JAKARTA, KOMPAS – Digitalisasi pembiayaan untuk usaha lapisan terbawah atau ultramikro, memiliki tantangan kesiapan sarana saat diterapkan di daerah terpencil. Hal ini tidak hanya terkait listrik dan telekomunikasi, tetapi juga aspek infrastruktur yang lebih luas.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengatakan hal tersebut di Jakarta, Kamis (3/1/2019). Ia memahami bahwa tujuan digitalisasi adalah untuk mengekspansi wilayah layanan perbankan. Tetapi, perlu dipahami bahwa spektrum kesiapan itu cakupannya sangat luas.
“Tidak hanya soal listrik dan telekomunikasi, tetapi juga terkait dengan infrastruktur akses jalan darat. Mulai jalan raya hingga adanya pelabuhan, hal itu turut membantu akses bagi pelaku usaha,” kata David.
Ia melanjutkan, kebutuhan akses jalan darat akan menjadi sangat penting, terutama saat taraf bisnis pelaku usaha di daerah mulai meningkat. Ketika permintaan dan pasar pelaku usaha di daerah sudah terbentuk, mereka akan memerlukan akses untuk menjual komoditas mereka ke daerah lain.
Hal itu, menurut dia, perlu dikoordinasikan secara intens dengan pemerintah daerah. Pemetaan terhadap kawasan prioritas juga diperlukan, agar potensi usaha di suatu daerah bisa terakselarasi lebih cepat.
David menambahkan, literasi warga terhadap ekonomi digital juga perlu dibangun. Angka penetrasi internet menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 mencapai 143,26 juta jiwa. Dengan angka sebesar itu, semestinya tidak sulit membangun literasi tersebut.
Pada Desember 2018, langkah digitalisasi pembiayaan usaha ultramikro diluncurkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Hal ini karena dari 58,9 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, sebagian besar tergolong sebagai usaha ultramikro (Kompas, 12/12/2018).
Sejumlah tekfin yang telah bermitra dengan Kementerian Keuangan masih menunggu kelanjutan dari langkah ini. Menurut Head of Public Policy PT Dompet Anak Bangsa (Gopay), Brigitta Ratih, pihaknya sedang mematangkan detil program ini bersama pihak kementerian.
Sementara itu, Corporate Communication Manager Bukalapak, Evi Andarini, mengatakan pihaknya sudah siap secara fasilitas teknologi. Di tahun 2019, Evi mengatakan kredit usaha bagi pengusaha ultramikro akan diberikan secara non tunai, dan akan digabungkan dengan teknologi transaksi antar gawai.
Selain itu, dua perusahaan tekfin mitra lain, yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (T-Money) dan PT Telekomunikasi Selular Tbk (T-Cash) juga memiliki fitur tersendiri dalam mendukung digitalisasi. Sebagai contoh, T-Cash memiliki metode pengiriman dana antar pengguna (peer-to-peer transfer), yang dapat digunakan untuk keperluan transaksi secara non tunai.
Pemerintah menunjukkan keseriusannya mendukung digitalisasi UMKM di Indonesia, yakni dengan menanggarkan alokasi pembiayaan usaha ultramikro sebesar Rp 3 triliun pada 2019. Pembiayaan ini berbeda dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) secara besaran pinjaman, dan menyasar kalangan yang tidak mampu mengakses perbankan.
Selain itu, mulai Rabu (2/1/2019), proyek jaringan tulang punggung Palapa Ring Paket Tengah dinyatakan siap untuk diujicoba. Proyek tersebut dapat memperbaiki kualitas jaringan telekomunikasi di 514 kabupaten atau kota pada pertengahan tahun 2019 (Kompas, 2/1/2019). (ADITYA DIVERANTA)