Upaya Mengikis Ego Sektoral untuk Mengurangi Risiko Bencana
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Integrasi antar sektor penting dalam upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia. Utamanya, untuk mengidentifikasi potensi bencana pada lintas sektor. Upaya meredam ego sektoral antarlembaga harus terus dilakukan.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Rudy Suhendar, sebelumnya mengatakan, sinergi menjadi poin penting dalam mitigasi bencana di Indonesia.
“Selama ini sinergi sudah kami lakukan pada masa tanggap darurat, misalnya dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),” kata Rudy di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Deputi Bidang Geofisika, BMKG, Muhammad Sadly juga mengatakan, Kementerian Koordinator Maritim selama ini coba memfasilitasi sinergi tersebut. Utamanya terkait dengan kewenangan mengakses alat deteksi bencana oleh lembaga satu dan lainnya.
“Misalnya data-data gunung api harusnya dalam jaringan, supaya bisa kita akses secara realtime,” ujar Fadly.
Sejumlah upaya bisa ditempuh untuk menghilangkan ego sektoral antar lembaga. Misalnya yang dilakukan oleh Youth and Young Professionals on Inovation Science and Technology Platform for Resiliancy (U Inspire). U Inspire adalah komunitas yang fokus pada pengurangan risiko bencana dan beranggotakan profesional muda dari berbagai lembaga.
Wakil Ketua U Inspire, Agie Wandala Putra, yang juga sebagai Kepala Sub Bidang Iklim dan Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, mengatakan, dengan adanya U Inspire, ego sektoral antar lembaga bisa terkikis. Sebab, anggotanya merupakan pemuda dari berbagai lembaga seperti BNPB, BPPT, LIPI, Bapennas, akademisi dan sebagainya.
“Dari situ kami bisa mengeluarkan ide-ide yang bisa lebih dekat dengan masyarakat terkait kebencanaan,” kata Agie saat ditemui di Kantor BMKG, Jumat (4/12/2018) siang.
Menurut Agie, sejumlah upaya pengurangan risiko bencana yang telah dilakukan misalnya adalah pembuatan gim, mendirikan sekolah kebencanaan, atau membuat infografis kebencanaan. Terakhir, U Inspire membuat infografis terkait dengan identifikasi longsor.
Infografis U Inspire tersebut, memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengenali daerah sangat rawan longsor, rawan, dan tidak rawan. Diharapkan, masyarakat bisa melakukan evakuasi mandiri jika mendeteksi bahaya longsor.
“Dari situ masyarakat bisa mengetahui apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah longsor,” ujar Agie.
Manfaatkan sains
Ketua U Inspire, Nuraini Rahma Hanifa, mengatakan, para profesional muda tersebut memanfaatkan sains, ilmu pengetahuan, teknologi, dan rekayasa. Hal itu diharapkan bisa memunculkan 0inovasi baru. Saat ini U Inspire sudah beranggotakan 130 orang.
“Dengan kolaborasi, hal berat bisa menjadi ringan. Mereka semua berjejaring untuk memberikan inovasi baru,” kata Rahma yang juga sebagai Sekretaris di Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung.
Rahma mengatakan, selama ini keikutsertaan pemuda dalam masa tanggap darurat bencana sangat besar. Ia berharap, dengan adanya U Inspire, pemuda juga bisa punya andil dalam upaya mitigasi bencana.
“Harapannya, generasi pemuda ini bisa mempercepat pengurangan risiko bencana,” ungkap Rahma.
Rahma menambahkan, integrasi antar lembaga untuk mengurangi risiko bencana di Indonesia saat ini sebetulnya sudah terjalin, namun bisa lebih diperkuat. Tujuannya agar bencana yang melibatkan lintas sektor bisa diidentifikasi.
“Itu sangat mungkin dilakukan oleh Indonesia dengan kekuatan lembaga-lembaganya,” ujar Rahma.