Peraturan Presiden tentang kendaraan listrik ditargetkan terbit triwulan I-2019. Sejumlah pihak berharap ada skema insentif bagi produsen maupun konsumen untuk mendorong pengembangannya.
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, seusai rapat koordinasi Jumat malam pekan lalu menyatakan, Peraturan Presiden atau Perpres tentang kendaraan listrik terbit paling lambat triwulan I-2019. Regulasi ini akan menjadi penanda baru perkembangan kendaraan listrik nasional.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto saat dihubungi Minggu (30/12/2018) berpendapat, secara umum cita-cita kendaraan listrik antara pemerintah dan pelaku industri sudah sejalan. Namun, perlu harmonisasi tarif, misalnya pajak pertambahan nilai barang mewah kendaran listrik beremisi karbon rendah. "Tujuannya membentuk harga yang menarik pasar," ujarnya.
Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia, Mukiat Sutikno menambahkan, pemerintah dapat menyiapkan skema insentif bagi industri untuk mengurangi beban biaya baterai. "Konsumen butuh kendaraan listrik yang tahan minimal sehari penuh. Semakin lama daya tahan baterai, semakin mahal biayanya," katanya.
Pemerintah juga bisa memberikan insentif bagi konsumen. Mukiat mencontohkan potongan harga langsung saat pembelian kendaraan listrik. Terkait infrastruktur stasiun pengisi daya listrik, pemerintah bisa bekerja sama dengan swasta untuk memanfaatkan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan hotel.
Menurut Jongkie, satu persen lahan gedung-gedung itu cukup untuk stasiun pengisi daya. Pemerintah juga bisa memanfaatkan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang sudah ada untuk meletakkan alat dan mesin pengisi daya kendaraan listrik.
Insentif pajak
Rancangan perpres tentang kendaraan listrik dibahas dalam rapat pekan lalu. "(Penerbitan perpres) Harus secepatnya, kalau bisa akhir Januari 2019, masih ada tiga atau empat rapat pembahasan lagi," kata Luhut.
Luhut menambahkan, peraturan paling pertama berlaku bagi sepeda motor dan angkutan umum di daerah. Selanjutnya mobil jenis sedan.
Jaminan kesempatan bagi industri otomotif dalam negeri juga akan diperkuat melalui perpres tersebut. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Harjanto menambahkan, sejauh ini pemerintah telah memberikan tax holiday bagi industri yang mengembangkan komponen utama kendaraan listrik.
Kendaraan listrik, baik yang hibrida (gabungan antara bahan bakar minyak dan listrik) dan seluruhnya bertenaga listrik, bergantung pada industri baterai. Rapat juga memetakan potensi bahan baku baterai seperti kobal atau litium beserta teknologi pengolahannya.
Rapat juga menyepakati konten perpres harus mencakup perkembangan kendaraan nonkonvensional, dari mobil listrik hingga mobil hidrogen. Menurut Harjanto, perpres mendukung pengembangan flexi engine atau mesin kendaraan fleksibel terhadap bahan bakar nabati seperti bioetanol dan biosolar.
Terkait pengembangan industri baterai sebagai penopang kendaraan listrik, Luhut mengatakan, pada Januari 2019 mendatang ada peletakan batu pertama pabrik baterai litium di Morowali, Sulawesi Tengah. Saat ini, pihaknya tengah mengusahakan menyelesaikan izin analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal.
Di sisi kendaraan listrik, Harjanto menyebutkan, ada sejumlah pemain industri yang telah menyatakan minatnya untuk turut mengembangkan pabrik komponen utama. “Selain Hyundai, ada Suzuki dan Toyota yang berminat. Semua masih tahap penjajakan,” ucapnya.
Mukiat mengonfirmasi, pihak Hyundai Motor Group memang telah memiliki intensi untuk berinvestasi dalam pengembangan kendaraan bermotor listrik sejak kunjungan antarpemerintahan Indonesia dengan Korea Selatan. Namun, rincian jumlah investasi dan bentuk penanaman modalnya belum bisa disebutkan karena masih bersifat fluktuasi.