Aturan Mesti Ditegakkan
Aturan pembuangan air limbah yang sudah ada dinilai belum dilaksanakan. Tak heran, pencemaran sungai pun masih marak terjadi, termasuk di DKI Jakarta.
Aturan pembuangan air limbah yang sudah ada dinilai belum dilaksanakan. Tak heran, pencemaran sungai pun masih marak terjadi, termasuk di DKI Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS - Tiga jenis bahan pencemar merusak sungai-sungai di Jakarta dengan tingkat ekstrem. Sejauh ini, penanganan baru bisa mengatasi sebagian besar sampah padat. Di sisi lain, aturan belum ditegakkan.
Petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membersihkan sampah di Kali Lagoa Kanal, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Rabu (28/11/2018).
Di belakang mereka, rumah-rumah bersinggungan dengan badan kali. Sebagian di antaranya sudah miring.“Artinya semua limbah yang ada di rumah tangga, ditemukan juga di sungai kita. Untuk black water atau dari toilet saja yang sebagian masuk ke septic tank,” katanya di Jakarta, Jumat (4/1/2019).
“Artinya, semua limbah yang ada di rumah tangga, ditemukan juga di sungai kita. Untuk black water atau air dari toilet saja, sebagian masuk ke septic tank. Sebagian besar langsung ke sungai,” katanya di Jakarta, Jumat (4/1/2019).
Menurut Andono, terdapat tiga jenis polutan yang mencemari sungai-sungai di Jakarta dengan tingkat cukup ekstrim. Ketiganya adalah detergen, bakteri e-coli dari tinja, dan sisa makanan yang masuk dalam parameter COD (chemical oxygen demand) yang biasanya berupa bahan organik penyebab bau.
“Tiga komponen ini yang cukup ekstrem ditemukan di hampir semua titik pantau,” katanya.
Ketiga komponen itu belum dapat ditangani petugas UPK Badan Air. Sebab penanganan harus dilakukan dari sumbernya. Untuk cemaran detergen, DKI berharap ada kebijakan nasional yang mengatur agar industri memproduksi detergen yang ramah lingkungan yang sudah digunakan di banyak negara, yaitu soft detergen.
Hingga saat ini, UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta baru mampu membersihkan sebagian besar sampah padat. Pembersihan dilakukan oleh para petugas badan air yang seringkali menjaring langsung sampah padat.
Andono mengatakan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tengah menyusun surat permohonan untuk disampaikan ke kementerian terkait. “Nanti akan dikirimkan oleh Gubernur, kami susun rancangannya saja,” katanya.
Andono mengatakan, pencemaran detergen ini bisa mengancam perikanan di Teluk Jakarta. Tingginya kandungan MBAS (Methylene Blue Active Substances) sebagai bahan kimia pembuat detergen, bisa memicu ledakan pertumbuhan alga yang mengurangi kadar oksigen di air. Dalam taraf parah, kondisi ini mengakibatkan fenomena ikan mabuk atau banyaknya ikan yang mati mengambang, seperti berulang kali terjadi di Indonesia.
IPAL Komunal
Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta dan PD PAL Jaya akan membangun 10 titik instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal untuk meminimalisasi busa dalam air limbah. Ke-10 IPAL yang merupakan proyek percontohan (pilot project) itu ditargetkan rampung Oktober 2019.
Teguh Hendarwan, Kepala Dinas SDA DKI Jakarta, menjelaskan, pembangunan 10 titik IPAL itu dilakukan PD PAL Jaya. Sepuluh titik IPAL akan dibangun di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kemayoran di Jakarta Pusat dan Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Subekti, Direktur Utama PD PAL Jaya, menjelaskan, ke-10 IPAL itu akan berupa mini IPAL komunal dan intersepter. Pilihan membangun dalam bentuk mini IPAL komunal karena keterbatasan lahan di kawasan padat permukiman.
Mini IPAL komunal dan intersepter itu akan bisa menampung limbah dari 5-10 KK atau hingga kurang dari 50 KK. Dijelaskan Subekti, saat ini tim PD PAL Jaya masih melalukan survei untuk pembangunan mini IPAL komunal itu.
"Sekarang proses pembangunan masih dalam bentuk rancangan detail teknis (detailed engineering design/DED). Dijadwalkan di bulan April bisa mulai lelang pengadaan dan lalu dikerjakan," jelas Subekti.
IPAL komunal itu bukan hanya untuk mengolah tinja tetapi juga grey water atau air limbah rumah tangga, termasuk limbah yang membawa detergen. "Pengolahan dilakukan secara biologis dengan menggunakan bakteri aerob," jelas Subekti.
Limbah-limbah yang masuk IPAL ini bisa diurai kadar polutannya hingga 50-60 persen. Apabila ditambahkan penggunaan bakteri anaerob maka polutan bisa diurai hingga 70-80 persen.
Pertegas pengawasan
Menanggapi pencemaran detergen di sungai, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, selain mendorong penanganan di tingkat nasional, DKI seharusnya juga bertindak tegas dalam menangani pencemaran.
Salah satunya dengan menegakkan pengawasan dan aturan tentang pembuangan limbah ke sungai. “DKI sudah punya aturan-aturannya, namun pengawasan dan penegakan tidak pernah dilakukan,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan akan mengatur usaha penatu (laundry) dan pencucian mobil untuk mengatasi pencemaran detergen di sungai.
Aturan soal pembuangan limbah usaha penatu serta sejumlah usaha lain ini sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2013 tentang baku mutu air limbah bagi kegiatan dan atau usaha.
Di antaranya diatur, setiap penanggung jawab kegiatan atau usaha wajib membuat saluran pembuangan air limbah yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan. Air limbah yang dibuang ke lingkungan harus memenuhi baku mutu yang disyaratkan untuk usaha terkait.
Namun, hingga kini, masih banyak usaha penatu dan pencucian mobil yang membuang langsung limbahnya ke saluran air yang bermuara ke sungai.
Dengan aturan tersebut, kata Gembong, DKI seharusnya tak perlu membuat pengaturan baru, namun melaksanakan aturan yang ada dengan tegas.
Bestari Barus, anggota Komisi D bidang Pembangunan DPRD DKI, menilai, munculnya limbah yang mengandung busa detergen itu menandakan ketidakmampuan aparat mengawasi pembuangan limbah.
"Tentunya ada pengawasan yang tidak dilakukan secara baik di tingkat hulu. Itukan bisa saja limbah dari industri yang membuang ke situ tanpa diketahui. Kenapa industri bisa membuang ke situ? Berarti pergerakannya tidak pernah dipantau oleh lurah dan camat atau dinas terkait," paparnya.
Barus menyarankan untuk segera dibuat tim koordinasi yang menyatukan dinas-dinas terkait atas masalah limbah.
"Dinas-dinas itu harus duduk bersama dengan wali kota untuk menyelesaikan masalah limbah busa itu," katanya sambil memberi penilaian bahwa dinas-dinas di DKI masih memiliki ego tinggi.
Selain itu juga perlu ada tim sungai yang mengajak dan melibatkan masyarakat. Karena limbah bukan hanya dari industri saja tetapi juga dari masyarakat. Sehingga perlu duduk bersama untuk mengatasi limbah.