RAJABASA, KOMPAS- Warga korban tsunami di Desa Waimuli Timur, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, menolak usulan pemerintah kabupaten untuk merelokasi mereka ke Kecamatan Kalianda yang merupakan ibukota kabupaten. Namun, warga menolak karena lokasi itu membuat mereka jauh dari mata pencaharian mereka yaitu nelayan dan petani.
Kepala Desa Waimuli Timur Zamra Ghozali mengatakan, warganya tidak ingin dipindahkan ke Kecamatan Kalianda yang merupakan pusat kota kabupaten Lampung Selatan.
“Warga tidak mau pindah ke kota. Mereka bingung mau kerja apa di kota. Kalau disini mereka menjadi nelayan dan bertani,” ujar Zamra ditemui di tenda pengungsian Desa Waimuli Timur, Jumat (4/1/2018).
Ia mengatakan, dari 1.472 orang warganya, sebanyak 80 persen diantaranya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Adapun 20 persen sisanya berkecimpung di bidang perdagangan, jasa wisata, dan pegawai negeri sipil.
Posisi Desa Waimuli Timur yang berada persis di pesisir pantai barat, membuat warganya kebanyakan menjadi nelayan. Selain itu, desa ini juga berada di kaki Gunung Rajabasa, yang membuat tanah mereka subur sehingga banyak yang menjadi petani.
“Warga tidak mau pindah ke kota. Mereka bingung mau kerja apa di kota. Kalau disini mereka menjadi nelayan dan bertani,” ujar Zamra
Senada dengan Zamra, Tono (35), warga Desa Waimuli Timur, juga tidak ingin direlokasi ke kota. Sebab ia menggantungkan hidupnya sehari-hari dengan nelayan.
“Saya tidak sekolah. Saya tahunya hanya melaut diajarkan bapak saya. Kalau pindah kota, saya bingung mau kerja apa?” ujar Tono.
Meski demikian, warga desanya sebetulnya ingin direlokasi dari lokasi rumahnya yang kemarin hancur tersapu tsunami pada 22 Desember lalu. Mereka menginginkan rumah mereka dipindahkan ke lokasi pengungsian mereka saat ini. Adapun lokasi ini merupakan bukit berketinggian sekitar 100 meter dan berjarak 200 meter dari jalan raya pesisir pantai.
“Disini lokasi ini warga merasa aman. Jauh dari pantai, tapi masih dekat dengan pantai. Maksudnya aman dari tsunami tapi tetap masih bisa jadi nelayan dan petani,” ujar Zamra.
Di tanah seluas 11.600 meter persegi itu didirikan beberapa tenda pengungsian. Di dalamnya terdapat 40 kepala keluarga yang mengungsi karena rumahnya hancur dihantam tsunami. Tanah itu milik salah satu warga desa namun belum dijual ke pihak desa.
Tsunami menewaskan 32 warga Desa Waimuli Timur. Selain itu menghancurkan 150 rumah dan membuat 720 orang tinggal dalam pengungsian.
Tanah pemerintah
Ditemui usai berdiskusi dengan warga di tenda pengungsian, Pelaksana Tugas Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto menjelaskan, pihaknya berencana untuk merelokasi warga ke Kecamatan Kalianda. Adapun lokasinya adalah di tanah dekat Stadion Radin Intan Kalianda yang berada di pusat ibukota kabupaten itu.
“Lokasi itu tanah milik pemerintah daerah. Kalau warga mau pindah kami akan siapkan segera bangunannya,” ujar Nanang.
Ia menjelaskan, lokasi itu diperuntukkan baik untuk hunian sementara maupun hunian tetap warga korban tsunami.
Mengenai warga yang menolak direlokasi, pihaknya mengatakan akan terus melakukan dialog dengan warga.
“Kita perlu jalin komunikasi terus. Barangkali pikiran mereka belum terbuka. Kita akan berdiskusi terus mencari jalan tengahnya,” ujar Nanang.
Sebelumnya Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Kabupaten Lampung Selatan, Burhanuddin, mengatakan, pada awalnya, lahan untuk relokasi warga di pesisir Lampung Selatan diusulkan di tanah seluas 9.209 meter persegi di Kecamatan Rajabasa. Namun, setelah rapat pada Kamis (3/1/2019), lahan relokasi diusulkan di Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda, seluas 6 hektar. Lahan tersebut milik pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Pembahasan terus berlanjut dengan keputusan sementara akan direlokasi ke tanah dekat stadion Kecamatan Kalianda.