2019 Harus Jadi Momentum Perbaikan Produktivitas Beras
Oleh
Madina Nusrat
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pencapaian sektor beras tahun 2018 dikatakan pengamat tidak begitu menggembirakan. Harga rata-rata beras medium sepanjang tahun 2018 cenderung tinggi, terutama di awal dan akhir tahun. Hal itu yang kemudian menyebabkan beras ikut menyumbang inflasi. Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memperbaiki keadaan ini.
Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor, Khudori, saat dihubungi Kompas Kamis (3/1/2019) mengatakan bahwa tahun 2019 ini adalah momentum yang baik untuk memperbaiki produktivitas beras. Ada beberapa hal yang perlu menjadi fokus perbaikan pemerintah, salah satunya menghitung luas lahan baku pertaninan dengan sebenar-benarnya.
“Luas lahan baku pertanian, khususnya sawah itu sangat penting. Jika memang ada yang salah sebaiknya segera diperbaiki dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya,” kata Khudori.
Pada Oktober 2018 lalu pemerintah mengumumkan luas baku sawah berkurang. Luas lahan itu berkurang dari 7,75 juta hektar pada tahun 2013, menjadi 7,1 juta hektar pada tahun 2018. Khudori menduga hal ini terjadi karena pemerintah tidak benar-benar menghitung secara langsung luas lahan pertanian yang ada. Padahal, luas lahan baku pertanian penting untuk memetakan kemampuan produksi dalam negeri.
Tiga bulan pertama di tahun 2018, harga rata-rata beras medium lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan HET, harga beras medium sebesar Rp 9.450 per kilogram, kemudian untuk beras premium sebesar Rp 12.800 per kilogram.
Menurut data Pusat Informasi Beras Cipinang, pada Januari 2018, harga rata-rata beras medium adalah Rp 11.320 per kilogram. Pada Februari dan Maret 2018 masing-masing harganya adalah Rp 11.125 per kilogram dan Rp 10.932 per kilogram.
Lonjakan harga beras yang melampaui HET selama awal 2018 itu disebabkan oleh keputusan pemerintah untuk tidak melakukan impor pada tahun 2017 akhir. Menurut Khudori kala itu pemerintah optimistis bahwa beras akan surplus dengan luas lahan pertanian yang diyakini.
Harga beras baru mulai turun pada April dan Mei 2018 menjadi Rp 10.143 per kilogram dan Rp 9.997 per kilogram. Hal itu dikarenakan impor beras yang dilaksanakan di bulan Januari 2018, itu baru tiba pada April 2018.
Pada Oktober dan November 2018 harga beras juga sempat naik menjadi Rp 10.135 dan Rp 10.997 per kilogram. Namun cenderung turun pada Desember menjadi Rp 10.227. Hal itu karena pada November dan awal Desember ada operasi pasar dari pemerintah dan Badan Usaha Logistik (BULOG).
Satgas Pangan dan Tim Sergap
Untuk menjaga stabilitas harga, pemerintah bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indinesia, Tentara Nasional Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan. Kedua hal ini dikatakan Khudori tidak memberikan dampak yang berarti terhadap stabilitas harga beras di tahun 2018.
Menurut Khudori, selama ini muncul pemahaman yang perlu diluruskan yaitu terkait asumsi produksi melimpah tetapi harga beras masih tinggi. Hal itu membuat pemerintah menduga ada permainan pasar, ada mafia dan pelaku kartel. Kemudian pemerintah membentuk satgas pangan untuk membereskan dugaan kartel.
Selain itu, Tim Serap Gabah Petani atau Tim Sergap juga dinilai tidak membawa pengaruh yang signifikan. Tim Sergap ini dibentuk agar semua gabah dari petani tidak disetorkan pada pihak manapun, kecuali kepada Badan Urusan Logistik (Bulog). Cara ini menurut Khudori berpotensi merusak pasar.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pemerintah menargetkan penyerapan gabah pada tahun 2018 sebesar 2,72 juta ton. Akan tetapi, realisasinya baru sampai pada 1,5 juta ton. Hal ini yang melatarbelakangi pendapat Khudori tentang belum signifikannya peran Tim Sergap .
Kebijakan lain yang menurut Khudori perlu dikaji ulang adalah terkait penetapan HET beras. Menurutnya, HET seharusnya ditetapkan hanya untuk beras medium. Sebab, selama ini beras medium adalah beras yang dicari atau dibutuhkan oleh kebanyakan konsumen. Sementara beras premium hanya orang-orang tertentu yang membeli.
Capaian BULOG
Sementara Bulog mengklaim selama tahun 2018 pihaknya berhasil menjaga ketersediaan pasokan dan menjaga stabilitas harga beras dan pangan pokok lainnya. Bulog melakukan beberapa hal untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yakni melalui stabilisasi harga dari hulu hingga ke hilir. Di sisi hulu, Bulog menyerap hasil produksi petani dalam negeri di seluruh pelosok Indonesia dan bekerjasama dengan tim Sergap. Adapun untuk upaya di hilir, Bulog melakukan pemeratan stok pangan ke seluruh pelosok Indonesia dan stabilisasi harga pangan melalui operasi pasar yang dilakukan sepanjang waktu.
Lewat siaran pers, pada Kamis siang, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyampaikan, Bulog berhasil menstabilkan harga pangan pokok seperti, beras umum, gula pasir , daging sapi, serta jagung. “Bulog memastikan ketahanan stok dapat terus terjaga. Operasi pasar akan terus dilakukan sehingga, tidak perlu ada kekhawatiran di masyarakat,” tulis Budi.
Budi menambahkan, hasil panen petani akan diserap sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan. (E18)