SERANG, KOMPAS - Gunung Anak Krakatau masih terus erupsi dengan mengeluarkan asap bertekanan sedang hingga kuat yang berketinggian mencapai 2.000 meter. Berdasarkan pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, aktivitas erupsi Anak Krakatau masih intensif.
Merujuk rekaman seismogram Pos Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Pasauran, Anyer, Kabupaten Serang, Banten, pada Jumat (4/1/2019), Gunung Anak Krakatau tercatat 56 kali erupsi dari pukul 00.00 hingga pukul 18.00.
“Erupsi Gunung Anak Krakatau masih intensif. Status saat ini masih Siaga,” ujar Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Kristianto, saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Api, Pasauran, Serang, Jumat (4/1/2019).
Salah satu erupsi yang cukup terlihat terjadi pada Jumat pukul 14.21 dengan tinggi kolom abu mencapai 2.000 meter di atas puncak atau 2.110 meter dari permukaan laut. Asap berwarna putih dan kelabu intensitas tebal ke arah utara dan timur laut. Terdengar suara dentuman di pos pengamatan gunung api Pasauran.
Menurut Kristianto, aktivitas Gunung Anak Krakatau masih fluktuatif meskipun erupsi terbilang intensif. Sebagai perbandingan, pada Kamis (3/1/2019), Gunung Anak Krakatau tercatat 37 kali erupsi sedangkan pada Rabu (2/1/2019) tercatat 60 kali erupsi.
Kristianto mengakui, dengan status masih Siaga atau Level III, masyarakat dilarang beraktivitas mendekat dalam radius 5 kilometer dari kawah. Adapun warga yang berada di pesisir Banten maupun Lampung dipastikan aman.
Sebab, Kristianto mengungkapkan, berdasarkan pengamatan PVMBG, kecil kemungkinan terjadi tsunami akibat aktivitas erupsi Anak Krakatau. “Karena sekarang Anak Krakatau hanya setinggi 110 meter di atas permukaan laut (mdpl). Jadi kecil kemungkinan terjadi tsunami akibat erupsi,” ucap Kristianto.
Kristianto menambahkan, tinggi Gunung Anak Krakatau tadinya 338 mdpl. Namun, akibat aktivitas erupsi yang terjadi terus menerus membuat tubuh Anak Krakatau mengalami longsoran sehingga tinggi gunung tersebut menyusut menjadi 110 mdpl yang terpantau pada Jumat (28/12/2018) lalu.
Pada Jumat siang hingga sore, masih terdengar gemuruh dentuman letusan Anak Krakatau. Namun, tidak terdapat abu vulkanik yang jatuh ke arah Serang maupun Pandeglang. “Saya masih takut mendekat ke pantai kalau dengar letusan Anak Krakatau,” kata Dawi (30), warga Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang.
Zona waspada
Secara terpisah, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang Teguh Rahayu mengakui, Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) masih mengeluarkan imbauan agar warga meningkatkan kewaspadaan dalam radius 500 meter dari garis pantai dengan pertimbangan Gunung Anak Krakatau masih berstatus Siaga.
“Zona waspada ini bukan berarti warga tidak boleh beraktivitas. Hanya meningkatkan kewaspadaan,” tutur Teguh Rahayu atau biasa disapa Ayu, Jumat. Stasiun Geofisikas Kelas I Tangerang turut membawahi wilayah Banten, termasuk Serang dan Pandeglang.
Menurut Ayu, BMKG masih terus mendalami penyebab tsunami Selat Sunda. Namun, masih ada potensi tsunami susulan yang perlu diwaspadai masyarakat. “Namun, andaipun ada tsunami tidak akan lebih besar dari yang terjadi kemarin,” kata Ayu. (PDS/BAY)