JAKARTA, KOMPAS - Untuk mengantisipasi paparan paham radikal di sekitar wilayah Poso, Sulawesi Tengah, Kepolisian Negara RI meningkatkan program edukasi kepada masyarakat yang berpotensi teradikalisasi akibat bersinggungan dengan anggota dan simpatisan kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Pemerintah diharapkan mampu melibatkan mantan teroris Poso untuk menyebarkan ideologi kontra-radikal.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, selain penindakan melalui Satuan Tugas Operasi Tinombala bersama Tentara Nasional Indonesia, Polri juga telah menurunkan tim satuan pembinaan masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah yang bekerja sama dengan pemangku kepentingan setempat untuk melakukan program kontra-radikal.
”Tim itu telah bekerja untuk membimbing masyarakat agar tidak terpengaruh dengan situasi gerakan kelompok teroris,” ujar Dedi, Rabu (2/1/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Setelah pembunuhan RB alias A (34), warga Desa Salubangan, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, akhir pekan lalu, tim Polda Sulteng telah meningkatkan pengamanan di seluruh wilayah desa di Poso dan Parigi Moutong yang berbatasan dengan hutan. Pengamanan itu dilakukan oleh personel Bhabinkamtibmas Polri dan Babinsa TNI serta dibantu anggota Kepolisian Resor (Polres) Poso dan Polres Parigi Moutong.
Langkah itu dilakukan untuk menjamin keamanan aktivitas sehari-hari masyarakat. Sebab, mayoritas warga di kedua kabupaten itu bekerja di ladang atau sawah yang berbatasan dengan hutan, tempat persembunyian kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
”Penguatan personel itu juga dimaksudkan untuk memutus rantai distribusi logistik kelompok MIT,” kata Dedi.
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menjelaskan, radikalisme yang telah terjadi bertahun-tahun di Poso terkait erat dengan masalah sosial. Alasan seseorang terlibat terorisme tidak tunggal, ideologi hanya salah satu dari alasan itu.
”Oleh karena isu (Poso) ini sudah berlarut-larut dan banyak pemainnya, maka langkah paling utama ialah mendorong para mantan kasus Poso menjadi bagian dari penyelesaian masalah. Mereka idealnya terlibat aktif dalam aksi perdamaian,” tuturnya.
Huda menjelaskan, upaya- upaya perdamaian yang melibatkan para mantan narapidana kasus Poso sudah mulai bermunculan, seperti pembuatan film dokumenter Jalan Pulang, diskusi publik, dan gerakan kontra-radikal yang dilakukan para perempuan. Namun, gerakan tersebut harus terus ditingkatkan.
Saksi kunci
Terkait kasus pembunuhan RB, Dedi menambahkan, Polda Sulteng telah memeriksa saksi kunci yang melihat langsung peristiwa itu. Dari hasil keterangan saksi kunci tersebut, tim penyidik kepolisian telah memastikan anggota MIT yang membunuh RB.
”Motif sementara pembunuhan itu untuk menunjukkan eksistensi mereka (MIT). Tetapi, kami pastikan situasi telah kondusif dan pasukan TNI-Polri tengah mengejar mereka,” katanya.
MIT pimpinan Ali Kalora tersisa 10 orang. Mereka bersenjatakan tiga senjata api
rakitan, terdiri dari dua senjata api laras panjang dan sebuah senjata api laras pendek, serta sejumlah senjata tajam.