Dana Perlindungan Sosial Naik, Ekonomi Masih Tertahan
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran dana perlindungan sosial terus meningkat dalam empat tahun sejak 2015. Pada periode yang sama, pertumbuhan ekonomi tertahan pada kisaran 5 persen. Dana perlindungan sosial mesti diarahkan pada peningkatan kapasitas produksi masyarakat untuk memacu pertumbuhan.
Tahun ini pemerintah mengalokasikan dana perlindungan sosial Rp 385,2 triliun, antara lain untuk bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), perluasan cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan, bantuan pangan nontunai, dan subsidi bunga kredit usaha kecil dan mikro serta perumahan.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro kepada Kompas, Jumat (4/1/2019), mengatakan, dana perlindungan sosial akan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi jika digunakan untuk peningkatan kapasitas produksi masyarakat. Misalnya, untuk pembangunan infrastruktur desa, pengembangan usaha pascapanen, dan kerajinan industri kecil.
”Kalau membangun lapangan, ya, enggak produktif. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dana perlindungan sosial jangan terfokus pada peningkatan konsumsi jangka pendek,” ujar Ari.
Penggunaan dana perlindungan sosial untuk peningkatan kapasitas produksi akan sangat bermanfaat di masa depan. Tujuannya jika suatu saat alokasi anggaran turun atau hilang, geliat ekonomi masih tetap ada. Namun, pemerintah tetap harus menyusun petunjuk pelaksanaan yang jelas agar tujuan tepat sasaran.
Menurut Ari, persoalan pertumbuhan konsumsi yang terjebak dalam level 5 persen karena konsumsi bukan dihasilkan dari perekonomian domestik. Hal ini tecermin pada laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari ekspor. Pertumbuhan barang konsumsi impor mesti diantisipasi dengan mempercepat realisasi pengembangan industri penghasil barang baku.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdulah menuturkan, stimulus konsumsi tidak hanya untuk penduduk berpenghasilan rendah. Sebab, hampir 70 persen kontribusi konsumsi terhadap produk domestik bruto (PDB) terbesar dari penduduk berpenghasilan sedang dan tinggi. Konsumsi mereka bisa ditingkatkan melalui sektor pariwisata.
”Penduduk berpenghasilan menengah dan tinggi cenderung mengalihkan konsumsi ke investasi. Pengeluaran konsumsi juga bisa diarahkan untuk pengalaman wisata,” ujar Rusli.
Terkait dana perlindungan sosial, menurut Rusli, pemerintah harus tetap mengevaluasi setiap implementasinya. Penyaluran masih kerap salah sasaran, misalnya, bantuan sosial yang diberikan ke penduduk penghasilan tinggi dan menengah yang justru mereka tabung bukan digunakan untuk konsumsi. Pertumbuhan ekonomi pun tidak akan terpacu.
Hitungdampak
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penyaluran bantuan sosial bermuara ke konsumsi. Namun, memang akan lebih baik jika ada perhitungan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama ini, bantuan sosial untuk membantu masyarakat yang masuk kategori 40 persen penghasilan rendah agar tingkat konsumsinya tidak terlalu lemah.
”Pertumbuhan konsumsi 5 persen itu sebenarnya sudah bagus. Sumber pertumbuhan ekonomi itu tidak bisa hanya konsumsi,” kata Darmin.
Selain konsumsi, kata Darmin, pertumbuhan ekonomi tahun ini digerakkan oleh investasi yang bisa tumbuh 7 persen dan ekspor meski belum signifikan. Saat ini pemerintah sedang merumuskan insentif untuk memacu ekspor agar defisit neraca perdagangan bisa segera diperbaiki. Di bidang perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk industri berorientasi ekspor akan dikurangi sampai 0 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, perekonomian nasional pada 2018 tetap tumbuh positif di tengah ketidakpastian global. Pada 2018, pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5,15 persen. Pembangunan juga menunjukkan hasil positif, yaitu tingkat kemiskinan turun menjadi 9,82 persen, pengangguran turun ke 5,34 persen, dan rasio gini sebesar 0,389.
Pemerintah sudah melakukan reformasi anggaran subsidi, antara lain mengalihkan alokasi subsidi untuk transfer daerah ke dana desa, mengurangi subsidi bahan bakar, dan meningkatkan anggaran perlindungan sosial.
Pada periode 2015-2018, subsidi turun dari 3,4 persen PDB menjadi 0,8 persen PDB, yang dialokasikan untuk premi asuransi kesehatan masyarakat miskin dan perluasan program bantuan sosial.
Mengutip nota keuangan, distribusi pengeluaran negara untuk subsidi terus menurun. Pengeluaran untuk subsidi pada 2017 sebesar Rp 168,877 triliun dan pada 2018 sebesar Rp 156,228 triliun.