JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran peraturan presiden baru tentang jaminan kesehatan membawa sejumlah perubahan yang berpotensi menimbulkan hambatan baru. Oleh karena itu, sosialisasi perlu dilakukan secara menyeluruh kepada semua pihak.
Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, selama lima tahun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sering mengalami perubahan regulasi. Terakhir, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Peraturan baru ini mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan terhadap pengguna. Pertama, pemakai yang menunggak pembayaran iuran kartunya akan dinonaktifkan jika tidak membayar sampai tanggal 1 bulan berikutnya. Ketentuan sebelumnya menyatakan, pelunasan tunggakan ditunggu paling lambat hingga tanggal 10 bulan selanjutnya.
Perubahan lain adalah besarnya tunggakan iuran yang harus dibayarkan. Berdasarkan ketentuan baru yang ditetapkan pada 18 Desember 2018, peserta program wajib membayar maksimal 24 bulan tunggakan, dari sebelumnya 12 bulan.
’Hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk mengurangi defisit agar program JKN dapat berjalan lebih optimal,” kata Timboel, Jumat (4/1/2019), di Jakarta.
Selanjutnya, bayi yang baru lahir dari orangtua peserta JKN kini dijamin dalam rentang waktu 28 hari sejak hari lahirnya. Artinya, bayi tersebut tidak perlu lagi mengikuti masa aktivasi 14 hari seperti yang tertuang dalam peraturan sebelumnya. Bayi yang baru lahir dapat langsung didaftarkan dan dibayarkan iurannya sehingga langsung dijamin oleh program JKN.
Selain itu, adanya perpres baru juga mengamanatkan BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk menghadirkan meja pengaduan seperti di rumah sakit. Menurut Timboel, hal ini akan sangat membantu peserta program jika mengalami kendala saat melakukan proses pengobatan.
Peserta JKN dari unsur Pekerja Penerima Upah (PPU), baik dari pihak swasta maupun pemerintah, yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) juga menerima dampak dari perubahan ini. Jika PHK sudah berkekuatan hukum tetap, peserta dan keluarganya akan tetap dijamin maksimal enam bulan sejak tanggal PHK dengan pelayanan di kelas tiga dari sebelumnya di kelas satu atau dua.
Banyaknya perubahan yang dilakukan sebaiknya disertai dengan proses sosialisasi secara sistemik kepada seluruh lapisan masyarakat. Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS juga tidak boleh sampai luput dari proses ini.
Jika terjadi miskomunikasi tentang pergantian peraturan ini, layanan kesehatan dapat terganggu dan bahkan mengancam nyawa pengguna program.
’Dampak positif dari perubahan kebijakan JKN hanya dapat dirasakan kalau semua orang sudah diinformasikan tentang peralihannya. Selain itu, layanan juga harus lebih ditingkatkan lagi untuk mengurangi masalah lain, seperti tunggakan iuran,” kata Timboel. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)