Optimisme Menyambut Tahun 2019
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah mengukir sejumlah prestasi sepanjang 2018. Pemilihan kepala daerah serentak di 171 daerah yang berlangsung aman menjadi penutup kontestasi politik lokal. Di level internasional, pemerintah meraih apresiasi dan simpati dunia internasional lantaran sukses menyelenggarakan Asian Games dan Asian Para
Games 2018.
Tahun 2018 dan 2019, yang disebut-sebut sebagai tahun politik, akan tercatat dalam sejarah atas kiprah pemerintah. Pada tahun ini pula kontestasi Pemilihan Presiden 2019 yang diikuti capres nomor urut 01, Joko Widodo- Ma’ruf Amin, dan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, berlangsung ketat.
Peristiwa Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018 berikut prestasi Indonesia yang meningkat luar biasa menjadi salah satu kenangan indah. Hasil jajak pendapat Kompas mengungkapkan, 16,3 persen responden menjawab ajang kompetisi olahraga negara-negara se-Asia itu sebagai peristiwa paling dikenang selama tahun 2018.
Dalam prestasi, para atlet nasional berhasil meraih medali emas sehingga mampu meninggalkan beberapa negara yang selama ini tangguh dalam ajang Asian Games. Hasilnya, kontingen Indonesia menempati peringkat kelima dalam perolehan medali emas atau lebih tinggi dari target prestasi pemerintah.
Asian Games 2018 juga menjadi momentum menurunkan tensi politik tatkala Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prabowo Subianto bersatu dalam pelukan Hanifan Yudani Kusumah, pesilat Indonesia peraih medali emas. Hanifan, yang bertanding di kelas C (55 kg-60 kg), merangkul erat kedua capres dalam balutan bendera Merah Putih. Seisi gelanggang pun bertepuk tangan riuh dan bersorak- sorai gembira menyaksikannya.
Kenangan bencana
Kegembiraan rakyat atas kesuksesan penyelenggaraan Asian Games 2018 dan prestasi atlet Indonesia kemudian berganti dengan kepiluan atas tragedi bencana alam. Empat dari 10 responden menyatakan, gempa dan tsunami yang menerjang Kota Palu dan Kabupaten Donggala serta beberapa daerah di Sulawesi Tengah, akhir September lalu, merupakan kenangan paling kuat dalam ingatan mereka. Sebelumnya, peristiwa yang sama juga terjadi di Nusa Tenggara Barat.
Hasil jajak pendapat menunjukkan, memori publik sepanjang tahun 2018 didominasi peristiwa bencana alam, terutama gempa dan tsunami yang terjadi berturut-turut di sejumlah wilayah. Namun, menurut pengakuan responden, gempa dan tsunami di Palu yang masih mereka ingat.
Hal ini membuat peristiwa besar, seperti pilkada serentak, pendaftaran partai politik peserta pemilu, pendaftaran capres, dan kampanye Pemilu 2019 kurang diingat publik. Peristiwa politik menjadi kurang menarik untuk dicermati meski memiliki arti penting dalam kehidupan bernegara.
Apresiasi
Publik justru mencermati persoalan yang bukan isu utama dalam wacana politik kontestasi, yaitu kebebasan beribadah bagi kelompok minoritas. Aspek yang menjadi bagian dari kebebasan sipil ini justru diapresiasi paling tinggi oleh responden ketimbang aspek penegakan hukum, pelayanan publik, keamanan masyarakat, pemberantasan korupsi, dan politik.
Kebebasan beribadah dinilai dalam kondisi baik oleh mayoritas responden (85,1 persen). Penilaian ini naik 19,4 persen dari tahun 2016. Prestasi ini selaras dengan penurunan pelanggaran kebebasan beragama.
Kendati membaik, tindakan-tindakan yang memicu intoleransi masih terjadi tahun ini. Namun, masih terjadi sejumlah serangan di tempat ibadah dan kepada warga minoritas. Misalnya, serangan pemuda dengan senjata tajam di Gereja Katolik St Lidwina Bedog, Sleman (Februari), penolakan renovasi Masjid Agung Al-Aqsha di Sentani (Maret), bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya (Mei), penyerangan rumah warga Ahmadiyah di Lombok (Mei), dan perusakan dua gereja di Magelang (Oktober).
Tidak mengherankan jika apresiasi pada kondisi keamanan masyarakat cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kebebasan beribadah. Sebanyak 26,3 persen publik masih melihat kondisinya buruk. Tindakanpersekusi warga seharusnya bisa segera diantisipasi aparat negara.
Selain kebebasan beribadah dan keamanan, pelayanan publik juga disorot responden. Empat dari lima responden menyatakan kondisi pelayanan publik sudah baik. Hal ini tidak lepas dari perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan administrasi oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Di bidang kesehatan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhasil memberikan perlindungan pada lebih dari 90 persen populasi di Indonesia yang berjumlah 263 juta jiwa.
Di bidang pendidikan, pemerintah meningkatkan dana untuk Program Indonesia Pintar menjadi Rp 9,6 triliun, meningkat Rp 100 miliar dari tahun sebelumnya. Dari sisi administrasi, perbaikan dilakukan dengan mendigitalisasi sistem dan memangkas alur kerja. Setelah pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sukses di daerah, kini pemerintah mengembangkan pelayanan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission).
Kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) merupakan perkara korupsi paling terkenal sepanjang 2018. Separuh responden (54,3 persen) bahkan dapat mengingat dengan baik kasus korupsi yang mencederai kepercayaan mereka. Kasus korupsi KTP-el adalah yang paling diingat publik (33,3 persen), lalu kasus korupsi Gubernur Jambi Zumi Zola dan korupsi massal anggota DPRD Kota Malang.
Tetap optimistis
Meski demikian, responden tetap optimistis. Sebanyak 47,8 persen menyatakan pemberantasan korupsi berada di kondisi yang semakin baik dari masa sebelumnya. Selain bertumpu pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemberantasan juga harus disertai partisipasi masyarakat.
Berkait dengan tahun politik, separuh responden (53,9 persen) menilai kondisi Indonesia baik dan 42 persen lagi menilainya dalam keadaan buruk. Isu politik identitas dan hoaks memang membuat rakyat terbelah.
Suka dan duka telah tercatat dalam perjalanan negara ini sepanjang 2018. Meski demikian, responden tetap optimistis bahwa kondisi politik dan penegakan hukum Indonesia akan lebih baik lagi pada 2019.