PANDEGLANG, KOMPAS — Populasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, terancam berkurang, bahkan punah jika potensi tsunami susulan berskala besar menerjang pesisir Banten. Untuk itu, translokasi badak jawa mendesak dilakukan agar spesies sangat langka tersebut dapat bertahan.
Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Mamat Rahmat mengatakan, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan satu-satunya habitat badak jawa. ”Tsunami ini sebuah ancaman. Jika tidak ada lagi badak jawa di TNUK, spesies ini tak hanya punah secara regional, tetapi juga global,” ujar Rahmat saat ditemui di Kantor Balai TNUK di Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, Rabu (2/1/2019).
Menurut Rahmat, letusan Gunung Krakatau pada 1883 menyebabkan tsunami hebat. Jika tsunami sedahsyat itu kembali terjadi, badak jawa bisa terancam punah. Kekhawatiran tersebut disampaikan Rahmat setelah tsunami Selat Sunda melanda pesisir Banten dan Lampung, termasuk semenanjung Ujung Kulon, Sabtu (22/12/2018).
Rahmat mengungkapkan, dampak signifikan tsunami itu terhadap kehidupan badak jawa memang belum terjadi. Sebab, tsunami menghantam bagian utara semenanjung Ujung Kulon. ”Sedangkan Badak jawa terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan semenanjung Ujung Kulon,” kata Rahmat.
Rahmat menambahkan, petugas tidak menemukan adanya badak yang terkena tsunami. Namun, tsunami menghancurkan beberapa bangunan resor di dalam kawasan taman nasional dan sejumlah pohon. ”Jangkauan gelombang ke hutan bervariasi, ada yang 10 meter, 50 meter, hingga 100 meter. Tidak menyebabkan gangguan terhadap badak jawa, tetapi tetap merisaukan,” ucap Rahmat.
Luas total TNUK 105.694,46 hektar dengan 61.000 hektar adalah daratan dan sisanya perairan. Sementara luas daratan yang menjadi habitat badak jawa sekitar 40.000 hektar. Pada 2017, terdapat 67 badak jawa. Satwa itu bertambah dibandingkan 2015 sebanyak 63 ekor. ”Pada 2018, hewan itu diyakini bertambah karena terjadi kelahiran badak jawa. Kami akan menyampaikan kepastian tentang jumlah itu dalam waktu dekat,” ujar Rahmat.
Habitat lain
Untuk menjaga badak jawa dari ancaman kepunahan, kata Rahmat, dibutuhkan translokasi badak jawa ke lokasi lain atau semacam habitat kedua bagi badak jawa. ”Dulu, tsunami karena letusan Gunung Krakatau membuat semenanjung Ujung Kulon luluh lantak. Diperlukan solusi berupa cadangan badak jawa di habitat lain,” ungkap Rahmat.
Translokasi itu sudah dilakukan terhadap badak india dan afrika dengan hasil menggembirakan. ”Jumlah badak india dan afrika awalnya masing-masing belasan individu. Spesies-spesies itu sudah mencapai ribuan individu sekarang,” ujarnya.
Rahmat mengakui, habitat kedua bisa disediakan di Pulau Jawa, Sumatera, bahkan Kalimantan. Namun, dibutuhkan survei untuk mencari habitat tersebut. ”Di habitat baru, harus tersedia pangan badak jawa yang mencukupi dan air sepanjang tahun. Badak jawa memerlukan air untuk minum, mandi, dan menghindari parasit,” kata Rahmat.
Para pengambil kebijakan diminta memikirkan badak jawa. Satwa itu diharapkan tidak bernasib sama dengan harimau jawa yang telah dinyatakan punah. ”Ancaman tsunami itu riil. Diperlukan solusi. Itu harga mati. Kita cari sama-sama lahan untuk habitat kedua,” ucap Rahmat.
Project Leader Ujung Kulon WWF Indonesia Kurnia Oktavia mengatakan, habitat kedua badak jawa sangat mendesak untuk diwujudkan. ”Badak jawa di TNUK itu single population (populasi tunggal). Jadi, kalau semenanjung Ujung Kulon disapu tsunami, badak jawa tak punya habitat lain,” kata Kurnia.
Menurut Kurnia, habitat kedua badak jawa tengah dipertimbangkan untuk direalisasikan di dua lokasi, yakni Cikeusik di Kabupaten Pandeglang dan Cikepuh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Cikepuh dinilai lebih memadai sebagai habitat kedua. ”Meski demikian, tetap dibutuhkan penyesuaian. Cikepuh adalah lokasi latihan personel militer. Harus dilakukan kajian dulu,” kata Kurnia.
Nia mengatakan, pihaknya sedang menunggu surat keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai penunjukan tim untuk melakukan kajian itu. ”Saya yakin surat itu segera keluar, apalagi tsunami terjadi baru-baru ini. Kami mendukung pelaksanaan kajian itu dan siap dilibatkan,” ucap Kurnia. (BAY/NIA/PDS/E10/E17)