Dua Segmen Aktif Berpotensi Picu Gempa Kuat di Banda Aceh
Oleh
Zulkarnaini
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Dua segmen aktif, yakni Segmen Seulimeum dan Segmen Aceh yang melintasi Banda Aceh, Provinsi Aceh, sangat berpotensi menciptakan gempa dengan kekuatan sedang hingga kuat. Meski waktu gempa tidak bisa diperkirakan, mitigasi harus diperkuat untuk menekan risiko.
Peneliti dari Pusat Riset dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala Muksin Umar, Kamis (3/1/2019) menuturkan, Segmen Aceh terbentang sepanjang 232 kilometer dari Geumpang, Pidie, hingga ke Pulau Aceh, Aceh Besar. Sementara Segmen Seulimeum terbentang sepanjang 181 kilometer dari Geumpang-Pulau Weh, Sabang.
”Kedua segmen ini dalam kondisi aktif. Namun, kita tidak dapat memprediksi kapan gempa terjadi,” kata Muksin.
Banda Aceh yang berada di antara kedua segmen itu sangat memungkinkan mengalami kerusakan jika terjadi gempa. Segmen Aceh terakhir memicu gempa pada 1948 dan Segmen Seulimeum pada 1965. Namun, tidak tercatat kekuatan gempa saat itu.
Hingga 80 persen
Peneliti Ikatan Ahli Geologi Indonesia Provinsi Aceh, Ibnu Rusydy, yang pernah menyusun skenario potensi gempa di dua segmen itu, menyatakan, apabila gempa bumi dengan magnitudo 7 bersumber dari Segmen Aceh, diperkirakan bangunan di Banda Aceh akan mengalami kerusakan antara 40 persen sampai 80 persen. Sementara jika gempa bumi dipicu oleh Segmen Seulimeum, kerusakan bangunan di Banda Aceh diperkirakan mencapai 20 persen sampai 60 persen.
”Tingkat kerusakan bangunan ini akan memengaruhi jumlah korban akibat tertimpa bangunan,” kata Ibnu.
Ibnu mengatakan, apabila gempa yang dipicu oleh dua segmen itu terjadi pada malam hari, diperkirakan banyak korban berjatuhan di kawasan padat permukiman, seperti Kecamatan Kuta Alam, Syiah Kuala, dan Baiturrahman.
”Hasil penelitian itu merupakan perkiraan dengan kondisi terburuk dan semoga saja kita selalu siap agar mampu meminimalkan korban jiwa,” ujar Ibnu. Yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini, kata Ibnu, adalah mendidik mitigasi bencana bagi warga dan memastikan bangunan warga tahan gempa.
Yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah mendidik mitigasi bencana bagi warga dan memastikan bangunan warga tahan gempa.
Selain rawan gempa, Banda Aceh juga berpotensi terjadi likuefaksi seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah. Sebab, struktur tanah Banda Aceh terdiri dari aluvial yang rawan mencair jika terjadi guncangan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Teuku Ahmad Dadek menuturkan, warga Aceh harus menerima kenyataan bahwa hidup di atas tanah yang rawan gempa. Kondisi alam tidak bisa ditolak, tetapi warga harus bersahabat dengan alam.