Pascatsunami, Ada 14 Kasus Gigitan Ular di Pandeglang
Oleh
J Galuh Bimantara
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seusai tsunami menghantam area-area sekitar Selat Sunda di Provinsi Lampung dan Banten, pemerintah daerah beserta warga mesti mewaspadai ancaman ular berbisa yang keluar dari habitatnya. Hingga Selasa (1/1/2019), di Kabupaten Pandeglang, Banten, 14 kasus gigitan ular dilaporkan ke instansi kesehatan setelah tsunami.
Pendiri Remote Envenomation Consultancy Services Indonesia, dokter Tri Maharani, mengatakan, 13 pasien gigitan ular ditangani di sejumlah puskesmas seperti Puskesmas Munjul, Cibaliung, dan Panimbang, sedangkan satu pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Berkah. Semuanya terkena bisa ular tanah (Calloselasma rhodostoma).
”Tidak ada yang meninggal selama dalam perawatan. Namun, sayangnya, ada yang pulang paksa. Itu yang kami takutkan bisa berakhir fatal,” ucap Maharani saat dihubungi Selasa (1/1/2019). Ia menjadi salah satu sukarelawan kesehatan di Pandeglang dalam sepekan terakhir.
Maksud pulang paksa adalah keluarga pasien meminta pasien dipulangkan padahal perawatan di tempat layanan kesehatan belum selesai. Maharani menuturkan, keluarga beberapa pasien beralasan ingin membawa mereka ke dukun. Ini salah satu yang disayangkan Maharani mengingat penanganan gigitan ular bisa malah menimbulkan masalah jika tidak mengikuti pedoman yang sudah digariskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Maharani yang juga Kepala Departemen Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daha Husada Kediri, Jawa Timur, sudah memprediksi kasus gigitan ular bakal marak pascatsunami Selat Sunda karena daerah Pandeglang memang kantong populasi ular tanah. Karena habitat mereka terganggu akibat bencana, kemungkinan berjumpa manusia lebih besar, apalagi ada perkebunan kelapa sawit di Pandeglang. Ular tanah banyak terdapat di kebun sawit mengingat mangsanya, tikus, juga melimpah di sana.
Untungnya, kasus gigitan ular tanah masih bisa ditangani dengan memanfaatkan serum anti-bisa ular (SABU) produk dalam negeri. Yang menjadi masalah, banyak tenaga kesehatan belum paham cara penggunaan SABU secara tepat. ”Ada yang cuma kasih satu vial atau bahkan setengah vial kepada pasien,” ujar Maharani.
Padahal, satu pasien gigitan ular tanah bisa membutuhkan 12 vial SABU hingga benar-benar pulih. Di awal, pasien diberi dua vial terlebih dahulu, kemudian setiap enam jam diberi lagi dua vial hingga hasil pemeriksaan dan pengecekan laboratorium menunjukkan kondisi pasien sudah bagus. Setiap vial berisi 5 mililiter SABU.
Pada sisi lain, pertolongan pertama kepada korban gigitan ular juga tidak tepat. Para penolong kebanyakan membebatkan kain pada bagian tubuh yang tergigit, misalnya tangan atau kaki, dengan maksud agar bisa tidak makin menyebar. Cara lainnya menyayat kulit agar darah yang dianggap mengandung bisa ular keluar.
Cara yang tepat adalah mengimobilisasi pasien dengan tujuan meminimalkan gerakan tubuh pasien. Itu bisa dengan menggunakan papan kayu panjang atau bambu yang diikatkan pada bagian tubuh yang terkena gigitan. Maharani sudah membuat video edukasi terkait dengan hal ini dan bisa dilihat di akun Youtube RSU Daha Husada dengan judul ”Penanganan Gigitan Ular First Aid Snakebites”. (Salah satunya di tautan https://youtu.be/XZNE2Lgo4Bk).