JAKARTA, KOMPAS — Konsensus pemerintah telah menjanjikan inflasi tahunan pada 2018 lebih rendah daripada perkiraan awal tahun. Rendahnya inflasi bukan akibat dari penurunan daya beli masyarakat, melainkan karena pengendalian harga barang, baik dari kelompok barang dan jasa maupun kelompok bahan pangan.
Presiden Joko Widodo ketika menutup perdagangan pasar modal pada akhir tahun lalu pun telah memastikan inflasi 2018 secara tahunan jauh lebih rendah daripada target pemerintah sebesar 3,5 persen. Bahkan, Presiden berani memastikan inflasi tahunan berada di bawah 3,1 persen.
Pernyataan itu memperkuat paparan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya pada hari yang sama. Berdasarkan survei pemantauan harga BI pada minggu keempat Desember 2018, ia memperkirakan besaran inflasi hingga akhir 2018 berada pada angka 3,07 persen.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan, inflasi yang tetap rendah ini telah terjaga tiga tahun terakhir sejak 2015. Rendahnya inflasi tahun ini dicapai berkat kontribusi dari terkendalinya harga komoditas pangan.
Inflasi pangan yang rendah, lanjut Josua, merupakan hasil yang dituai dari upaya pengendalian inflasi pangan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Tim Pengendali Inflasi Nasional.
”Program pengendalian inflasi di beberapa daerah berjalan dengan baik. Harga beberapa komoditas pangan dapat dikendalikan pada saat menjelang libur panjang akhir tahun,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (1/1/2019).
Josua memperkirakan inflasi inti pada 2018 cenderung terkendali pada kisaran 3,1 persen secara tahunan. Hal itu sejalan dengan upaya stabilisasi nilai tukar dan ekspektasi inflasi yang terjaga.
Inflasi inti adalah salah satu komponen pembentuk inflasi yang cenderung persisten. Inflasi inti dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya fundamental, seperti pasokan, permintaan, dan ekspektasi kenaikan harga.
Sasaran inflasi yang telah ditetapkan BI sepanjang 2018 sebesar 2,5 persen-4,5 persen pada 2018 tercapai. Bahkan, pencapaian itu jauh di bawah ekspektasi yang muncul sejak pertengahan 2018 sebesar 3,2 persen.
Adapun berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dihimpun BI, laju inflasi Desember 2018 sebesar 0,56 persen dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya. Motor penggerak inflasi selama Desember dipicu oleh harga tiket pesawat terbang dan harga telur ayam serta daging ayam.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Reza Anglingkusumo menilai, rendahnya tingkat inflasi 2018 tidak mencerminkan penurunan daya beli masyarakat. Inflasi dapat ditekan akibat keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan komoditas.
”Harga itu interaksi demand dan supply. Jika supply kuat, maka inflasi rendah. Kalau daya beli rendah, seharusnya harga turun. Tetapi, kan, inflasi menunjukkan adanya permintaan, jadi masih ada demand dan supply,” ujarnya.
Berdasarakan data Badan Pusat Statistik, konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2018 tumbuh 5,01 persen dibandingkan dengan triwulan III-2017. Adapun jika dibandingkan dengan triwulan II-2018, konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2018 tumbuh 3,31 persen.
Perhitungan secara kumulatif, dari triwulan I hingga triwulan III pada 2018, pengeluaran masyarakat tetap tumbuh 5,03 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, memperkirakan inflasi tahun depan berada pada kisaran yang tetap terkendali, yakni sebesar 3,5 persen.
Namun, proyeksi itu bisa dicapai dengan catatan pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar kendaraan bersubsidi dan tarif listrik seusai pergelaran Pemilihan Umum 2019.
Lebih jauh Bhima mengatakan bahwa laju inflasi tahun depan juga akan sangat dipengaruhi pergerakan harga minyak mentah global yang trennya berada pada level rendah, yaitu 50 dollar AS-60 dollar AS per barel.