JAKARTA, KOMPAS — Gerimis hujan menemani detik-detik malam Tahun Baru 2019 di Kampung Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Tidak ada kembang api, hanya doa dan tabuh rebana biang mengiringi harapan baru untuk kebudayaan Betawi lebih dicintai dan tidak menjadi tamu di rumah sendiri.
Upaya masyarakat Betawi melestarikan budaya Betawi lintas generasi berkumandang pada Selasa (1/1/2019). Sebuah asa menjadikan Indonesia yang lebih berbudaya.
Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan menggelar berbagai atraksi pertunjukan kesenian dan budaya seperti musik gambus, gambang kromong, tari sirih kuning, perayaan busana Betawi, dan komedi lenong.
Malam itu, seniman Betawi, Sabar Bokir, turut memeriahkan panggung Unit Pengelolaan Kawasan (UPK) Setu Babakan dengan bermain komedi lenong bersama warga dan karyawan UPK Babakan. Gelak tawa pengunjung pecah menyaksikan peran lucu setiap aktor, terutama Sabar Bokir. Sabar Bokir mendapat atensi lebih karena mampu memberikan warna pada saat pementasan.
Sabar Bokir saat ditemui seusai pertunjukan mengatakan, pentas kebudayaan Betawi harus sering diadakan bukan hanya ketika acara besar seperti menyambut Tahun Baru. Dia sangat senang bisa ikut memeriahkan malam Tahun Baru dengan ikut serta menghibur pengunjung.
”Saya harap kebudayaan Betawi semakin ditonjolkan pada 2019. Semua orang harus bergerak bersama, mulai dari pelaku kuliner, pelaku yang menghasilkan produk budaya, generasi muda, sampai pemerintah turut menjadikan budaya Betawi sebagai tuan di rumah sendiri,” kata Bokir.
Sabar Bokir juga menyinggung generasi muda yang banyak mencintai budaya asing daripada budaya Betawi. Namun, ia tidak menyalahkan sepenuhnya generasi muda karena perkembangan pembangunan dan teknologi telah menggerogoti kebudayaan Betawi.
Oleh karena itu, menurut Sabar Bokir, kebudayaan Betawi harus hadir lebih masif tidak hanya melalui berbagai acara yang sering diadakan. Caranya dengan menyajikan lebih banyak produk budaya Betawi di setiap sudut Jakarta, seperti hotel, mal, bandara, pelabuhan, stasiun, dan ruang-ruang publik.
”Kejayaan budaya Betawi ada di tangan generasi muda. Itu menjadi tanggung jawab bersama. Mari kita bangun Jakarta dengan khazanah Betawi dan membangun kembali Jakarta yang lebih berbudaya untuk memperkaya wajah keberagaman Indonesia yang lebih baik,” tuturnya.
Asa budaya
Selain itu, Sabar Bokir berharap, pada tahun politik, siapa pun presidennya semoga tetap membawa kedamaian dan menjadikan Indonesia berbudaya dengan keanekaragaman suku bangsa. Khususnya untuk kebudayaan Betawi, dia ingin ada perhatian lebih dari pemerintah.
Bokir menuturkan, saat ini tidak banyak kampung yang seeksis Setu Babakan. Perlu lebih banyak lagi kampung-kampung Betawi seperti di Setu Babakan, Srengseng Sawah.
Selain berbagai atraksi budaya dan kesenian Betawi di Setu Babakan, pengunjung juga mengunjungi banyak stan kuliner Betawi. Sajian khas seperti kerak telur, selendang mayang, bir pletok, dan soto Betawi diserbu banyak pengunjung. Semua sajian kuliner yang berada di stan itu dijual langsung dan dibuat warga di kawasan Setu Babakan.
Menjelang detik-detik pergantian tahun, Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali dan segenap jajaran UPK Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan turun ke panggung. Suasana hening, semua orang menundukkan kepala memanjatkan doa dan harapan untuk 2019 yang lebih baik.
Marullah mengatakan, semoga budaya Betawi semakin hidup, berkembang, dan dikenal lebih luas. Selain itu, semangat berbudaya Betawi diharapkan terus tumbuh di hati masyarakat Jakarta.
Marullah juga mengajak semua warga untuk berdoa atas bencana alam yang menimpa Indonesia sepanjang 2018. ”Selain kedamaian, kita juga berdoa agar selama 2019 masyarakat Indonesia dijauhkan dari segala bahaya bencana alam,” katanya.
Selesai berdoa, di tengah gerimis hujan, tabuh rebana biang menyambut Tahun Baru 2019. Hujan tak memudarkan keceriaan warga, tepuk tangan dan senyum cerah menghangatkan kesederhanaan menyongsong tahun yang penuh tantangan.
Dari perkampungan itulah, pelestarian budaya Betawi akan terus digaungkan lintas generasi. Terkandung kuat makna pentingnya budaya untuk memperkuat keberagaman Nusantara. (AGUIDO ADRI)