JAKARTA, KOMPAS - Meredanya ketegangan perekonomian global turut membawa rupiah kembali dalam tren penguatan di awal 2019. Penguatan ini ditopang laris manisnya Surat Berharga Negara sehingga aliran valuta asing menuju dalam negeri semakin deras.
Sepekan ini, pemerintah mengantongi penawaran atas Surat Berharga Negara (SBN), lebih dari Rp 50 triliun. Nilai itu tiga kali lebih besar dari target indikatif, kendati nilai yang dimenangkan sebesar Rp 28,2 triliun
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, nilai tukar pada Jumat (4/1/2019), rupiah berada pada level Rp 14.350 per dollar Amerika Serikat (AS). Mengawali tahun 2019, rupiah ada di posisi Rp 14.465 per dollar AS.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Jumat (4/1/2019), di Jakarta, mengatakan, efektivitas mekanisme pasar valuta asing (valas) dalam negeri menjadi daya tarik bagi investor. Tingginya kepercayaan investor tercermin dari larisnya lelang SBN yang dilakukan Kementerian Keuangan pekan ini.
Sepanjang pekan ini, pemerintah mengantongi penawaran lebih dari Rp 50 triliun. Nilai itu tiga kali lebih besar dari target indikatif, kendati nilai yang dimenangkan sebsar Rp 28,2 triliun. “Ini menunjukkan kepercayaan investor semakin baik untuk Indonesia,” kata Perry di kompleks perkantoran BI.
Sebagian pembeli SBN, lanjut Perry, merupakan investor asing sehingga pasokan valas bertambah di pasar keuangan. Di luar itu, mekanisme pasar valas, baik di pasar tunai maupun Domestic Non Delivery Forward (DNDF), juga mendorong penguatan rupiah.
Perry mengklaim, level DNDF masih lebih rendah dibanding kurs acuan offshore (luar negeri) Non Delivery Forward (NDF). Selisih DNDF dengan offshore NDF biasanya berkisar 50 basis poin-51 basis poin. Sejak awal tahun, BI memastikan selisih antar keduanya berada di bawah 50 basis poin.
“Kami juga pantau peserta yang bertransaksi DNDF, tidak hanya perbankan dan korporasi dalam negeri, tetapi juga investor asing yang semakin banyak menggunakan DNDF dalam melakukan transaksi lindung nilai,” ujarnya.
Mewaspadai faktor eksternal
Dari sisi eksternal, ujar Perry, pihaknya tetap mencermati perkembangan kondisi global. Meredanya tensi perdagangan antara AS dan China, di satu sisi, berimbas positif pada perekonomian global.
Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi China memberikan pengaruh negatif pada ekonomi dunia. BI memperkirakan ekonomi China tahun ini hanya tumbuh di kisaran 6,5 persen, lebih rendah dari 2018 lalu 6,6 persen.
Di luar sentimen perang dagang, BI tetap mewaspadai perkembangan kebijakan moneter AS. Berdasarkan hasil Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) AS akhir 2018, tahun ini kenaikan suku bunga acuan AS diperkirakan hanya akan terjadi dua kali. “Bahkan, sebagian pelaku pasar memperkirakan hanya akan naik sekali,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan agar performa rupiah tetap menguat, BI membuka lelang DNDF pagi pukul 8.30, kurs fixed rate Rp 14.491 dengan tenor sebulan.
Nanang mengatakan, total penawaran lelang yang masuk mencapai 174 juta dollar AS . Setelah selesai lelang, BI juga melajutkan intervensi DNDF melalui delapan broker dalam jumlah signifikan. dapat menjaga performa rupiah sesuai kondisi fundamental.
“Intervensi di pasar DNDF dan pasar tunai dilakukan secara terukur. Tujuannya, memastikan nilai tukar tidak melemah terlalu tajam dan keyakinan masyarakat selalu terjaga,” ujar Nanang.
Laris manis
Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja yakin surat utang negara seri SBR005 yang mulai dijajakan pemerintah 10 Januari mendatang akan laris manis. Kupon SBR005 berpotensi naik mengikuti kenaikan suku bunga acuan.
“Jika kupon yang ditetapkan masih di kisaran 8 persen, maka SBR005 akan tetap laris ketika ditawarkan kepada investor ritel,” ujarnya.
Potensi tersebut cukup terbuka mengingat suku bunga acuan BI masih bisa naik setidaknya dua kali pada 2019. Selain itu, SBR005 juga punya daya tarik karena pajak obligasi yang lebih rendah ketimbang pajak deposito dengan selisih mencapai 5 persen.
Untuk mendistribusikan SBR005 Kementerian Keuangan telah menunjuk 11 mitra yakni Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Central Asia, Bank Mandiri, Bank Permata, Trimegah Sekuritas, Tanamduit, Modalku, Bareksa, dan Investree.