MALANG,KOMPAS– Terkait razia terhadap buku-buku yang dianggap mempropagandakan ideologi komunisme di Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu, menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Dosen Universitas Muhammadiyah Malang menilai razia buku tersebut merupakan lelucon di era reformasi. Baginya, pemerintah justru harus mendukung gerakan literasi bagi anak bangsa.
Diberitakan sebelumnya, sepekan lalu Komando Distrik Militer (Kodim) 0809 Kediri merazia dan menyita beberapa buku seperti Komunisme ala Aidit, The Missing Link G 30 S, Siapa Dalang G30S, dan Kabut G30S.
Menanggapi hal itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hutri Agustino mengatakan, razia tersebut adalah lelucon bagi kalangan akademisi di era reformasi seperti saat ini. “Ini era reformasi, di mana keterbukaan informasi publik, harusnya betul-betul dihargai. Maka yang perlu dikedepankan adalah sisi-sisi edukatif dan literatif,” katanya dalam siaran pers yang dikirim, Jumat (4/1).
Menurut Hutri, edukasi terhadap masyarakat (salah satunya soal komunisme) bisa bisa dilakukan melalui panggung-panggung resmi. Dan, perkembangan literasi di Indonesia harus dibarengi dengan kebebasan masyarakat memiliki buku. “Bagaimana masyarakat tahu bahwa komunis berbahaya bila pengetahuan terhadap komunis disimpan dalam peti (ditutup-tutupi),” katanya.
Di sisi lain, katanya, pemerintah juga perlu adil dalam melindungi negara dari paham-paham yang membahayakan ideologi Pancasila. “Mengapa hanya ideologi Komunis dan Radikal yang digaungkan berbahaya? Mengapa tidak dengan kapitalisme juga? Jangan sampai yang seolah-olah musuh Indonesia ini hanya dua (komunisme dan radikalisme). Sedangkan satunya melenggang,” katanya.
Ke depan, Hutri berharap ada regulasi jelas dan kongkrit terkait model pelarangan atas hal yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. “Jika model pelarangannya melalui buku, maka perlu dijelaskan yang seperti apa isinya dan seterusnya. Supaya, masyarakat tidak mudah dalam menghakimi juga melabeli seseorang,” katanya.
Hutri yang juga merupakan Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kabupaten Malang itu berharap, gerakan literasi perlu dukungan serius dari negara. Menurutnya, upaya penutupan sumber literasi (buku) bukanlah tindakan benar. “Tentu ke depan harus ada edukasi-edukasi masif ke tataran grass root (masyarakat luas), seperti menyosialisasikan ideologi apa saja yang bertentangan dengan Pancasila,” katanya.