JAKARTA, KOMPAS - Laju inflasi indeks harga konsumen atau IHK di Jakarta menurun menjadi 3,27 persen sepanjang 2018. Penurunan tersebut berkat sejumlah kebijakan pemerintah provinsi dalam mengendalikan suplai kebutuhan pokok.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, laju inflasi sepanjang 2017 sebesar 3,72 persen. Kepala BPS DKI Jakarta Thoman Pardosi menyatakan, penurunan ini merupakan cerminan keberhasilan pemerintah provinsi dalam mengendalikan harga melalui pengaturan suplai.
Terkait penurunan angka inflasi ini, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi tim pengendali inflasi daerah (TPID). "TPID telah bekerja amat keras," ucapnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Menurut Anies, pemerintah provinsi telah berhasil mengendalikan harga komponen kebutuhan pokok. Dia menuturkan, strategi pengendalian tersebut telah dirumuskan sejak pertengahan 2018.
Pada saat itu, Anies meminta setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mendata kebutuhan sebagai bentuk rumusan permintaan provinsi. Selain itu, proyeksi kebutuhan setiap bulan juga didata.
Di sisi suplai, Anies berkoordinasi dengan badan-badan usaha milik daerah di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan yang telah terdata dalam rumusan permintaan tersebut. "Tidak boleh kaget kalau ada peningkatan demand yang bersifat musiman karena itu terjadi tiap tahun," katanya.
Karena bersifat musiman dan terjadi setiap tahun, pemerintah provinsi dapat mengantisipasi untuk tetap mengendalikan harga dengan menyeimbangkan permintaan dan suplai. Hal itu, menurut Anies, tercermin dari penurunan laju inflasi tahunan DKI Jakarta.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, laju inflasi tertinggi sepanjang 2018 terdapat pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, yakni sebesar 4,92 persen dibanding tahun sebelumnya. Pada 2017, laju inflasi kelompok ini sebesar 5,06 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kelompok bahan makanan berada di posisi kedua dengan laju inflasi sepanjang 2018 sebesar 4,72 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun komoditas yang mengalami inflasi pada akhir tahun 2018 meliputi, subkelompok telur dan daging ayam ras.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, inflasi kelompok bahan pangan di Jakarta merupakan imbas dari kenaikan harga telur dan daging ayam akibat meningkatnya harga jagung pakan yang terjadi secara nasional. "Masyarakat Jakarta terkena dampaknya karena tidak memiliki akses langsung ke produk peternakan," ucapnya.
Daya beli
Sementara itu, angka laju inflasi Jakarta sepanjang 2018 lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,13 persen. Thoman berpendapat, hal ini mencerminkan daya beli masyarakat Jakarta berada di atas rata-rata nasional.
Tingginya daya beli masyarakat Jakarta, menurut Thoman, disebabkan oleh keberhasilan pemerintah provinsi dalam mengendalikan harga. "Masyarakat dapat membeli barang dengan kuantitas yang lebih banyak karena harganya lebih murah," ucapnya.
Di sisi lain, Rusli menilai, daya beli masyarakat Jakarta lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional merupakan hal yang wajar karena berbanding lurus dengan pendapatan per kapitanya. Sementara itu, komoditas pangan di Jakarta tetap harus dipantau oleh pemerintah agar daya beli tetap terjaga.