SUKABUMI, KOMPAS Keterbatasan lahan dan desakan kebutuhan hidup warga mendorong maraknya pemanfaatan lereng terjal menjadi sawah di Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Ironisnya, kondisi ini memicu longsor dan menghancurkan kehidupan warga.
”Padi kurang cocok ditanam di lahan miring. Namun, warga tak punya lahan lain,” ujar sesepuh adat Kasepuhan Sinar Resmi Abah Asep Nugraha di Sukabumi, Rabu (2/1/2019).
Desa Sirnaresmi berada dalam wilayah Kasepuhan Adat Sinar Resmi. Kasepuhan adat ini sejatinya menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan. Namun, kontur lahan didominasi perbukitan, membuat warga sulit mencari lahan datar untuk jadi area persawahan.
Asep menuturkan, permukiman di sekitar lokasi longsor dibuka tahun 1941. Saat itu, warga hanya menanam padi di lahan datar. Namun, awal 1960-an, warga mulai bertani di lereng. Alasannya, kebutuhan lahan pertanian meningkat seiring pertambahan penduduk.
Ke depan, Asep mengatakan, pihaknya dan pemerintah akan duduk bersama membahas nasib penyintas, terkait relokasi dan mata pencarian. Hal ini untuk menjaga nilai adat yang diwariskan turun-temurun.
Salah satu nilai adat adalah menjaga keseimbangan alam. Contohnya, menerapkan penanaman padi sekali setahun.
Akan dikonservasi
Pemanfaatan lahan, terutama di kawasan lereng, akan ditinjau ulang. Menurut Asep, tingginya debit air di musim hujan memicu longsor. ”Padahal, lahan pertanian diberi waktu istirahat sebelum ditanami lagi. Namun, alam punya cara sendiri menjaga keseimbangan. Manusia harus arif menyesuaikan. Menurut rencana, lereng tersebut akan ditanami tanaman berakar kuat,” ujarnya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil yang datang ke lokasi kejadian mengatakan, pihaknya masih fokus pada masa tanggap darurat. Saat ini, ada 20 korban longsor belum ditemukan. ”Dalam penanganan bencana, ada tahap tanggap darurat dan rekonstruksi. Wacana relokasi lebih tepat dibahas saat masa rekonstruksi,” ujarnya.
Kamil berencana mengonservasi bukit longsor setinggi sekitar 200 meter itu.
Menurut dia, banyak wilayah di Jabar rawan longsor. Dari 1.560 kejadian bencana di Jabar pada 2018, 550 kejadian di antaranya bencana longsor. Kawasan rawan longsor berada di wilayah Jabar bagian tengah ke selatan yang didominasi perbukitan. Jabar bagian tengah ke utara cenderung rawan banjir.
Kamil didampingi Bupati Sukabumi Marwan Hamami dan Kepala Kepolisian Daerah Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto.
Sementara itu, proses evakuasi terus berjalan. Selain TNI, ada personel polisi, SAR, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sukabumi, dan sukarelawan. Untuk mempercepat pencarian, dikerahkan dua ekskavator dan dua pompa air berbahan bakar diesel.
Komandan Distrik Militer 0622/Kabupaten Sukabumi Letnan Kolonel Haris Sukarman mengatakan, sejauh ini ditemukan 13 orang meninggal dan diperkirakan ada 20 orang lain tertimbun lumpur tebal dan reruntuhan rumah.
”Kerugian materiil berupa 30 rumah rusak berat, puluhan ternak mati, dan 25 lumbung padi hancur,” katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei mengatakan, cuaca tidak menentu dan ancaman longsor susulan menjadi kendala evakuasi korban.
Willem mengecek ketersediaan peralatan dan obat-obatan. Tim SAR meminta tambahan peralatan, seperti sarung tangan lateks, selang pompa air alkon, dan masker.