JAKARTA, KOMPAS—Selama upaya penegakan hukum terhadap pihak yang mengokupasi trotoar tidak dilakukan menyeluruh, hak pejalan kaki di Jakarta akan terus hilang. Upaya pemerintah DKI Jakarta membangun trotoar yang ramah bagi pejalan kaki harus dibarengi semangat menjaga dan mengawasi fasilitas publik itu agar diperuntukkan sesuai fungsinya.
"Selama ini memang selalu ada penegakan hukum. Namun, kurang efektif karena tidak ada efek jera," kata Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus, di Jakarta, pada Jumat (4/1/2019).
Menurutnya, upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun trotoar demi kenyamanan pejalan kaki semakin membaik. Tetapi trotoar yang nyaman itu, belum menciptakan rasa aman, karena hak pejalan kaki diokupasi kembali oleh pekerja kali lima (PKL), pemotor, dan pemanfaatan lahan parkir.
Okupasi trotoar memaksa pejalan kaki untuk sering kali melintasi di jalan yang dilalui kendaraan dan membahayakan nyawa pejalan kaki. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya korban kecelakaan lalu lintas yang dialami pejalan kaki.
"Setiap hari 53 orang pejalan kaki jadi korban kecelakaan," ucap Alfred.
Data dari Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, setiap hari 70 orang meninggal di jalan. Adapun setiap tahun lebih dari 31.000 orang menjadi korban kecelakaan lalu lintas di jalan (Kompas, 24/8/2018).
Jadi rebutan
Pernyataan Alfred ini merujuk pada sejumlah trotoar di Jakarta, yang sejak lama dikuasai PKL dan juga dijadikan lahan parkir. Contohnya, di Pasar Tanah Abang, pada Kamis kemarin, sekitar pukul 16.00, sepanjang jalan di depan Pusat Mode Tanah Abang, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat dipadati PKL.
Selain PKL, trotoar itu juga dipenuhi bajaj yang menunggu penumpang. Ada juga sejumlah tukang parkir yang memanfaatkan torotar itu sebagai lahan parkir. Akibatnya pejalan kaki harus melintas di jalan yang notabene dipadati lalu lintas arah ke Senayan atau dari arah sebaliknya menuju Slipi, Jakarta Barat.
Azis (36) pedagang aneka gorengan yang berjualan di trotoar itu mengaku, mereka harus membayar sejumlah uang pada pihak yang ia sebut preman agar dapat berjualan. Mereka juga harus menghindar dari razia Satuan Polisi Pamong Praja.
Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta, Adi Ariantara, Kamis kemarin, mengatakan, penataan saat ini difokuskan pada PKL yang berjualan di Jalan Jatibaru Raya, Pasar Tanah Abang yang telah terdata, yaitu sebanyak 650 pedagang.
Dari jumlah itu, 446 PKL telah direlokasi ke jembatan penyeberangan multiguna (JPM) dan sisanya direlokasi ke Blok F. Adapun PKL yang tak terdata menjadi tanggung jawab Sat Pol PP untuk ditertibkan demi kelancaran lalu lintas.
Ahli Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, persoalan lain dari penataan trotoar di Jakarta, adalah belum adanya rencana induk jalur pejalan kaki. Rencana induk bertujuan memadukan rencana pembangunan trotoar, saluran air, dan pengawasan agar dimanfaatkan sesuai peruntukannya.
Rencana induk ini, dinilai efektif mengatasi bongkar pasang trotoar yang selama ini dilakukan Pemprov DKI untuk membangun saluran air atau mengubah desain agar ramah bagi penyandang disabilitas.
"Jadi, sebagus apa pun trotoar itu dibangun, tetapi tanpa perencanaan yang baik, trotoar tadi tidak dapat difungsikan bagi pejalan kaki," ujarnya. (STEFANUS ATO)