Satu Nyawa Melayang, Karier Pun Hilang
Sersan Dua JR mungkin kaget, sakit, juga emosi saat terjatuh saat mengendarai sepeda motornya di jalanan yang tak rata menjelang masuk jalur transjakarta di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018) malam. Dalam upayanya bangkit, sebuah mobil yang dikendarai Letnan Kolonel Cpm Dono Kuspriyanto yang melaju masuk ke jalur transjakarta menyerempet Serda JR. Emosi Serda JR diduga memuncak. Tak panjang pikir, ia mengendari sepeda motornya dan mengejar mobil Letkol Cpm Dono yang jelas-jelas berpelat dinas TNI.
Di jalur khusus bus transjakarta yang seharusnya tidak boleh dilalui kendaraan lain, aksi koboi terjadi. Nyawa Letkol Cpm Dono melayang, karier Serda JR pun dipastikan kandas.
Sabtu (29/12/2018), fakta detail kejadian naas itu didapat penyidik Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara. Penyidik mendapat tambahan rekaman kamera pemantau (CCTV) sebagai bukti baru pengusutan kasus penembakan perwira menengah TNI Angkatan Darat oleh oknum anggota TNI AU, Sersan Dua JR. Rekaman itu menunjukkan, sepeda motor JR jatuh terlebih dulu sebelum berserempetan.
Serda JR pada Selasa malam menembaki mobil dinas TNI AD yang dikemudikan Letnan Kolonel Cpm Dono Kuspriyanto, perwira Puspomad, di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Alasan penembakan itu lantaran mobil Letkol Dono berserempetan dengannya, sekitar 20 detik setelah JR jatuh. Menurut keterangannya, sepeda motornya jatuh karena permukaan jalan yang tidak rata dekat Terminal Kampung Melayu, menjelang memasuki jalur transjakarta. Setelah itu, datang mobil dinas yang dikemudikan Dono dan mengarah masuk ke jalur transjakarta.
”Karena ruas jalur transjakarta yang sempit, sekitar 3 meter, kendaraan korban menyerempet tersangka yang berusaha bangkit setelah terjatuh,” kata Kepala Subdinas Penerangan Umum Dinas Penerangan TNI AU Letnan Kolonel Sus M Yuris kepada Kompas, Sabtu. Itu terungkap berdasarkan rekaman CCTV dari sebuah rumah pribadi yang didapatkan Satuan Polisi Militer Pangkalan TNI Angkatan Udara Lanud Halim Perdanakusuma.
Kasus ditangani Puspomau, tetapi penyidikan didelegasikan pada Satpomau Halim Perdanakusuma. Selain rekaman CCTV dari rumah pribadi tersebut, petugas juga mendapat rekaman CCTV dari sebuah kafe dekat persimpangan di Jalan Jatinegara Barat.
Menurut Yuris, JR pun bangkit dan langsung memacu sepeda motornya untuk mengejar mobil Dono. Saat melaju bersisian, JR berteriak menyuruh Dono menghentikan kendaraan. Karena tidak digubris, JR lantas mendahului dan memarkir sepeda motornya dekat area jalur transjakarta yang tidak dilengkapi pembatas beton.
Pelaku lalu turun dan berjalan kaki melawan arus di dalam jalur transjakarta dan mengeluarkan pistol. Ia sempat menembak ke atas untuk membubarkan orang yang mulai berkerumun. Ia kemudian menembak ke arah depan mobil Dono, tetapi mobil tetap melaju sehingga tembakan dilepaskan lagi ke arah samping dan belakang mobil yang masih berjalan. Mobil lantas berhenti dan kemudian Dono ditemukan tewas dengan luka tembak di pelipis serta di punggung yang menembus ke perut.
Kepolisian waktu itu pukul 22.30 menerima laporan bahwa terdapat satu mobil dengan mesin masih menyala berhenti di Jalan Jatinegara Barat dan pengemudinya terluka. Anggota Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Timur dibantu Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengecek dan mendapati pengemudinya, Dono, sudah meninggal. Jenazah kemudian dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk dimintakan otopsi dan visum et repertum.
Petugas mendapati ada sembilan selongsong peluru pistol di tempat kejadian. ”Hasil uji balistik, proyektil 100 persen sama dengan proyektil yang keluar dari senjata tersangka,” ujar Yuris.
Ia menegaskan, JR memang layak secara psikologis untuk memegang senjata. JR sudah menjalani tes psikologi untuk mendapatkan izin menggunakan senjata selama periode November 2018-November 2019.
Yuris memastikan, penembakan terjadi karena saat itu tersangka sedang dalam pengaruh alkohol minuman keras. Berdasarkan pemeriksaan, JR mengaku minum miras di sebuah tempat di Jakarta Timur bersama rekan-rekannya sekitar pukul 22.00 sebelum penembakan. Hasil tes urine pun menunjukkan JR positif mengonsumsi minuman mengandung unsur alkohol. Tidak ada bukti penggunaan narkoba.
Satpomau Halim Perdanakusuma pun telah meminta keterangan sebelas saksi, 4-5 orang di antaranya merupakan teman-teman minum JR. Selain itu, ada juga istri JR dan pengemudi ojek yang mengantar pelaku melarikan diri dari kerumunan orang di sekitar tempat kejadian. Pelaku waktu itu kabur ke rumah kerabatnya di daerah Pasar Jengki, Jakarta Timur.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute (INI) dokter Adhi Wibowo Nurhidayat menjelaskan, kandungan alkohol bisa memicu penurunan kemampuan mengendalikan diri bagi yang mengonsumsi cairan itu. Bukan mustahil, kondisi itu bisa memicu terjadinya tindak kekerasan.
Tindakan kekerasan, termasuk hingga pembunuhan, setidaknya melibatkan tiga bagian otak: area dorsolateral yang merupakan pusat pengambilan keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk, area orbitofrontal (pusat inhibisi, untuk menghentikan tindak kekerasan), dan amigdala (pusat rasa takut yang jika terganggu akan membuat seseorang tidak takut melakukan kekerasan). ”Pada peminum alkohol, ketiga bagian otak ini juga terpengaruh,” katanya.
Menurut Yuris, pelaku tidak menonaktifkan ponselnya sehingga memudahkan petugas melacaknya. Sepeda motornya pun ditinggal sehingga identitas pelaku bisa didapatkan berdasarkan nomor polisi kendaraan.
Keterangan serta bukti yang ada kata Yuris sangat mencukupi untuk menjerat JR dengan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ia juga terancam dipecat dari TNI AU. Namun, karena ia berstatus tentara aktif saat menembak Dono, penyidikan hingga peradilan menggunakan sistem hukum militer. Penyidikan oleh Satpomau Halim Perdanakusuma kemudian berkas perkara dilimpahkan ke oditur militer. Lalu, oditur militer melimpahkan ke pengadilan militer.
Yuris menyatakan, TNI AU berkomitmen transparan dan profesional. Bahkan, perkembangan kasus bakal dipublikasikan lewat media sosial TNI AU.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi berpendapat, hal utama untuk mencegah penyalahgunaan senjata oleh anggota TNI dan Polri adalah menguatkan kesadaran para anggota bahwa senjata mereka terkait tanggung jawab negara. Itu bisa dengan meningkatkan frekuensi tes psikologi penggunaan senjata.
Menurut Muradi, tes psikologi satu tahun sekali pun belum mencukupi. Di sejumlah negara, tes dilakukan tiga atau enam bulan sekali. Namun, ia ragu hal itu bisa berjalan untuk TNI dan Polri mengingat terbatasnya anggaran.
Sebagai siasat, ia merekomendasikan mengoptimalkan peran peran atasan dalam mengawasi anggota-anggotanya. Atasan mesti peka, siapa anggotanya yang bermasalah kemudian dipanggil secara personal. Bagi tentara dan polisi di tingkat bintara, pengaruh atasan sangat besar. ”Saya punya rekan berpangkat letkol. Dia sampai menghukum anak buahnya karena anak buahnya memukul istrinya,” kata Muradi.