JAKARTA, KOMPAS — Dana kelurahan dirancang agar berdampak meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Untuk itu, pemerintah harus segera menyiapkan langkah strategis memandu pengelolaan dana kelurahan agar tidak mengendap akibat proses pengusulan dan pencairan yang terganjal prosedur birokrasi. Selain itu, ada potensi penyelewengan dana kelurahan karena persoalan birokratis.
Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Nugroho mengatakan, pemberian dana alokasi umum tambahan bagi kelurahan merupakan komitmen pemerintah mendorong pembangunan yang merata. ”Hal itu juga merupakan usulan para kepala daerah,” katanya saat ditemui di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (2/1/2018).
Panduan soal pengelolaan dana kelurahan itu dituangkan dalam Permendagri Nomor 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan. Di dalam peraturan itu, dana kelurahan wajib digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasana serta memberdayakan masyarakat di kelurahan.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Andi Jaweng mengapresiasi langkah pemerintah yang sigap membaca kebutuhan masyarakat itu. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tak lengah mengawasi penggunaan anggaran dan menjaga keberlanjutan alokasi dana kelurahan itu.
Robert mengatakan, kedudukan kelurahan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 sangat problematis. Ia menjelaskan, dalam undang-undang itu kelurahan tidak seperti desa yang masuk ke dalam perangkat daerah, tetapi hanya merupakan perangkat kecamatan.
Kedudukan kelurahan yang bergantung pada kecamatan itu dikhawatirkan Robert menjadi celah tindak penyalahgunaan dana kelurahan. Jika merunut aturan yang berlaku, lurah harus meminta persetujuan camat untuk mengusulkan rancangan anggaran dan pencairan anggaran dana kelurahan.
Dalam alur alokasi dana kelurahan, lurah dijadikan sebagai kuasa pengguna anggaran, tetapi kelurahan tidak memiliki pos anggaran kelurahan. Hal itu membuat lurah harus meminta persetujuan camat untuk menggunakan dana kelurahan.
Robert khawatir proses itu membuka celah untuk dimanfaatkan oknum nakal kecamatan melakukan pungli. Ia mengatakan, orang cenderung mencari jalan pintas jika menghadapi proses birokrasi yang rumit dan berlapis agar kepentingannya dapat segera dipenuhi.
”Sebenarnya pemerintah juga perlu merevisi UU Nomor 23 Tahun 2014 agar kelurahan tidak bergantung pada pos anggaran kecamatan,” kata Robert. Menurut dia, hal itu penting dilakukan agar lurah tidak sangat bergantung pada camat dan dapat bergerak cepat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, Robert juga menekankan pentingnya peran pendamping lurah yang bertugas membantu menyusun prioritas alokasi serta memastikan tata kelola yang akuntabel. Pendamping juga dapat berfungsi sebagai pengawas mengantisipasi penyalahgunaan anggaran yang dapat berupa inefisiensi penggunaan dan tindak korupsi.
Pemerintah terlalu fokus memikirkan aspek birokratis, tetapi lupa pada tujuan besar program dana kelurahan.
Robert menyarankan, sebaiknya pengajuan usulan dalam proses perencanaan anggaran dilaksanakan dalam musyawarah kelurahan. ”Jangan sampai lurah dan jajarannya menyusun sendiri, dana kelurahan itu harus digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Menanggapi hal itu, Nugroho mengatakan, di setiap daerah sudah ada koridor pengawasan yang berjalan. Meskipun begitu, ia menyatakan, pada tahun pertama pelaksanaan dana kelurahan memang masih sulit bagi pemerintah mengevaluasi kekurangan program itu.
”Dalam Permendagri Nomor 130 Tahun 2018 itu tidak tecermin semangat pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat kelurahan melalui dana kelurahan,” kata Robert. Ia menilai pemerintah terlalu fokus memikirkan aspek birokratis, tetapi lupa pada tujuan besar program itu.
Menurut Robert, dari jumlah total sekitar 8.200 kelurahan di seluruh Indonesia, masih banyak yang kesulitan mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan. ”Tantangan pembangunan kelurahan sama rumitnya dengan tantangan membangun desa,” ujarnya. (PANDU WIYOGA)