JAKARTA, KOMPAS — Bencana kebakaran mengintai Kota Jakarta. Nyaris setiap hari kebakaran menghanguskan bangunan warga dan fasilitas umum. Upaya sosialisasi belum benar-benar bisa mencegah terjadinya bencana ini.
Dalam seminggu terakhir, kecuali Jumat (28/12/2018), Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta melalui akun Twitter resminya, @humasjakfire, melaporkan setidaknya terjadi 15 kebakaran bangunan di Jakarta. Obyek kebakaran mulai dari rumah tinggal, rumah toko, lapak, hingga gudang. Akun ini melaporkan sedikitnya ada 6 korban meninggal akibat kebakaran sejak 27 Desember 2018 hingga 2 Januari 2019.
Kasus terbaru, Rabu (2/1/2019), satu ruko berlantai tiga di RT 006 RW 005 di Jalan Ciledug Raya, Kelurahan Cipulir, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, terbakar. Dua lansia meninggal akibat kejadian ini. Dugaan sementara dari Kepolisian Sektor Kebayoran Lama, kebakaran dipicu korsleting listrik.
Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Subejo mengatakan, kebakaran hampir setiap hari terjadi di Jakarta. Obyek kebakaran didominasi rumah tinggal dan dipicu oleh korsleting arus listrik.
”Umumnya kebakaran terjadi di daerah padat penduduk, seperti Tambora, Cengkareng, Penjaringan, dan Cakung,” kata Subejo di kantornya, Rabu.
Kepala Seksi Publikasi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Saepuloh menambahkan, setidaknya terdapat 56 lokasi rawan kebakaran di Jakarta. Lokasi itu mencakup sekitar 171 RW di 56 kelurahan.
Berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, pada Desember 2018, terdapat 136 kasus kebakaran dengan 5 korban meninggal dan 2 korban luka-luka. Obyek kebakaran yaitu 47 bangunan perumahan, 21 bangunan umum dan perdagangan, 1 bangunan industri, 10 kendaraan, 38 instalasi luar gedung, dan 19 obyek lainnya.
Adapun pada 2018 secara keseluruhan terjadi 1.751 kasus kebakaran dengan 24 korban meninggal (termasuk 1 petugas pemadam) dan 110 korban luka-luka (termasuk 11 petugas pemadam). Obyek kebakaran yaitu 511 bangunan perumahan, 279 bangunan umum dan perdagangan, 15 bangunan industri, 98 kendaraan, 451 instalasi luar gedung, dan 397 obyek lainnya.
Meningkat
Berdasarkan data kejadian bencana kebakaran Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta tahun 2013-2018, terjadi 8.053 kasus kebakaran. Kebakaran menyebabkan 173 korban meninggal (termasuk satu petugas pemadam) dan 715 korban luka-luka (termasuk 91 petugas pemadam). Total kerugian dari kebakaran dalam enam tahun itu ditaksir Rp 2 triliun.
Jumlah kasus kebakaran dalam periode itu berfluktuasi, tetapi cenderung meningkat. Pada 2013 hanya tercatat 997 kasus kebakaran. Sementara itu, pada 2014 dan 2015, kasusnya meningkat menjadi 1.094 kasus dan 1.569 kasus.
Pada 2016, kasusnya sempat menurun menjadi 1.171 kasus, tetapi pada 2017 melonjak lagi menjadi 1.471 kasus. Pada 2018, kasus kebakaran meningkat menjadi 1.751 kasus.
Dari data itu, obyek kebakaran bangunan perumahan mendominasi dengan rata-rata 451 rumah per tahun. Adapun pemicu paling banyak yaitu arus pendek listrik sebanyak 5.160 kasus selama enam tahun atau rata-rata 860 kasus per tahun.
Kesadaran
Menanggapi data itu, Subejo mengatakan, meningkatkan kesadaran warga menjadi tantangan. Meskipun pihaknya rutin memberikan sosialisasi mitigasi kebakaran, terutama di lokasi rawan, masih ada warga yang belum sadar.
Dalam hal instalasi listrik, misalnya, masih banyak warga yang memasang dan menggunakannya secara tidak aman. Warga masih banyak menggunakan colokan listrik secara bertumpuk, padahal tidak sesuai dengan kapasitas dan daya tahan alat. Sebagian warga juga masih abai dalam memeriksa dan merawat kabel-kabel listrik.
”Tidak mudah mengubah kebiasaan warga. Butuh waktu. Namun, kami tidak menyerah, akan terus-menerus memberikan sosialisasi,” ujar Subejo.
Subejo melanjutkan, selain sosialisasi, pihaknya juga membangun hidran mandiri, terutama di lokasi perumahan padat yang sulit dijangkau mobil pemadam kebakaran. Dengan hidran mandiri, warga bisa menanggulangi kebakaran sementara sembari menunggu petugas pemadam kebakaran. Namun, menurut Subejo, jumlah hidran mandiri masih terbatas di beberapa lokasi saja.
Saepuloh menambahkan, selain sosialisasi, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta juga mengadakan sejumlah terobosan. Sejak pertengahan tahun 2018, pihaknya mengadakan gerakan periksa instalasi listrik dan kompor gas. Selain instalasi listrik, pemicu lainnya dari kebakaran adalah meledaknya tabung gas kompor.
”Memang belum semua rumah termonitor, tetapi akan kami lakukan secara bertahap. Dengan gerakan ini, setidaknya warga jadi teringatkan untuk mencegah terjadinya kebakaran,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya Ikhsan Asaad mengatakan, pemasangan instalasi listrik dan penggunaan komponen kelistrikan yang tidak sesuai standar memang rawan menyebabkan arus pendek listrik dan memicu percikan api. Menggunakan colokan listrik secara bertumpuk bisa menyebabkan colokan itu panas dan memicu percikan api. Begitu juga dengan penggunaan komponen kelistrikan, seperti kabel, yang tidak sesuai kapasitasnya.
”Misalnya, kabel yang digunakan tidak cukup untuk menerima arus listrik yang besar. Ini juga rawan memicu percikan api,” ujarnya.
Meskipun sebenarnya wewenang PLN hanya sampai perangkat meteran listrik, Ikhsan tetap mengimbau warga untuk memasang instalasi listrik secara benar dan menggunakan peralatan yang sesuai kapasitas. (YOLA SASTRA)