JAKARTA, KOMPAS—Rumah warga di permukiman kumuh rentan menjadi sasaran kejahatan. Permukiman kumuh di RW 17, Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, contohnya, itu bisa ada 10 rumah yang dibobol maling dalam enam bulan terakhir. Bahkan beberapa kasus pencurian yang pernah terjadi di permukiman itu tak memperoleh respons warga.
Sejumlah warga di RW 17, Muara Baru, itu pun mengungkapkan, komplotan penjahat yang beraksi membobol rumah warga itu tak hanya terjadi pada malam hari. Namun, aksi kejahatan itu juga bisa terjadi di tengah hari bolong.
Ferdinand Banase (36), salah satu warga yang rumahnya pernah dibobol maling ini mengungkapkan, aksi komplotan maling di lingkungan tempat tinggalnya itu tak pernah tanggung-tanggung.
Ferdinand pun memberikan contoh maling yang pernah beraksi di rumahnya, itu menggasak seluruh perabotan rumah tangga yang memiliki nilai ekonomi, mulai dari televisi, perangkat sound system, peralatan dapur, hingga uang tunai Rp 2 juta.
“Bahkan alat masak sampai tabung gas juga ikut digasak. Kalau saya total, barang yang dibawa maling itu lebih dari Rp 10 juta,” tutur Ferdinand, karyawan salah satu restoran di Jakarta Pusat, ini saat ditemui di rumahnya, di salah satu gang sempit di RW 17, Muara Baru, Rabu (2/1/2019).
Kejadian serupa juga dialami Jamy Rodimulae (63), warga gang Tembok Bolong, Muara Baru, pada Oktober lalu. Warung di rumahnya dibobol pencuri pada malam hari, saat Jamy tertidur lelap. Sejumlah bahan pokok senilai Rp 15 juta yang dijajakan di warungnya itu habis digondol pencuri.
"Saya pasrah saja, mau lapor polisi juga enggak mungkin dapat, orangnya sudah kabur," kata perempuan asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu.
Kurang peduli
Dolvin Irawati (28) warga lainnya pun mengungkapkan, meski lingkungannya dipadati pemukiman dan selalu ramai dengan aktivitas warga, namun kebanyakan warga tidak begitu mempedulikan kejadian di lingkungan sekitar. Akibatnya banyak kriminalitas yang terjadi di depan mata tetapi luput dari perhatian warga.
"Sepertinya orang di sini sudah biasa dan membiarkan saja (kriminalitas yang terjadi). Pernah ada maling yang ketahuan dan kabur ke belakang (permukiman). Ada banyak orang di situ tetapi mereka diam saja," katanya.
Hal serupa dikatakan Sony (25), warga lainnya yang baru setahun ini bermukim di salah satu rumah kontrakan di permukiman padat itu. Menurutnya, warga kurang peduli dengan kawasan sekitar karena kurangnya interaksi antarsesama warga.
"Tempat ini banyak kos-kosan, jadi tidak semua saling kenal. Ada yang tinggal satu sampai dua bulan, kemudian mereka keluar. Kemudian digantikan orang baru lagi," ucapnya.
Tak Terdata
Sementara itu, salah satu staf RW 17, Muara Baru, Irfan, mengatakan, wilayahnya didiami warga yang berjumlah 1.000 KK. Ia juga tidak bisa memastikan semua penduduk yang bermukim di wilayah RW 17 itu telah terdata.
Seperti permukiman kumuh pada umumnya, kawasan permukiman RW 17 Muara Baru pun dipadati hunian. Rumah satu sama lain berdiri berdempetan. Jalan yang tersedia di permukiman ini pun gang sempit yang hanya bisa dilalui sepeda motor.
Ahli Perkotaan dari Universitas Trisaksti, Yayat Supriyatna mengatakan, tingkat kekumuhan suatu wilayah biasanya identik dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran yang menjadi pemicu munculnya aksi kriminalitas. Namun, persoalan kriminalitas dapat ditekan jika masyarakatnya peduli untuk menegur atau melaporkan tindak pidana yang terjadi di wilayahnya.
"Tetapi semua tergantung peran warga bersama pemerintahan setempat seperti RT yang harus berani bertindak jika ada indikasi seperti kampung narkoba, perjudian, atau tempat penyimpanan barang kejahatan. Biasanya mereka takut melapor karena ditekan pelaku kejahatan," ucapnya.
Menanggapi maraknya kasus pencurian di wilayah Muara Baru, Kepala Seksi Humas Polsek Metro Penjaringan, Jakarta Utara, Inspektur Dua Polisi R Widi Sudiyatno, mengatakan, pihaknya akan meningkatkan patroli di malam hari khususnya wilayah rawan kriminalitas seperti Muara Baru. Pihaknya juga kini gencar membangun komunikasi dengan masyarakat setempat agar aktif melapor jika menjadi korban atau mengetahui suatu tindakan kriminalitas.
"Salah satu upaya menekan tindakan kriminalitas itu dengan cara membuat pelaku jera melalui hukuman yang berlaku. Tetapi bagaimana mau ditindak kalau masyarakat tidak melapor," katanya. (STEFANUS ATO)