JAKARTA, KOMPAS — Sistem peringatan dini yang tidak berjalan secara optimal memperoleh sorotan terus-menerus karena beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia setahun ini nyaris tak dapat diantisipasi. Akibatnya, banyak korban jiwa berjatuhan.
Salah satunya, alat pendeteksi dini yang terpasang di beberapa area rawan bencana alam sering kali tak berfungsi. Bahkan banyak pula kawasan rawan bencana yang belum dilengkapi alat pendeteksi dini bencana.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun berkomitmen melakukan pembaruan terhadap alat mitigasi bencana, termasuk siap memanfaatkan alat buatan anak Indonesia.
”Apa pun hasil karya anak bangsa, kalau ada kita manfaatkan. Tetapi kalau masih riset, maaf saja belum bisa. Kalau sudah bisa dioperasionalkan, bisa mendukung sistem yang ada di BMKG,” kata Kepala Deputi Geofisika BMKG Muhamad Sadly, Kamis (3/1/2019).
Bahkan, walau telah memiliki prototipe belum bisa diterima BMKG, harus dalam bentuk alat yang sudah terbukti. Harus melalui pengujian di Pusat Studi Gempa Nasional. Pasalnya, alat akan diintegrasikan dengan operasional yang ada saat ini. Ketakutan terjadi error pada sistem membuat BMKG harus berhati-hati.
Saat ini, sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami yang digunakan BMKG adalah Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Sistem ini memantau secara realtime aktivitas seismik dan gelombang laut serta deformasi kerak bumi dengan jaringan pengamatan gempa bumi dan tsunami.
Berdasarkan buku Standard Operating Procedure (SOP) Indonesia Tsunami Early Warning System, jaringan pengamatan itu ada enam, yaitu jaringan seismik InaTEWS, tide gauge, buoy atau tsunameter, Global Positioning System (GPS), desiminasi dan komunikasi InaTEWS, serta jaringan sirene.
Sadly menjelaskan, sistem ini dibarengi pemodelan berbasis kecerdasan buatan dengan 18.000 skenario. Dengan demikian, jika terjadi gempa tektonik di berbagai parameter bahkan yang mengakibatkan tsunami, BMKG bisa mengeluarkan peringatan dini.
Sayangnya, untuk tsunami yang diakibatkan longsor belum bisa dideteksi oleh BMKG dengan alat yang ada saat ini. Oleh karena itu, BMKG bersama pakar-pakar saat ini membangun skenario pada sistem sebelumnya.
Tawarkan alternatif
Peneliti Bidang Instrumen Kebencanaan Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bambang Widiyatmoko, menyampaikan alternatifnya, alat pendeteksi tsunami baru. Ia meyakini setelah melakukan penelitian laboratorium, alat tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi tsunami, baik yang disebabkan gempa tektonik maupun longsor bawah laut.
Bambang menawarkan laser tsunami sensor (LTS) yang dapat menggantikan buoy yang selama ini dimiliki Indonesia, tapi rusak akibat minim perawatan dan vandalisme oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Prinsip LTS adalah menjadi sensor perubahan tekanan air di bawah laut sehingga tsunami dengan penyebab apa pun dapat terdeteksi.
Sama seperti buoy, LTS juga dipasang di dasar laut. Namun, sistem pembacaannya ada di pantai yang terhubung menggunakan kabel fiber optik bawah laut yang banyak digunakan perusahaan telekomunikasi saat ini.
Pengiriman data dari sensor bawah laut ke sistem pembacaan dilakukan secara bergantian. Pengiriman dan penerimaan data dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua kabel fiber optik. Tergantung sistem yang direalisasikan nantinya.
”Tetapi kami belum berupa alat yang bisa dipakai, tapi kami hanya menyampaikan alternatif selain buoy, yaitu laser tsunami sensor yang telah teruji di laboratorium,” kata Bambang yang telah melakukan penelitian ini sejak 2005, tetapi tak direalisasikan karena minim biaya.
Untuk membuat sensor saja, Bambang membutuhkan biaya sekitar Rp 1 miliar. Ini di luar biaya kabel serat optik dan pemasangannya di laut. Namun, ia yakin biaya penggunaan LTS jauh lebih kecil dibandingkan menggunakan buoy karena alat ini dapat bertahan puluhan tahun. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.