JAKARTA, KOMPAS – Pembatasan kendaraan pribadi dengan sistem ganjil-genap dinilai tidak signifikan mendorong masyarakat untuk beralih ke moda transportasi umum massal. Penataan lalu lintas di DKI Jakarta perlu dilakukan secara komprehensif, mulai dari pembenahan angkutan umum massal hingga pembatasan kendaraan, termasuk sepeda motor.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 155 Tahun 2018, penerapan sistem ganjil-genap untuk mobil pribadi akan diperpanjang. Peraturan ini berlaku mulai 2 Januari 2019 tanpa batas waktu. Pembatasan masih berlaku di 10 ruas jalan di DKI Jakarta, antara lain Jalan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin, dan Jalan Jenderal Sudirman. Hasil kebijakan ini pun akan dikaji setiap tiga bulan.
Pengamat transportasi dan pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan perpanjangan sistem ganjil-genap saja tidak cukup untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi massal. Sistem ini akan berdampak signifikan jika pembatasan ruas jalan diperluas serta waktu pembatasan diperpanjang.
Ia menambahkan, Pemprov DKI juga perlu menerapkan strategi push and pull. Strategi pentaan ini dilakukan secara komprehensif, yakni dengan pemberlakuan jalan berbayar, pembatasan kendaraan bermotor, serta pembatasan parkir. “Di lain sisi, pemerintah juga perlu mendorong optimalisasi angkutan rel, integrasi antarmoda angkutan umum, serta penyediaan lahan parkir,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Daniel (27), warga Jakarta Utara berpendapat, meskipun jalan lebih padat dan butuh waktu lebih lama, ia memilih mencari ruas jalan lain yang tidak dibatasi ganjil-genap dibanding menggunakan transportasi umum. Menurutnya, transportasi umum saat ini belum memadai. Selain itu, petunjuk serta informasi integrasi antarmoda angkutan juga masih minim.
“Setelah turun dari halte tranjakarta atau kereta rel listrik (KRL) terkadang bingung menggunakan angkutan umum lain untuk sampai ke titik tujuan. Akhirnya tetap menggunakan ojek online (daring). Sangat membantu jika di dalam stasiun atau halte ada petunjuk rute angkutan atau bus umum yang dilewati,” katanya.
Pembatasan motor
Djoko mengatakan, pembatasan sepeda motor juga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam penataan lalu lintas. Lebih dari 70 persen komposisi kendaraan di DKI Jakarta adalah sepeda motor. Tujuan penataan transportasi tidak akan efektif jika penggunaan motor tidak dibatasi.
“Pemerintah jangan ragu melarang sepeda motor, misalnya dengan melarang motor melewati jalur utama. Kebijakan ini bukan melanggar hak asasi manusia. Membiarkan motor melewati jalur utama justru melanggar hak karena menimbulkan polusi udara serta risiko kecelakaan yang tinggi,” tuturnya.
Dewan Transportasi Kota Jakarta pun telah mengirimkan rekomendasi resmi soal perlunya pembatasan sepeda motor ke Pemprov DKI Jakarta pada November 2018. Pembatasan bisa dilakukan dengan pemberlakuan jalur khusus, penutupan jalan untuk sepeda motor, maupun menaikkan tarif parkir. Upaya ini dinilai penting untuk memenuhi target 60 persen pengguna transportasi massal di Jakarta pada 2030.
Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Polda Metro Jaya per Juli 2018 mencatat jumlah sepeda motor yang terdaftar di DKI Jakarta sebanyak 7.977.067 kendaraan. Jumlah ini meningkat dari tahun 2014 yakni 6,6 juta sepeda motor.
Terkait pembatasan sepeda motor, Mikael Bima (24) warga Jakarta Pusat yang sehari-hari menggunakan sepeda motor untuk bekerja di daerah Ciledug, Tangerang Selatan merasa tidak khawatir. Pembatasan ini pun tidak membuat dirinya ingin beralih menggunakan angkutan umum. “Banyak alternatif jalan kalau naik motor. Beberapa kali coba angkutan umum tidak nyaman, pasti berdiri dan berdesakan. Apalagi jam kerja,” ucapnya.
Secara terpisah, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko menyampaikan, pembatasan untuk sepeda motor akan dikaji berdasarkan peraturan dan regulasi yang berlaku. Saat ini, pemerintah berfokus memperluas dan memperbaiki infrastruktur transportasi umum massal. Cakupan aksesibiltas antartransportasi akan diperpendek sehingga lebih memudahkan masyarakat.
Rute bus Transjakarta pun akan terus ditambah. Pada 2018 sebanyak 33 rute tambahan disediakan sehingga total menjadi 155 rute. Jumlah tersebut ditargetkan bertambah 30 rute pada 2019 dan 30 rute lagi di 2020. Program integrasi moda transportasi Jak Lingko pun dinilai berhasil meningkatkan pengunaan angkutan umum. “Jumlah penumpang (Transjakarta) meningkat signifikan. Penumpang Tranjakarta pada 2019 ditargetkan 1 juta penumpang per hari,” katanya.
Jalan berbayar
Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas menilai, penerapan ERP (electronic road pricing) atau jalan berbayar akan efektif mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi. Sayangnya, program ini tidak juga terealisasi hingga saat ini.
Menurutnya, konsep ERP telah muncul sejak 2003 ketika Pemprov DKI Jakarta menyusun Pola Transportasi Makro (PTM) untuk penataan transportasi di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta kemudian mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 149/ 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Berbayar Elektronik. Pergub ini menjadi dasar bagi Dishub DKI untuk melaksanakan lelang pengelolaan ERP.
“Tetapi sampai sekarang nyatanya belum terealisasi. Proyek ini hanya berjalan di tempat karena proses tarik-ulur kebijakan antara Pemprov DKI dan KPPU. Sebaiknya jangkauan ERP diperluas ke jalan nasional, sehingga proses lelangnya dapat dilaksanakan oleh BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek),” ujarnya.
Sigit mengatakan, saat ini penerapan ERP masih dalam proses evaluasi teknis. Diharapkan sistem ini bisa diterapkan pada 2019. “Kita konsen menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Target ini sudah ditetapkan dalam kegiatan strategi daerah. Yang jelas, kita ingin sistem ini matang dan siap saat dijalankan nanti,” katanya.