Payung Hukum Perlindungan Pejuang Lingkungan Disiapkan
Oleh
Evy Rachmawati
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Penyelesaian rancangan peraturan menteri bagi perlindungan pejuang lingkungan ditargetkan rampung tahun 2019. Penerbitan payung hukum itu diharapkan menjadi titik terang dalam jaminan perlindungan bagi pembela lingkungan.
“Secepat mungkin akan diselesaikan. Tahun depan harusnya selesai, saat ini dalam tahap finalisasi draft,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), seusai Dialog Refleksi Kinerja untuk Persiapan Kerja 2019 KLHK, di Jakarta, Senin (31/12/2018).
Inspektur Jenderal KLHK Ilyas Asaad menambahkan, pada Januari 2019 proses penerbitan peraturan menteri itu semestinya selesai. “Kami berharap peraturan ini dapat dipahami oleh mereka di luar lingkungan hidup. Tata cara memperjuangkan lingkungan akan diatur di sana,” ucapnya.
Kami berharap peraturan ini dapat dipahami oleh mereka di luar lingkungan hidup.
Perlindungan bagi pembela lingkungan diatur di Pasal 66 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu tertuang bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Namun, faktanya masih banyak para aktivis lingkungan hidup mengalami kekerasan fisik dan kriminalisasi secara pidana maupun perdata. Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sepanjang tahun 2017-2018 sebanyak 163 pejuang lingkungan dari 13 provinsi Indonesia mengalami kriminalisasi.
Untuk itu, Walhi meminta agar KLHK segera menuntaskan peraturan itu, karena sudah darurat. “Jika hal itu dibiarkan, maka masyarakat bisa jadi enggan untuk berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup. Padahal, pemerintah tidak bisa efektif kalau tidak ada partisipasi masyarakat,” kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Walhi.
Tidak mudah
Nur menambahkan, seharusnya KLHK bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan kejaksaan agung untuk melihat dimensi lain dalam tuduhan yang diajukan kepada para pejuang lingkungan tersebut. Tuduhan kriminal itu terjadi karena warga melakukan penolakan terhadap proyek-proyek yang merusak lingkungan.
Menurut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, tidak mudah untuk menyiapkan peraturan menteri itu, sehingga membutuhkan waktu sekitar setahun untuk mempersiapkannya. Sebab, itu menyangkut aspek-aspek dan institusi hukum yang lain.
“Saya berinteraksi cukup lumayan dengan polisi dan kejaksaan agung. Namun, masih interaksi yang dalam arti belum bisa dituangkan dalam bentuk regulasi, karena mereka mempunyai aturan sendiri. Hal itu yang semestinya diselaraskan,” kata Siti. (MELATI MEWANGI)