menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Pasalnya mereka akan fokus menyelesaikan permasalahan hukumnya. Terlebih jika KPK kemudian menahan mereka. Sangat tidak mungkin mereka menjalankan tugas sebagai wakil rakyat dari penjara.
“Pilihan masyarakat kepada caleg tersangka itu juga menjadi terbuang percuma. Sebab, jika kelak divonis bersalah, mereka pasti dicopot sebagai wakil rakyat,” tambahnya.
Menurut Hadar, masyarakat menjadi tumpuan utama untuk memastikan mereka tidak terpilih lagi karena regulasi pemilu tidak memungkinkan daftar calon tetap (DCT) anggota legislatif yang diantaranya berisi para tersangka tersebut, diubah.
“Kalau sudah DCT, tidak mungkin partai menarik mereka. Baru nanti kalau sudah divonis bersalah pengadilan, dan vonis berkekuatan hukum tetap, mereka dicoret dari DCT. Namun untuk sampai ke sana, bisa lama prosesnya, bisa-bisa setelah pemilu, baru keluar putusan,” ujar Anggota KPU periode 2012-2017 ini.
Kecerdasan masyarakat dalam memilih juga penting karena dia pesimistis partai politik ataupun penyelenggara pemilu akan memberikan pendidikan politik ke masyarakat terkait keberadaan para caleg tersangka korupsi itu di daftar caleg.
Partai misalnya, tidak mungkin memberi tahu masyarakat soal caleg mereka yang menjadi tersangka korupsi karena hal itu beresiko berimbas buruk ke elektabilitas partai.
Sementara penyelenggara pemilu, untuk persoalan yang sederhana seperti mengumumkan nama-nama caleg mantan napi korupsi saja, tak kunjung dilaksanakan hingga kini.
Sikap partai
Terhadap kader Demokrat yang menjadi tersangka korupsi, Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan mereka pasti akan diberi sanksi dikeluarkan dari partai. “Prosedur yang berlaku selama ini, kalau ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK langsung dikeluarkan. Tidak perlu menunggu vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Hanya saja terkait keberadaan mereka di daftar caleg Pemilu 2019, Demokrat tidak bisa berbuat apa-apa. Demokrat menilai hal itu menjadi kewenangan Komisi Pemilihan Umum.
“Harapan kami, dan mungkin harapan partai-partai lain yang caleg-nya menjadi tersangka korupsi, ada mekanisme agar partai bisa mengganti caleg tersangka tersebut,” tambahnya.
Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade juga menyatakan partai akan memproses kadernya di Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Sementara mengenai nama mereka yang ada di daftar caleg, Gerindra akan mengikuti aturan hukum yang berlaku. “Kalau bisa diganti ya kita ganti, kalau tidak bisa, ya tidak perlu,” tambahnya.
Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira menilai, dengan kondisi DCT yang tidak mungkin diubah lagi, keputusan diserahkan sepenuhnya ke masyarakat, untuk memilih caleg berstatus tersangka korupsi itu di Pemilu 2019 atau tidak. Dia yakin masyarakat mengetahui para caleg yang berstatus tersangka tersebut. Dia juga yakin masyarakat tak akan memilih mereka karena mereka tak layak menjadi wakil mereka.