INDRAMAYU, KOMPAS - Pekerja migran Indonesia kembali dilaporkan tewas. Nurhidayati Wartono Surata (34), ditemukan tewas di kamar 81, Hotel Golden Dragon, Geylang, Singapura dengan luka cekikan di lehernya, Minggu (30/1/2018).
Menurut rencana, almarhum Nurhidayati akan dibawa ke tanah air pada Kamis (3/1). Sebelum dimakamkan, jenazah ibu anak satu itu akan disemayamkan ke rumah duka di Blok Gandok, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Di desa yang dikenal punya warga pekerja migran ini juga, jenazah Nurhidayati bakal dimakamkan.
Kabar duka itu datang pada Senin (31/12) pukul 15.00. Ayah tiri Nurhidayati, Muradi, ditelpon perwakilan Kedutaan Besar RI di Singapura yang memberitahu putrinya tewas. Jenazahnya sudah dibawa ke rumah sakit.
"Diduga dibunuh," katanya.
Kabar itu seperti jadi jawaban rasa ingin tahu Warsem (53) pada kabar anak ketiga dari lima bersaudara itu. Pada Minggu pagi, ia masih berhubungan lewat telepon. Namun, Minggu malam, beberapa kali panggilan telepon tak diangkat lagi.
"Itu tidak biasa. Dia selalu angkat telepon saya," kata Warsem.
Warsem mengatakan, dalam pembicaraan terakhir di telepon, Nurhidayati mengatakan hendak menemui AS (30), kekasihnya. Dia hendak membayar hutang Rp 5 juta sebelum berencana pulang ke Indonesia pada 15 Januari 2019.
"Itu kabar terakhir dari dia," katanya.
CintaSegitiga
Belum ada pasti mengenai pelaku dan motifnya. Namun, Warsem mengatakan, Nurhidayati tengah berada dalam pusaran cinta segitiga. AS, lelaki asal Bangladesh, enggan berpisah meski sudah dijodohkan dengan perempuan pilihan keluarganya.
"Anak saya sering bilang diancam dibunuh bila tidak mau dijadikan perempuan simpanan AS. Sampai pernah Nurhidayati mau dilempar dari lantai empat apartemen oleh AS," ucap Warsem.
Warsem mengatakan, pernah meminta anaknya melaporkan kasus ini pada pihak kepolisian setempat. Namun, Nurhidayati menolak karena takut dipecat majikannya. Apalagi dia sudah nyaman bekerja di sana.
Nurhidayati bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura sejak 2012. Sudah tiga kali dia ganti majikan. Kata Warsem, semuanya baik-baik saja.
"Dia anak yang periang, centil, dan cerewet. Menyenangkan. Kawan Curhatnya ya cuma sama saya. Apalagi setelah dia bercerai. Dia sempat bilang ngga mau buru-buru nikah lagi. Mau membesarkan anak dulu sampai lulus kuliah," kata Warsem.
Muradi membenarkan. "Sama saya hampir tak pernah telepon. Kalau nelpon saya paling nanyain, renovasi rumah sudah jadi belum. Bahan bangunan kurang tidak. Minta ditalangi dulu kalau kurang," ucapnya.
TulangPunggung
Muradi dan Warsem mengakui, Nurhidayati menjadi tulang punggung ekonomi keluarga mereka. "Yang paling banyak membantu keuangan keluarga di antara anak-anak kami, ya dia," kata Warsem.
Nurhidayati sempat menikah dengan seorang pria selama tujuh tahun tapi cerai. Dari pernikahan ini, dia dikaruniai anak, Wisnu Prayogi (11), kelas lima SD.
Dari hasil bekerja di Singapura, Nurhidayati mampu membeli rumah dan tanah yang lokasinya tak jauh dari rumah orangtuanya.
"Baru selesai direnovasi Desember lalu. Habis sekitar Rp 100 juta," ujar Muradi yang diserahi tanggungjawab merenovasi rumah Nurhidayati.
Menurut Muradi, Nurhidayati masih punya cita-cita membangun lagi rumah kecil untuk dirinya. "Jadi rencananya, rumah yang baru selesai dibangun ini untuk anaknya. Terus mau bangun lagi rumah lebih kecil untuk masa tuanya," tutur Muradi.
Ketua Keluarga Migrant Indonesia, Darwinah (37) berharap Pemerintah Singapura dan Pemerintah Indonesia mau membantu memberi tunjangan pendidikan bagi anak semata wayang Nurhidayati.
Sampai Rabu malam, tidak hanya Darwinah yang datang. Rumah duka masih dikunjungi banyak tetanganya. Ucapan belasungkawa melayang di sana menunggu alamarhumah datang.