Pada tahun 2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali meneguhkan niatnya untuk mewujudkan jaringan transportasi publik yang luas dan menjangkau hingga ke titik terdekat tempat tinggal warga. Meski demikian, hingga tepat di akhir Desember ini, cita-cita itu belum tercapai sempurna. Menjadi pekerjaan rumah DKI untuk menyempurnakan jaringan layanan transportasi publik yang murah dan sangat terjangkau bagi warga pada 2019, yang dimulai esok hari.
Sampai saat ini, jumlah mikrobus atau angkutan kota yang beroperasi di bawah skema Jak Lingko masih sangat sedikit. Akibatnya, halte khusus mikrobus Jak Lingko sepi dan masyarakat masih membayar layanan angkutan dengan uang. Padahal, perjalanan dengan mikrobus gratis dengan kartu Jak Lingko.
Pintu A, B, C, D, dan E halte Jak Lingko di bawah Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang, Jakarta Pusat, terbilang sepi penumpang, Minggu (30/12/2018). Selama 45 menit sejak tengah hari, tidak terlihat satu pun angkutan kota (angkot) dengan lambang Jak Lingko berhenti untuk mengangkut penumpang. Di pintu A yang diperuntukkan bagi mikrobus trayek JAK 08 Tanah Abang-Roxy, malah bus metrotrans trayek 1H tujuan Gondangdia yang mengangkut penumpang, begitu juga transjakarta rute 9D Pasar Minggu-Tanah Abang.
Pembelian kartu Jak Lingko masih dilayani di loket sementara karena ruang loket di sisi pintu A belum berfungsi. Petugas loket sementara, Muhammad Abu (33), mengatakan, jumlah mikrobus yang beroperasi dalam skema Jak Lingko masih sangat sedikit. ”Yang sudah ada logo Jak Lingko ada di depan Pasar Tanah Abang Blok G,” katanya.
Mikrobus yang yang dimaksud adalah rute JAK 07 Tanah Abang-Tawakal, JAK 11 Tanah Abang-Kebayoran Lama, dan JAK 14 Tanah Abang-Meruya dengan logo Jak Lingko. Ketiga trayek tersebut tidak melewati halte JPM Tanah Abang.
Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono mengatakan, selain tiga trayek tersebut, ada juga trayek JAK 01 Tanjung Priok-Plumpang. Rute JAK 01 dilayani oleh 17 mikrobus, sedangkan JAK 07 memiliki 18 unit. Rute JAK 14 baru memiliki empat mikrobus, sementara jumlah mikrobus rute JAK 11 belum diketahui.
Masalah utama yang menghambat pemberlakuan Jak Lingko adalah persyaratan sopir yang belum terpenuhi. ”Dari kuota 307 kendaraan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, sebenarnya sudah ada 64 kendaraan yang dinyatakan layak. Namun, pengemudinya belum punya SIM A umum. Jadi, transjakarta bersama Pemerintah Provinsi dan Dishub DKI Jakarta akan kerja sama dengan kepolisian untuk ujian SIM A umum secara kolektif,” kata Agung.
Meski beroperasi seperti angkot biasa, tarif perjalanan mikrobus Jak Lingko gratis dengan kartu uang elektronik Jak Lingko. Penumpang tinggal menempelkan kartu uang elektronik itu di mesin pembaca kartu yang terletak di dasbor sebelah kiri saat akan naik atau turun. Kartu tersebut juga dapat digunakan untuk layanan transjakarta dan kereta rel listrik.
Ari (32), penumpang mikrobus JAK 14 bernomor polisi B 2642 VT yang dikemudikan Wanto (48), menggunakan kartu Jak Lingko untuk pergi ke daerah Rawa Belong, Jakarta Barat, dari Jalan Jembatan Tinggi, Jakarta Pusat. Ia telah terbiasa menggunakan layanan Jak Lingko sejak diluncurkan Oktober 2018. Kartu itu juga ia gunakan untuk naik bus transjakarta. ”Kalau naik transjakarta, tarifnya tetap Rp 3.500,” ujar Ari.
Kendati demikian, salah satu penumpang lain mikrobus Wanto tetap membayar tarif jalan sebesar Rp 3.000. Setelah menerima uang, Wanto menempelkan kartu Jak Lingko miliknya sendiri ke mesin pembaca kartu.
Wanto mengatakan, mikrobus Jak Lingko di trayeknya masih sedikit, sedangkan belum banyak orang mengetahui tentang tarif gratis tersebut. ”Ya, mau gimana lagi, orang bayar karena belum pada tahu. Akhirnya saya enggak matok tarif,” ujar pria asal Solo, Jawa Tengah, itu.
Wanto memanfaatkan uang itu untuk biaya jasa cuci mobil. Sebab, transjakarta mewajibkan mikrobus Jak Lingko senantiasa bersih. Menurut dia, penerimaan uang tunai secara berangsur akan semakin sedikit saat pengguna kartu Jak Lingko makin banyak.
Menanggapi hal ini, Agung mengatakan, sopir mikrobus Jak Lingko seharusnya tidak boleh menerima uang dari penumpang. Transaksi mutlak gratis dan hanya dapat dilakukan dengan kartu Jak Lingko.
”Sesuai kontrak (dengan operator angkot), operator akan diberi Rp 3.800 per kilometer yang ditempuh oleh sopir. Dana itu dari pemprov yang disalurkan ke PT Transjakarta sebagai PSO (public service obligation). Jadi, itu (menerima uang dari penumpang) enggak boleh,” kata Agung.
Saat ini, kartu Jak Lingko disediakan oleh dua bank, yaitu Bank DKI dan Bank Negara Indonesia (BNI). Kartu tersebut dijual senilai Rp 10.000 tanpa saldo di halte Jak Lingko JPM Tanah Abang serta di halte-halte transjakarta. Agung menyatakan akan menambah jumlah bank penyedia kartu Jak Lingko. Beberapa yang ditarget adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan Bank Mega.
Tak lagi kejar setoran
Wanto yang baru dua minggu menjadi sopir mikrobus Jak Lingko mengaku optimistis dengan program tersebut. Ia akan menerima gaji bulanan sebesar Rp 3,6 juta dari operatornya, Kolamas Jaya. Uang makan dan bensin dari koperasi tersebut juga menjadi insentif baginya.
”Sekarang enggak usah mikirin setoran lagi. Tapi, kan, saya belum gajian. Denger-denger dari yang udah pernah gajian sih enak banget. Kalau (sistem kerja dan pembayaran) beneran jalan, bakal enak,” kata Wanto.
Bergabung dengan Jak Lingko membantunya bertahan sebagai sopir angkot di tengah persaingan dengan ojek daring yang dapat menjemput penumpang dari depan rumah dan mengantarkannya sampai titik tujuan. Mikrobus Jak Lingko dinilainya tidak kalah menguntungkan penumpang. Selain gratis dan kartunya dapat digunakan untuk transjakarta dan kereta rel listrik, mikrobus jauh lebih cepat. Sebab, sopir tidak diperbolehkan ngetem untuk menunggu penumpang.
”Pokoknya kita jalan terus dari ujung ke ujung. Sopir juga dapat bonus kalau bisa jalan lebih dari kewajiban. Misalnya, sehari kita disuruh empat kali bolak-balik Tanah Abang-Meruya sepanjang 26 kilometer. Kalau bisa lebih dari empat kali bolak-balik, kita dapet bonus Rp 30.000 per putaran,” katanya.
Perjalanan Tanah Abang-Meruya ditempuh sekitar 40 menit tanpa ngetem. Wanto sempat beristirahat untuk mengisap rokok, masing-masing di Jalan Jembatan Tinggi dan di Meruya selama lima menit, sebelum melanjutkan perjalanan.
Namun, tidak semua sopir angkot tertarik dengan Jak Lingko. Salah satunya Romy (27), sopir angkot Komilet Jaya dengan nomor polisi B 1655 WV trayek 09 Tanah Abang-Kebayoran Lama.
”Sebulan saya bisa dapat Rp 4 juta-Rp 5 juta. Kita (sopir angkot), kan, juga enggak tergantung sama penumpang aja, tetapi bisa juga bawa angkutan lain kayak barang-barang dagangan. Enggak terfokus sama penumpang aja. Namun, kalau bos pengin gabung, ya, kita nurut sama yang punya mobil,” katanya. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)