JAKARTA, KOMPAS - Meskipun Operasi Tinombala telah dihentikan sejak awal Desember lalu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah tetap memprioritaskan pengejaran sisa anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulteng. Langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi aksi kelompok itu yang terus berupaya meresahkan masyarakat.
Pada akhir pekan lalu, RB alias A (34), warga Desa Salubangan, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, ditemukan tewas di area ladangnya. Pembunuhan itu dilakukan oleh anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora. Atas kejadian itu, tim Kepolisian Resor Parigi Moutong melakukan pengejaran terhadap pelaku.
Namun, dalam pengejaran itu, dua anggota kepolisian terluka setelah baku tembak dengan anggota kelompok MIT. Atas dasar itu, tim Brigade Mobil Polda Sulteng memperkuat personel untuk melakukan pengejaran.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, Operasi Tinombala yang telah berlangsung sejak 2016 telah dihentikan pada Desember 2018. Alhasil, ratusan personel Polri yang diperbantukan dari berbagai provinsi telah dikembalikan.
"Operasi Tinombala sudah tidak melibatkan aparat kepolisian dalam skala besar dari Jakarta, jadi operasi sudah sepenuhnya diserahkan ke satuan organik Polda Sulteng. Meski begitu, Polda Sulteng tetap memperkuat jumlah personel di sejumlah wilayah terdampak untuk mengejar anggota MIT tersisa," ujar Dedi, Selasa (1/1/2019), di Jakarta.
Untuk melakukan operasi penegakan hukum kepada Ali, Polda Sulteng mengerahkan sekitar 120 personel tambahan. Mereka berasal dari Brimob Polda Sulteng, Kepolisian Resor (Polres) Poso, dan Polres Palu.
Dalam hasil pengejaran di sekitar wilayah tempat baku tembak pada Senin hingga Selasa kemarin, tim Polda Sulteng menemukan berbagai barang milik kelompok MIT, seperti 3 buah bom rakitan berbentuk lontong, sebuah teropong siang, 2 amunisi aktif kaliber 5,56 mm, 7 slongsong amunisi kaliber 5,56 mm, dan 3 toples platik berisi 9 biji kurma.
Dedi menambahkan, kondisi kelompok MIT tersisa masih melakukan pelarian ke arah hutan di wilayah Parigi Moutong dan Poso. Mereka memiliki beberapa senjata api rakitan dan senjata tajam yang digunakan untuk menyerang aparat keamanan serta masyarakat.
Meskipun hanya menyisakan kurang dari tujuh anggota, MIT dianggap masih berpotensi melakukan teror karena memahami kondisi di Poso dan sekitarnya. Ketujuh orang itu ialah Ali Kalora alias Ali ahmad, Qatar alias Farel, Abu Alim, Kholid, M Faisal alis Namnung, Nae alias Galuh, dan Basir alias Romzi.
Ia pun memastikan, kondisi kedua personel kepolisian yang tertembak telah membaik. Mereka mendapat perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng di Palu.
Sementara itu, pengamat terorisme, Al Chaidar, menilai, operasi pengejaran terhadap MIT perlu juga dibarengi dengan pendekatan lunak yang bertujuan mencegah penyebaran paham radikal kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi kelompok itu. Selain kepada masyarakat, aparat keamanan diharapkan melakukan pendekatan persuasif kepada para keluarga anggota MIT.
“Penegakan hukum yang berhasil dilakukan aparat keamanan harus dilengkapi dengan upaya antisipasi radikalisme di masa mendatang. Tujuannya, agar peristiwa hadirnya MIT tidak lagi terulang,” kata Chaidar.