Kaisar Akihito Sampaikan Salam Terakhir
Rakyat mengenang Kaisar Akihito sebagai kaisar cinta damai, yang peduli terhadap kaum disabilitas dan minoritas.
TOKYO, RABU—Dihadiri sekitar 150.000 orang, Kaisar Akihito menyampaikan pidato Tahun Baru yang terakhir pada hari Rabu (2/1/2019). Akihito merasa lega segera menyerahkan takhta tanpa melihat adanya perang selama era kekaisarannya.
Pidato Tahun Baru Kaisar Akihito itu sekaligus merupakan pidato merayakan ulang tahunnya yang ke-85 yang jatuh pada 23 Desember lalu. Kaisar yang naik takhta menggantikan ayahnya, Hirohito, yang wafat pada 1989, segera akan mengundurkan diri pada 30 April 2019. Putra tertuanya, Naruhito, akan menggantikan Akihito sebagai kaisar.
”Saya berdoa untuk perdamaian dan kebahagiaan rakyat di negeri kita dan juga di dunia”, demikian antara lain pidato yang disampaikan Akihito di depan publik di Istana Kaisar, di Tokyo. Pihak Istana mengatakan, sebanyak 154.800 orang menggunakan kesempatan terakhir itu untuk menyaksikan pidato terakhir Kaisar. Jumlah yang hadir dalam acara itu merupakan yang terbesar selama ini sejak Kaisar Akihito naik takhta.
Di bawah Akihito, istana menjadi lebih terbuka. Setidaknya dua kali dalam setahun rakyat berbondong-bondong datang merayakan ulang tahun kaisar dan merayakan Tahun Baru. Akihito merupakan kaisar pertama yang dinobatkan di bawah konstitusi cinta damai Jepang. Kaisar tidak mempunyai kekuasaan politik, dia hanya simbol negara. Meski demikian, melalui takhta simboliknya, Akihito bisa menciptakan kesadaran masa lalu Jepang pada era perang. Citranya sebagai pencinta perdamaian dan kepeduliannya terhadap korban bencana, kaum disabilitas, dan minoritas bisa mengambil hati publik.
Akihito dianggap pembaru dan berpandangan modern. Dia tak segan meminta maaf atas agresi yang pernah dilakukan Jepang pada masa perang. Akihito juga berpandangan lebih terbuka terhadap pekerja asing. Beberapa waktu lalu, dia menyampaikan harapan agar rakyat menerima pekerja asing sebagai bagian dari masyarakat.
Bersama istrinya, Michiko, yang berasal dari orang biasa, Kaisar Akihito sering berkeliling dan mengingatkan rakyat tentang masa-masa sulit saat terjadi perang. Dia mengatakan betapa penting untuk tidak melupakan mereka yang gugur dalam perang dan menyampaikan hal ini kepada mereka yang lahir setelah perang.
Kepeduliannya terhadap akibat perang tak lepas dari pengalaman masa lalunya. Akihito masih berusia 11 tahun ketika dia mendengar suara ayahnya mengumumkan Jepang menyerah pada Perang Dunia II melalui radio. Dia lari ke bukit ketika delapan pesawat perang Amerika Serikat melintas di atas dan melompat ke bungker yang belum jadi.
Secara khusus, dia menaruh kepedulian terhadap Okinawa, kota di bagian selatan Jepang yang dikuasai Amerika hingga 1972. Akihito sendiri hampir diterjang bom molotov di kota ini saat berkunjug pada 1975 ketika ayahnya masih menjadi kaisar. Bersama istrinya, Akihito mempelajari sejarah dan kultur kota ini dan sering mengunjungi Okinawa.
Alasan kesehatan
Pada 2016, rakyat dikejutkan ketika terbetik kabar Kaisar akan mengundurkan diri karena alasan usia dan masalah kesehatan. Sejak 1817, belum pernah terjadi kaisar mundur selagi masih hidup. Proses pengunduran diri memakan waktu cukup lama sampai akhirnya pada Mei 2017 parlemen memberi persetujuan.
Akihito diketahui merupakan penyintas kanker. Tahun 2003, dia menjalani operasi kanker prostat. Dia juga menjalani operasi bypass jantung pada 2012.
Putra mahkota Naruhito yang merupakan putra tertua Akihito diharapkan akan mulai bertugas pada 1 Mei.
Jepang merupakan salah satu negara monarki tertua di dunia. Berbeda dengan sejumlah kerajaan, sampai kini Jepang belum membolehkan perempuan menjadi kaisar.
(AFP/AP/REUTERS/RET)