Kios Baru, Pasar Lama
Jauh sebelum negara bernama Indonesia dan India ada, penduduk di wilayah yang kini jadi dua negara itu sudah berhubungan. Namun, meski punya sejarah panjang, hubungan kedua negara masih kalah erat dibandingkan hubungan masing-masing dengan negara lain.
India menempati peringkat kedua dalam daftar penduduk terbanyak di Bumi. Walakin, nilai perdagangan Indonesia-India kalah jauh dibandingkan transaksi Indonesia dengan negara berpenduduk terbanyak di Bumi, China. Pada 2017, tercatat neraca perdagangan Indonesia-China mencapai 63,3 miliar dollar AS. Sebaliknya neraca perdagangan Indonesia-India hanya 18,7 miliar dollar AS.
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri India Narendra Modi punya ambisi besar, menaikkan neraca perdagangan Indonesia-India menjadi 50 miliar dollar AS. Modi ingin target itu tercapai pada 2025. Indonesia-India hanya punya waktu tujuh tahun untuk menaikkan volume perdagangan hampir tiga kali lipat dari nilai sekarang.
"Jika mengandalkan pasar dan cara tradisional, mungkin sulit. Perlu dicari pasar non tradisional dan pendekatan baru," kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Siswo Pramono.
Pasar tradisional dalam hubungan Indonesia-India melibatkan batu bara, sawit, hingga karet dari Indonesia, dan produk tekstil hingga hortikultura dari India. Indonesia-India juga saling mengirim produk otomotif. Bajaj adalah bukti kerja sama dagang Indonesia-India paling lama dan bertahan sampai kini.
Bila dulu hanya Indonesia mengimpor produk otomotif, kini India juga mengimpor produk otomotif dari Indonesia. India tercatat menyetujui impor lebih dari 1.000 bus yang dirakit salah satu perusahaan Indonesia. Sebaliknya, Indonesia mengimpor mobil dan motor buatan atau rakitan India.
Presiden Joko Widodo dan PM Narendra Modi punya ambisi menaikkan neraca perdagangan Indonesia-India menjadi 50 miliar dollar AS pada tahun 2025.
Kenaikan volume perdagangan Indonesia-India bisa dicapai. Gabungan penduduk Indonesia-India berjumlah hampir 1,6 miliar jiwa, hampir tiga kali lipat jumlah penduduk total ASEAN. Jumlah penduduk Indonesia-India hanya kalah dari China. Dengan pasar sebesar itu, peningkatan volume perdagangan bisa dilakukan.
"Caranya bisa bermacam-macam. Meningkatkan nilai tambah sehingga harga jual lebih tinggi, menambah jumlah pasar dan volume barang yang dijual adalah cara meningkatkan nilai perdagangan," kata Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Aceh M Raudhi di sela peluncuran kapal perintis perdagangan Aceh-Andaman, Sabtu (29/12/2018), di Aceh Besar.
Rintisan ke Andaman
Beberapa bulan terakhir, bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Aceh, BPPK Kemlu RI merintis pembukaan jalur perdagangan Aceh dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar. Kepulauan itu masuk wilayah India, tetapi lebih mudah dicapai dari Yangon, Myanmar, dan Aceh.
Pelabuhan Blair, pelabuhan terbesar di kepulauan itu, berjarak 650 kilometer dari Aceh. Adapun dari Chenai, pelabuhan yang paling kerap memasok aneka barang dari India ke Andaman-Nikobar, Pelabuhan Blair berjarak 1.300 kilometer. "Dari segi jarak saja, Aceh lebih unggul dibandingkan Chenai. Peluang besar ini harus dimanfaatkan," kata Raudhi.
Keunggulan Aceh bukan hanya jarak. "Secara kultural, Andaman-Nikobar dan seluruh India pada umumnya relatif dekat dengan Aceh sejak dulu. Orang- orang Aceh sebenarnya sudah terbiasa berdagang dengan India dari dulu," kata salah satu anggota tim peneliti potensi pasar Nikobar, Muzailin Affan.
Andaman-Nikobar yang berpenduduk 500.000 orang dan disambangi rata-rata 500.000 pelancong setiap tahun adalah peluang pasar untuk Aceh. Kepulauan itu tengah mengembangkan proyek infrastruktur pariwisata dan pelengkap pariwisata. Proyek-proyek itu membutuhkan bahan bangunan. Selama ini, sebagian bahan dipasok dari Malaysia dan India. Aceh bisa memanfaatkan celah pasar itu. "Tidak disarankan mengirim produk pertanian ke sana," kata Muzailin.
Kepulauan Andaman dan Nikobar tengah mengembangkan proyek infrastruktur pariwisata dan pelengkap pariwisata. Proyek-proyek itu butuh bahan bangunan. Aceh bisa memanfaatkan celah pasar itu.
Penyebab utamanya, India menerapkan bea masuk tinggi untuk impor pertanian. Kebijakan ini untuk melindungi produk pertanian negara itu. Indonesia pernah terkena dampak kebijakan itu. Ekspor minyak sawit Indonesia ke India anjlok pada 2018 gara-gara kebijakan itu. India menaikkan bea impor minyak sawit mentah dari 30 persen menjadi 44 persen dan bea impor olahan minyak sawit dari 40 persen menjadi 55 persen.
Jokowi melobi Modi agar meninjau kebijakan itu. Setelah negosiasi berbulan-bulan, India menyatakan setuju. Pemangkasan tarif memang belum terwujud. Akan tetapi, India—pengimpor hingga 5 juta ton minyak sawit mentah dan olahan minyak sawit Indonesia—menunjukkan kesiapan memangkas tarif setelah ada kesepakatan dagang dengan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Pengusaha butuh kepastian soal tarif agar bisa menghitung biaya dan potensi keuntungan. Kami berharap pemerintah membuat peraturan-peraturan yang mendukung perdagangan kedua negara. Jangan sampai di sini lain, di sana lain juga aturan dagangnya," kata Azhari Idris dari Kadin Aceh.
Azhari mengakui, Andaman- Nikobar sebagai peluang pasar bagi Aceh. Pengusaha Aceh pun setuju mengirim contoh barang ke Nikobar melalui kapal perintis. "Kalau nanti ada kesepakatan, akan dikirim dalam jumlah lebih banyak," kata dia.
Siswo mengatakan, Kementerian Luar Negeri bertugas merintis peluang pasar. Selanjutnya, diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengembangkan pasar non tradisional itu. "Dengan potensi pasar hingga sejuta orang, ada banyak peluang bisa dimanfaatkan," kata dia.
Rute perdagangan Aceh-Nikobar bisa menguntungkan Indonesia-India. Bagi penduduk Nikobar, aneka komoditas bisa didapat lebih murah karena dipasok dari lokasi lebih dekat. Bagi warga Aceh, ada peluang usaha baru. "Konektivitas ini menguntungkan kedua belah pihak," ujar Siswo.
Batu loncatan
Andaman-Nikobar bukan hanya target pasar. Kepulauan di Samudera Hindia itu juga bisa menjadi batu loncatan membidik pasar India daratan yang populasinya 1,3 miliar orang. "Kita bisa memanfaatkan kapal-kapal kosong dari Andaman-Nikobar ke Chenai," kata Siswo.
Kapal-kapal itu membawa aneka barang dari Chenai ke Andaman-Nikobar. Sementara dalam perjalanan kembali dari Andaman-Nikobar, kapal-kapal itu kerap kosong. "Dengan negosiasi yang baik, kita bisa mendapat harga yang lebih menarik. Kapalnya kosong, jadi bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Selama ini, produk Indonesia ke India kerap transit ke Malaysia atau Singapura. Ongkos angkut dari sana tinggi karena banyak kapal-kapalnya penuh muatan. Operator kapal bisa memasang harga tinggi karena banyak yang butuh angkutan. Sebaliknya di Andaman-Nikobar, kapal-kapalnya kosong.
"Jadi tinggal mengatur agar jadwal kedatangan komoditas dari Indonesia tujuan India bisa disesuaikan dengan jadwal kepulangan kapal dari Nikobar ke Chenai," jelas Siswo.
Kepulauan Andaman dan Nikobar bisa menjadi batu loncatan Indonesia membidik pasar India daratan yang populasinya 1,3 miliar orang.
Selain angkutan laut, Kemlu juga sudah menjajaki kemungkinan hubungan udara. Seperti angkutan laut, selama ini penumpang rute Indonesia-India harus transit di Malaysia atau Singapura dengan total waktu penerbangan sedikitnya 7 jam.
Jika ada pesawat transit ke Aceh atau Sumatera Utara, penerbangan bisa ditempuh dalam 4,5 jam. Kemlu sudah menjajaki pembukaan rute baru itu. "Ada 500.000 wisatawan India ke Nikobar. Jika tersedia penerbangan Nikobar ke sini, mereka bisa melanjutkan wisata kemari," kata Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan BPPK Kemenlu Arifi Saiman.
Ketersediaan transportasi memang menjadi syarat utama perintisan pariwisata. Tanpa itu, wisatawan enggan datang.
"Peluang-peluang ini harus cepat digarap. Bukan hanya Indonesia berusaha mengembangkan perdagangan dan potensi ekonomi. Negara-negara lain juga terus mengincar peluang baru. Jangan sampai Indonesia merintis, negara lain malah menikmatinya," tutur Arifi.
Hubungan Indonesia-India seperti pasar yang sudah lama dan terus berkembang. Andaman-Nikobar adalah kios tambahan di pasar itu.