JAKARTA, KOMPAS – Warga penerima manfaat Kartu Jakarta Pintar Plus mengapresiasi program subsidi yang dirumuskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Kebutuhan pokok dan pendidikan warga dapat terpenuhi dengan dana subsidi yang rutin cair setiap bulan. Namun, transparansi dan pengawasan KJP Plus perlu diperhatikan.
Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, dipadati warga Jakarta yang hendak membeli kelengkapan sekolah seperti seragam, sepatu, dan alat tulis pada Kamis (3/1/2019). Sebab, para orang tua tengah mempersiapkan anaknya kembali ke sekolah di semester II tahun ajaran 2018/2019 yang dimulai Senin (7/1/2019).
Terlepas dari gangguan transaksi yang kerap terjadi karena pasar tengah ramai-ramainya, para orang tua yang anaknya memegang KJP Plus merasa puas dengan adanya subsidi tersebut. Nani (37), warga Tanah Abang, Jakarta Pusat, merasa bersyukur karena KJP Plus membantu penghidupan keluarganya setelah suaminya menderita diabetes.
Subsidi bulanan sangat membantu pemenuhan kebutuhan pokok, terutama dengan adanya paket sembako yang mencakup beras, daging sapi, daging ayam, ikan kembung, telur ayam, dan susu seharga Rp 106.000. Bahkan, performa belajar anaknya yang duduk di kelas IV Sekolah Dasar dinilainya meningkat.
"Alhamdulillah ada bantuan KJP Plus. Sejak ada KJP Plus anak saya semangat belajar, soalnya sepatunya baru, barang-barangnya bagus kayak temen-temennya. Alhamdulillah pokoknya," kata Nani.
Suprapti (48) yang ditemui setelah keluar dari bilik anjungan tunai mandiri (ATM) Bank DKI Pasar Palmerah juga sangat bersyukur dengan adanya KJP Plus. Bantuan konstan didapatkannya sejak Haikal, putranya yang duduk di kelas V SD
Putranya, Haikal yang duduk di kelas 5 SD telah menjadi pemegang KJP sejak kelas 1 SD. Suprapti pun senang dan bersyukur dengan adanya kartu subsidi dari Pemprov DKI itu. "Lumayan banget, saya bisa beli seragam, beli buku, juga beli susu. Alhadulillah ada bantuan dari pemerintah," ujarnya.
Menurut dia, dana subsidi tidak pernah terlambat cair di rekening Haikal setiap bulan. Namun, waktu pencairan tidak pasti, biasanya tanggal 5 atau 10 setiap bulan. Ia pun menarik Rp 100.000 untuk uang jajan Haikal, sedangkan sisanya digunakan untuk belanja kebutuhan pokok.
Santi (34) yang datang dengan Luki (11), putra sulungnya, membeli seragam dan sepatu dengan KJP Plus. Menurut dia, dana subsidi selalu turun tepat waktu setiap bulan. KJP Plus dua anaknya pun dapat digunakan untuk membeli keperluan sekolah dan sembako. Tarik tunai sebesar Rp 100.000 juga dapat dilakukan kapan saja.
Adapun Nuraini (35) yang ditemui di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, puas dengan subsidi KJP Plus. Sebab, transaksi debit di hari-hari biasa terbilang lancar, sementara uang selalu cair setiap bulan secara rutin. Ia paling sering menggunakannya untuk paket sembako dari kuota transaksi non tunai Rp 150.000.
Di sisi lain, Ida (55), pemilik gerai kain di Pasar Palmerah, mengatakan anaknya yang menempuh pendidikan di sekolah swasta di Tanjung Duren, Jakarta Barat, terlambat mendapatkan KJP Plus. Saat ini, ia memasuki paruh kedua kelas XII. Menurut Ida, hal itu disebabkan oleh sekolah yang salah persepsi mengenai keadaan ekonomi keluarganya.
Evaluasi
Komisioner Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, pihaknya menilai KJP Plus sudah berjalan dengan baik. Namun, tiga hal perlu diperbaiki. Pertama, pemprov DKI Jakarta perlu memperjelas kapan waktu pencarian.
“Masyarakat saat ini masih bingung, jadi sebaiknya diumumkan tanggal pastinya. Perlu dipastikan juga tidak ada penumpukan dana subsidi karena tanggal yang dapat berubah-ubah,” kata Teguh.
Kedua, Teguh menilai Dinas Pendidikan DKI Jakarta perlu dilibatkan dalam penentuan siapa warga yang pantas menerima KJP Plus. Saat ini, kewenangan tersebut dipegang oleh sekolah sehingga penentuan rawan menjadi sangat subjektif. “Harus ada pantauan berlapis,” ujarnya.
Ketiga, indikator penerima KJP Plus masih belum jelas. Beberapa syarat seperti siswa tidak boleh memiliki ponsel seharga di atas Rp 1 juta atau lemari es di rumah dianggap Teguh sedikit absurd.
“Sekarang, kan, handphone yang harganya di atas Rp 1 juta itu sudah biasa. Bagaimana kalau siswa itu dapat hadiah dari pamannya atau dari sumber lain? Ini harus diperhatikan,” papar Teguh.
Per September 2018, dengan anggaran Rp 1,821 triliun, pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat memberikan subsidi bagi 805.015 siswa SD, SMP, dan SMA/SMK, Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), serta Lembaga Kursus Pelatihan (LKP). Jumlah tersebut meningkat dengan adanya 124.969 peserta baru. (Kristian Oka Prasetyadi)