Protokol Khusus untuk Tangani Hoaks Dibutuhkan KPU
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Protokol khusus yang dilaksanakan oleh kelompok kerja khusus dinilai penting dimiliki penyelenggara pemilu. Hal ini menyusul kabar bohong temuan 7 kontainer surat suara pemilihan presiden pada Rabu (2/1/2019) malam.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Kamis (3/1/2019), di Jakarta, mengatakan, belajar dari pengalaman tersebut, maka penting bagi KPU untuk memiliki standar kerja kelembagaan dalam merespons secara cepat, akurat, dan terukur. Respons ini terutama dalam kaitannya dengan berbagai pemberitaan atau informasi yang punya kecenderungan mendelegitimasi penyelenggara pemilu.
”Agar masyarakat tidak termakan hoaks atau berita bohong, serta pemilih bisa mengandalkan informasi yang akurat dan percaya dari pihak yang punya otoritas soal ini (pemilu),” ujar Titi.
Titi mengatakan, paling penting adalah jangan biarkan informasi bohong dan fitnah terkait berlarut-larut di tengah masyarakat. Ia mengatakan bahwa dalam hal ini, antisipasi dan respons sistematis yang dimiliki KPU merupakan hal mendesak untuk dimiliki.
”KPU harus punya desk atau pokja (kelompok kerja) khusus untuk menangani hoaks yang menyerang mereka, termasuk juga antisipasi respons atas kejahatan siber yang menyerang penyelenggara,” ujar Titi.
Menurut dia, desk khusus itu penting karena jika respons yang diberikan bersifat sporadis, hal itu bisa membuat langkah KPU dalam menangani hoaks menjadi tidak seragam. Pada akhirnya, efektivitas penanggulangan hoaks juga bisa tidak terwujud.
Padahal, informasi palsu yang beredar terkait surat suara dalam 7 kontainer tersebut, kata Titi, merupakan kejahatan luar biasa atas demokrasi Indonesia. Ia menegaskan, pemilu yang demokratis, bebas, dan adil tidak akan pernah terwujud jika pemilih tersandera oleh kebohongan dan informasi menyesatkan.
Titi juga menilai kejadian ini merupakan peringatan dini bagi KPU untuk memastikan kualitas kerja dalam menyelenggarakan Pemilu 2019. Hal ini selain perkara layanan kepemiluan hingga pengelolaan teknis mengenai tata cara pemilu.
Anggota Bawaslu, M Afifuddin, saat dihubungi pada hari yang sama, menjelaskan, khusus untuk Bawaslu, sejauh ini mereka sudah memiliki satgas pengawasan media sosial. Namun, informasi palsu yang menyeruak pada Rabu malam lalu, katanya, menyebar dengan cepat di media sosial dan satgas terkait bukan termasuk penemu awal informasi tersebut.
Unsur kesengajaan
Ahli hukum pidana Rony Saputra pada hari yang sama menyampaikan bahwa jika informasi tujuh kontainer surat suara yang telah dicoblos itu bohong belaka, penyebar informasi bohong tersebut mesti diproses polisi.
”Siapa pun dia orangnya karena jelas-jelas yang disampaikan hal tidak benar. Apalagi disebutkan bahwa surat suara itu sudah tercoblos di nomor tertentu. Unsur kesengajaan menyebarkan informasi ini jelas ada, maksud dan tujuannya juga jelas,” kata Rony.
Ia juga mempertanyakan niat sebagian pihak yang mengunggah informasi tersebut di media sosial, seperti Twitter, setelah sebelumnya beroleh informasi tersebut di grup percakapan aplikasi digital.
”Kan bisa saja dikabarkan ke KPU, atau Bawaslu, atau ke polisi, bahwa diduga ada 7 kontainer surat suara yang tercoblos. Biar penegak hukum dan penyelenggara pemilu yang menindaklanjuti,” kata Rony.