Komoditas lele dan patin mulai jadi primadona. Ikan yang harganya terjangkau kantong masyarakat ini makin sering jadi menu di warung kaki lima, restoran, hotel berbintang, hingga santapan di sejumlah perayaan.
Sepanjang 2018, lele dan patin menjadi penyumbang terbesar produksi ikan nasional. Pada triwulan I-III 2018, produksi lele naik 114,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017, yakni dari 841.750 ton jadi 1,81 juta ton. Capaian ini menempatkan lele (Clarias) sebagai komoditas dengan pertumbuhan produksi paling tinggi.
Sementara produksi ikan patin (Pangasius) tumbuh 100,23 persen, yakni dari 245.750 ton menjadi 492.000 ton, menempati peringkat ketiga pertumbuhan produksi budidaya. Selama triwulan I-III tiga tahun terakhir, produksi patin tumbuh rata-rata 31,76 persen.
Meningkatnya produksi lele dan patin sejalan dengan tingginya minat masyarakat mengonsumsi ikan air tawar tersebut. Saat ini, produk patin mengisi hampir 50 persen dari keseluruhan konsumsi ikan filet (irisan daging) di dalam negeri.
Kedua jenis ikan yang punya kumis atau tergolong ikan ”berkumis” (catfish) ini bahkan telah dilirik pasar internasional. Komoditas lele, misalnya, telah diekspor ke Perancis, Italia, Korea, dan Jepang. Akhir tahun lalu, produk patin asal Indonesia juga mulai memasuki Dubai (UEA) dan Arab Saudi dengan produk unggulan filet dan steak.
Bersamaan dengan ekspor perdana ke Timur Tengah itu, label produk patin Indonesia pun diluncurkan, yakni ”Indonesian Pangasius-The Better Choice”. Penamaan produk patin ”Indonesian Pangasius” diharapkan menghilangkan labelisasi yang keliru selama ini, di mana filet patin Indonesia lebih banyak dikenal dengan sebutan filet dori.
Menurut Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI), label filet dori identik dengan produk patin asal Vietnam. Penggunaan label ”dori” juga dinilai rancu karena menyerupai nama komoditas ikan laut oreo dory.
Dalam sejumlah kasus, ikan patin asal Vietnam ditemukan mengandung zat kimia berbahaya dan kadar air (rendemen) dalam tingkat berlebih sehingga membahayakan keamanan pangan. Tahun 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan merilis maraknya penyelundupan produk patin impor dengan merek dagang ikan dori. Ikan dori itu banyak diselundupkan ke hotel, restoran, dan supermarket. Baru dua tahun terakhir, penyelundupan patin ilegal itu dapat ditekan.
Saat ini, produksi patin lokal berkisar 1.200 ton per bulan, sekitar 50 persen di antaranya dikirim ke hotel dan restoran. Di tengah meluasnya penggemar masakan patin, nama patin lokal masih terlibas merek dagang ikan dori.
Saatnya produk patin lokal naik kelas di negeri sendiri tanpa mendompleng merek dagang ikan dori impor yang terlarang. Produksi patin yang berkembang pesat berkat jerih payah pembudidaya perlu didukung keseriusan tata niaga dan penataan hilir.
Sosialisasi keunggulan patin lokal perlu terus dilakukan, termasuk mendorong pelaku di hilir mengenalkan merek dagang patin Indonesia. Jangan sampai, produk patin kita berkembang di luar negeri tetapi kalah pamor di dalam negeri.