Lima Kali Beraksi dalam Semalam, Empat Pelaku “Klitih” di Sleman Dibekuk
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Empat pelaku kekerasan jalanan atau “klitih” di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta kembali ditangkap. Para pelaku merupakan remaja putus sekolah berusia di bawah 20 tahun. Pada kasus itu, mereka melakukan lima kali pembacokan di lokasi berbeda dalam satu malam.
“Ada beberapa tempat kejadian perkara yang dilakukan anak-anak ini. Pada satu malam, mereka melakukan lima kali tindakan kekerasan. Empat peristiwa sudah ada laporan polisinya, sedangkan yang satu lagi belum ada laporan,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) Ajun Komisaris Besar Yuliyanto, di Polsek Ngaglik, Sleman, DIY, Jumat (4/1/2019).
Kelima peristiwa tindak kekerasan itu terjadi di Kecamatan Ngaglik dan Mlati, pada Minggu (30/12/2018) dini hari. Namun, setelah polisi mendalami keterangan para tersangka, ternyata aksi serupa sebelumnya juga terjadi di dua lokasi lain, yaitu Jalan Palagan Tentara Pelajar dan Jalan Kaliurang.
Kepala Polres Sleman Ajun Komisaris Besar Rizky Ferdiansyah menyampaikan, ada empat orang tersangka yang ditangkap dari kasus kekerasan jalanan itu. Mereka berinisial GO (19), RS (16), AJ (17), dan AWR (17). Dari keempatnya, GO bertugas sebagai eksekutor yang menggunakan celurit untuk melancarkan aksinya. Aparat kepolisian menyita dua unit sepeda motor, tiga buah helm, dan sebilah celurit dari para tersangka.
“Untuk eksekutornya satu orang yang melakukan. Namun, teman-temannya secara bergantian memboncengkan eksekutor ini,” kata Rizky.
Dari peristiwa di Jalan Kapten Haryadi, Ngaglik, Sleman, terdapat dua korban dengan luka bacok di bagian punggung. Mereka adalah SS (17) dan RF (17). Kendati masih menanti laporan dari korban lain, polisi telah mendapat pengakuan dari pelaku tentang aksi yang dilakukan di lokasi lain. Saat ini, masih ada satu pelaku yang masih dalam pengejaran polisi, yaitu SP (17).
Tanpa motif
Rizky menjelaskan, tersangka beraksi tanpa motif. Pembacokan dilakukan secara acak. Apabila melihat dari latar belakangnya, mereka sudah putus sekolah dan berasal dari keluarga yang bercerai. Mereka juga sudah tidak tinggal dengan orang tuanya. “Ini semua tanpa motif. Mereka rata-rata dari keluarga broken home,” kata dia.
Sewaktu mendalami keterangan dari para tersangka, aparat kepolisian mendapati bahwa salah satu tersangka merupakan residivis, yaitu GO. Ia pernah ditangkap aparat kepolisian karena kasus penganiayaan pada 2015. Namun, hukumannya kala itu hanya beberapa bulan.
Terkait kasus “klitih” itu, Rizky memastikan semua pelaku tetap diproses hukum. Adapun aturan hukum yang bakal menjerat mereka, yaitu Pasal 170 KUHP, Pasal 351 KUHP, dan Undang-Undang Darurat 12/1951, dengan ancaman hukuman maksimalnya 12 tahun penjara.
Sementara itu, Yuliyanto menambahkan, para tersangka ditangkap di rumah orang tuanya. Ia berharap, para orang tua mengawasi perilaku anak-anaknya. Dengan masih adanya peristiwa ‘klitih’ ini, Yuliyanto menilai remaja perlu pendampingan lebih agar tidak terjerumus dalam tindak kriminal.
“Kami sangat berharap kepada orang tua dan lingkungan untuk memonitor perilaku anak-anaknya. Mereka ini masih di bawah 20 tahun dan memerlukan pendampingan ekstra,” kata Yuliyanto.
Selain itu, dia juga mengimbau masyarkaat yang menjadi korban ‘klitih’ untuk melaporkannya kepada polisi. Hal itu bisa membuat tindak kriminal tersebut tercatat dalam pendataan dan dapat digunakan guna mengambil langkah lebih lanjut, baik untuk pencegahan maupun penanganan.