LAMPUNG SELATAN, KOMPAS – Pemerintah memastikan akan membangun 150 rumah bagi penyintas tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan pada tahap awal. Rumah baru itu dibangun di atas lahan seluas 2 hektar dan direncanakan selesai dalam waktu 3 bulan.
Bencana tsunami mengakibatkan 491 rumah warga di Lampung Selatan rusak berat. Saat ini masa tanggap darurat masih berlangsung hingga 5 Januari 2019. Sebelum masa tanggap darurat berakhir, penyintas bencana diimbau untuk tidak kembali ke kediaman mereka.
Pembangunan hunian baru bagi penyintas bencana menjadi satu hal yang dibahas Presiden Joko Widodo saat mengunjungi penyintas bencana di Lampung Selatan, Rabu (2/1/2019).
Dalam kunjungan itu, Jokowi didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuldjono, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.
Basuki mengatakan, pembangunan rumah diutamakan bagi warga yang rumahnya rusak berat. Menurut Basuki, banyak penyintas bencana yang tidak memiliki sertifikat tanah. Untuk itu, setelah pembangunan rumah rampung, juga akan dilanjutkan dengan pemberian sertifikat.
Untuk sementara, pembangunan rumah dilakukan di atas lahan seluas 2 hektar di Desa Way Muli Timur. Lokasinya sekitar 400 meter ke arah atas dari perumahan warga di Desa Way Muli Timur. “Untuk pembangunan rumah di Pulau Sebesi dan Sebuku saya harus cek dulu,” kata Basuki.
Basuki menjelaskan, rumah yang akan dibangun tersebut berukuran luas 45 meter persegi dengan luas tanah 100 meter persegi. Dengan demikian, kurang lebih ada 150 rumah akan dibangun di atas lahan tersebut.
“Pembangunan rumah mungkin akan makan waktu tiga bulan. Sementara hanya itu yang tanahnya sudah siap,” katanya.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Lampung Selatan Burhanuddin mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan taksiran nilai kerusakan rumah warga akibat tsunami kepada Kementerian PUPR, yakni sebesar Rp 57,2 miliar untuk seluruh 710 rumah yang mengalami kerusakan berat maupun sedang.
Meski sangat ingin pulang, Sahrudin (45), warga Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung Selatan, kebingungan karena rumahnya telah rata dengan tanah. Untuk sementara ia memilih bertahan di shelter pengungsian Lapangan Tenis Indoor, Kalianda, Lampung Selatan, sembari berharap ada bantuan perbaikan rumah dari pemerintah.
“Kalau mau kembali pun saya tidak tahu harus pulang ke mana,” ujarnya ketika ditemui di pengungsian.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pembangunan rumah bagi penyintas bencana dilakukan bersamaan dengan proses relokasi warga.
Hal itu karena rumah warga yang terkena tsunami dinilai terlampau dekat dengan bibir pantai. Untuk itu, pemerintah berniat merelokasi dan membangun rumah warga di tempat yang lebih aman.
“90 persen masyarakat ingin direlokasi di tempat yang agak tinggi. Mereka sudah tidak berani lagi tinggal di bibir pantai,” kata Jokowi.
Santunan
Dalam kunjungannya bersama Presiden Joko Widodo, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita juga menyampaikan uang santunan secara simbolis sebesar Rp 15 juta kepada tiga ahli waris. Dengan demikian, baru tujuh ahli waris korban meninggal tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan yang telah diberikan santunan. Padahal, Kementerian Sosial (Kemensos) mencatat, ada 119 korban meninggal di Lampung Selatan.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan, pemberian santunan kepada keluarga dari puluhan korban lain masih menunggu proses verifikasi dan validasi nama ahli waris dari setiap korban. “Kami, saat ini, hanya memiliki nama orang yang mengambil jenasah dari RSUD setempat. Dan mereka ini belum tentu ahli waris yang berhak,” kata Harry.
Proses verifikasi dan validasi ini akan dilakukan oleh tim dari Kemensos yang akan turun ke lapangan memastikan nama ahli waris yang sah, yang akan turun ke lapangan mulai pekan depan. Proses verifikasi dan validasi ini dilakukan setelah Dinas Sosial masing-masing kabupaten/kota memberikan daftar nama korban dan ahli waris kepada Kemensos.
Untuk itu, Harry mengatakan, Dinas Sosial dari masing-masing kabupaten/kota harus aktif untuk memutakhirkan data dan mengusulkannya ke Kemensos. “Apabila data yang disampaikan itu rapi, seperti saat pasca bencana Lombok kemarin, proses bisa berlangsung cukup cepat, mungkin satu bulan saja,” kata Harry.
Harry mengatakan, ahli waris dapat membantu mempercepat proses verifikasi dan validasi ini dengan cara melaporkan diri (self-reporting) kepada Dinas Sosial pemerintah setempat.