Kawasan Kota Tua Panen Sampah
JAKARTA, KOMPAS — Pengunjung kawasan wisata Kota Tua, Jakarta Barat, acap kali meninggalkan sampah yang dibuang sembarangan. Jika pada hari biasa ada sembilan petugas kebersihan setiap giliran kerja, pada libur Natal dan Tahun Baru ini dikerahkan 14 petugas kebersihan.
Sejak memasuki musim libur ini, jumlah wisatawan Kota Tua melonjak. Ironisnya, lonjakan pengunjung tersebut berbanding lurus dengan produksi sampah. Jika hari biasa sampah yang diangkut sebanyak empat gerobak sampah, pada hari libur bisa enam gerobak.
Menurut Ketua Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Norviadi S Husodo, kenaikan jumlah pengunjung terjadi sejak memasuki libur Natal atau tanggal 22 Desember 2018. Rata-rata jumlah pengunjung yang datang lebih dari 50.000 orang per hari. Puncaknya pada 1 Januari 2019 dengan jumlah pengunjung mencapai 120.000 orang.
”Kemungkinan karena malam Tahun Baru hujan deras akhirnya banyak yang datang pada 1 Januari,” ujar Norviadi di Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa untuk menangani sampah yang selalu bertambah banyak saat musim liburan menyiapkan 53 petugas kebersihan yang dikenal dengan pasukan SBR (siap, bersih, rapi). Petugas SBR tersebut dibagi dalam tiga giliran kerja untuk membersihkan sampah kawasan wisata Kota Tua, dimulai pukul 06.00.
Salah satu petugas SBR, Irfan Mandalika (32), mengungkapkan, selama ini kesadaran pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya sangat kurang. Sampah biasanya paling banyak ditemukan pada malam hari atau setelah bubarnya pengunjung.
”Banyak sampah dibuang di pot-pot tanaman, bawah pohon, dan sudut tembok bangunan. Paling capek bersihin sampah puntung rokok yang dibuang di sela-sela paving,” kata Irfan, yang ditemui saat menyapu sampah di bagian taman Kota Tua sekitar pukul 22.00.
Sementara Noviardi menambahkan, petugas kesebersihan tersebut membersihkan wilayah dalam wisata Kota Tua, seperti lorong-lorong dan bagian halaman depan Museum Fatahillah. Untuk sampah di trotoar bagian luar merupakan tanggung jawab dari petugas dari Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU).
Solusi
Banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di area trotoar luar kawasan Kota Tua turut menyumbang produksi sampah. ”Kami sedang memikirkan solusi yang tepat dan manusiawi untuk mengatasi para PKL tersebut,” katanya.
Pada pukul 22.00, kawasan wisata Kota Tua ditutup yang menandai juga bubarnya pengunjung ataupun pedagang di area luar. Saat itulah petugas SBR mulai menyapu sampah-sampah yang ditinggalkan pengunjung di area taman dan lorong-lorong. Sampah botol plastik minuman, bekas wadah mi instan, kantong plastik, sampai sedotan plastik dimasukkan ke dalam gerobak sampah.
Area yang mulai terlihat bersih tersebut terlihat kontras dengan keadaan yang ada pada bagian trotoar luar. Sampah plastik bekas makanan, tisu, dan lainnya masih tercecer di sisi jalan sekitar Jalan Lada.
”Kami di sini bayar uang kebersihan Rp 2.000 sampai Rp 5.000,” kata salah satu PKL, Pahkur Amir (51), yang berjualan di area trotoar Jalan Lada. Namun, saat ditanya lebih lanjut kepada siapa yang menarik retribusi tersebut, ia memilih diam.
Pahkur menyadari bahwa berjualan di area tersebut dilarang meski harus berulang kali diusir oleh satuan polisi pamong praja. ”Di mana ada keramaian, di situ saya dagang,” ujarnya.
Hal serupa dikatakan juga oleh Asep (25), seorang pedagang telur gulung, yang merasa lebih ramai saat berjualan di area Kota Tua meski banyak saingan dari pedagang yang lain, baik yang sudah lama atau yang baru.
”Biasanya ada pedagang yang pindahan dari Monas atau Pasar Asemka karena di sana sudah tutup,” kata Asep. (FRANSISCA NATALIA)