JAKARTA, KOMPAS - Pengembangan sektor syariah dan industri halal semakin menantang karena Indonesia masih menjadi negara importir. Untuk bisa bersaing di pasar global, peta jalan pengembangan sektor riil syariah yang sudah tuntas disusun akhir 2018, mesti segera direalisasikan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menuturkan, pemerintah sudah menyelesaikan peta jalan pengembangan sektor riil syariah pada akhir tahun 2018. Peta jalan tersebut melengkapi rumusan pengembangan keuangan syariah yang diluncurkan pada 2015.
Peta jalan, lanjut Bambang, berisi langkah-langkah menjadikan sektor riil sebagai penggerak keuangan syariah. Tujuannya agar keuangan syariah, baik perbankan maupun pasar modal, memiliki basis sektor riil yang kuat sehingga bukan sekadar pelengkap dari keuangan konvensional. Salah satu sektor riil yang menjadi unggulan, yaitu pengelolaan makanan dan minuman.
“Ini tinggal diperkuat sertifikasi halalnya sehingga menjadi produk makanan halal yang bisa diterima di seluruh negara. Sertifikasi ini bisa memperkuat pasar ekspor,” kata Bambang seusai melantik direktur eksekutif dan direktur Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Nilai ekspor makanan-minuman (tanpa minyak kelapa sawit) Indonesia pada 2017 mencapai 11,51 miliar dollar AS atau tumbuh 10,35 persen dari tahun sebelumnya. Neraca dagang produk makanan-minuman pada 2017 tercatat surplus 1,63 miliar dollar AS.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah. Potensi ekonomi syariah terlihat dari semakin meningkatnya populasi muslim dunia yang diperkirakan mencapai 27,5 persen dari total populasi dunia pada 2030. Peningkatan populasi akan mendorong pertumbuhan permintaan produk halal.
Kendati belum memainkan peran strategis dalam industri halal global. Ekspor produk halal Indonesia meningkat 19,2 persen pada 2017, dari tahun sebelumnya yang sebesar 29,7 millar dollar AS. Peningkatan ekspor produk halal ini akan mengurangi defisit transaksi berjalan yang kini membebani neraca pembayaran Indonesia.
Defisit neraca perdagangan yang semakin dalam akan mendorong defisit transaksi berjalan ke level di atas 3 persen produk domestik bruto pada akhir 2018. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada triwulan III-2018, defisit transaksi berjalan 3,37 persen PDB. BI memperkirakan, defisit transaksi berjalan 2,5 persen PDB pada 2019.
“Indonesia masih sebagai importir, inilah tantangan besar bagi kita semua. Bagaimana mencari strategi agar tidak lagi menjadi importir, tetapi juga eksportir,” kata Bambang.
Direksibaru
Sementara itu, terkait KNKS, Bambang melantik Ventje Rahardjo Soedigno menjabat sebagai Direktur Eksekutif dan lima direktur manajemen KNKS.
Mereka adalah Direktur Bidang Hukum dan Standar Pengelolaan Keuangan Syariah Taufiq Hidayat, Direktur Bidang lnovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan lnfrastruktur Sistem Keuangan Syariah Ronald Rulindo.
Selanjutnya, Direktur Bidang Keuangan lnklusif, Dana Sosial Keagamaan, dan Keuangan Mikro Syariah Ahmad Juwaini, Direktur Bidang Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah Sutan Emir Hidayat, serta Direktur Bidang Promosi dan Hubungan Eksternal Afdhal Aliasar. Proses seleksi direksi baru KNKS ini pada Oktober-Desember 2018.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2016, KNKS dipimpin oleh Presiden, dan dibantu oleh Wakil Presiden. Adapun Menteri PPN/Kepala Bappenas bertugas sebagai sekretaris Dewan Pengarah.
Ventje mengatakan, direksi KNKS baru akan mematangkan beberapa hal yang akan menjadi prioritas pada 2019. Salah satunya adalah penguatan infrastruktur dan pendalaman pasar keuangan syariah. Beberapa bank dan asuransi syariah akan diperkuat untuk mendorong keuangan inklusif.
“Langkah konkretnya akan kita rumuskan dalam waktu dekat,” katanya.
Pada 2018, Presiden bersama dewan pengarah KNKS merumuskan program percepatan (quick wins) untuk sektor keuangan syariah, ekonomi syariah, dan kerjasama internasional.
Program percepatan keuangan syariah mencakup pembentukan bank BUMN syariah skala besar, meningkatkan pertumbuhan efek syariah dan penerbitan sukuk daerah, perluasan Iembaga keuangan mikro, reformasi zakat untuk mendukung pengentasan kemiskinan, sensus tanah wakaf, serta pemberdayaan dana haji.
Adapun program percepatan ekonomi syariah, yaitu percepatan penyelesaian Peraturan Presiden (PP) tentang Jaminan Produk Halal, serta PP tarif dan biaya sertlfikasi halal, dan penyusunan rencana induk strategi nasional pengembangan ekonomi syariah.