JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran informasi bohong atau hoaks di ruang publik menjelang Pemilu 2019 menjadi pelajaran bagi para elite politik. Mereka menilai bahwa penting untuk mengecek kebenaran informasi sebelum dibagikan kepada publik. Hal itu dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan pada masyarakat.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera mengatakan, demokrasi yang sehat memerlukan etika. Hoaks adalah ancaman terhadap etika. ”Oleh karena itu, kita perlu bersama menjaga suasana sehat. Saya pribadi membuat aturan agar check and recheck informasi dulu, serta menjaga agar tidak ada hoaks yang disebar,” ujar Mardani.
Hal senada juga dikatakan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate. Dirinya akan mencocokkan kebenaran informasi sebelum menyebarkan info itu di akun media sosialnya. Untuk berita yang tidak benar atau bohong, sebaiknya dihapus saja. Barang kotor dan terlarang itu tidak perlu disimpan dalam akun medsos pribadi.
”Meneruskan atau membagikan berita hoaks dapat dikenakan sanksi pidana. Harus lebih berhati-hati,” kata Johnny.
Dalam Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Sebelumnya, berita bohong tentang penganiayaan yang dibuat Ratna Sarumpaet justru menyeret dirinya sendiri ke pihak berwajib. Ratna ditetapkan sebagai tersangka kasus berita bohong yang dijerat dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Akurasi dan komitmen
Rabu (2/1/2019), Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief dalam akun Twitternya, @AndiArief_, mencuit ”Mohon dicek kabarnya ada tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya karena ini kabar sudah beredar.”
Belakangan, Komisi Pemilihan Umum telah mengonfirmasi bahwa informasi tersebut tidak benar.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno menuturkan, Islam mengenalkan konsep tabbayun (mencari kejelasan) sehingga wajib memeriksa asal-usul dan keakurasian berita sebelum menyebarkannya ke khalayak agar tidak membuat publik resah atau tersesatkan. Sebaiknya lebih berhati-hati dan tak cepat bereaksi atau ikut menyebarkan info yang belum jelas kebenarannya.
Eddy menambahkan, tim yang berada di sekeliling pasangan capres-cawapres harus bisa menyaring masukan ataupun info yang masuk. Sebab, tidak menutup kemungkinan ada upaya-upaya disinformasi. Info-info sensitif berkaitan dengan data harus benar-benar dicek sebelum memberi masukan kepada capres atau cawapres.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni menyampaikan, setiap partai dan tim sukses capres perlu membuat komitmen ulang di internal masing-masing untuk menghindari politik fitnah dan kebohongan untuk sebuah kemenangan politik. Khususnya hoaks yang mendeligitimasi demokrasi dan institusi demokrasi seperti KPU.
”Perlu diingatkan kepada semua kader partai kontestan pemilu agar menerapkan prinsip ramah di medsos. Sempatkan berpikir sejenak sebelum posting atau forward sebuah berita,” kata Antoni. (MELATI MEWANGI)