Harga BBM Nonsubsidi Turun, Konsumsi Masyarakat Tak Terpengaruh
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Turunnya harga rata-rata minyak mentah dunia juga turut menurunkan harga bahan bakar minyak atau BBM nonsubsidi di Indonesia. Sejumlah kalangan menilai, penurunan BBM nonsubsidi justru akan dinikmati pemilik kendaraan pribadi dan belum akan mengubah perilaku konsumtif masyarakat.
Untuk itu, ke depan pemerintah harus berpikir jangka panjang, khususnya untuk harga BBM yang masih disubsidi. Di saat yang tepat, pemerintah perlu melepas subsidi secara bertahap guna membenahi kondisi fiskal dan perilaku konsumtif masyarakat.
“Turunnya harga BBM nonsubsidi karena harga minyak mentah dunia yang menurun adalah hal wajar. Hal terpenting dalam hal ini adalah bagaimana pertimbangan harga BBM bersubsidi untuk jangka panjang,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani saat dihubungi Kompas pada Sabtu (5/1/2019).
Sebelumnya, pada Jumat (4/1/2019) kemarin, PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga BBM nonsubsidi dengan besaran bervariatif. Penurunan dilakukan seiring dengan turunnya harga rata-rata minyak mentah dunia dan penguatan rupiah terhadap dollar AS.
Dalam siaran pers, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, penyesuaian harga itu telah sesuai mekanisme dan peraturan yang berlaku. “Kami telah berkordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Nicke.
Direktur Pemasaran Retail PT Pertamina Mas’ud Khamid mengatakan, penyesuaian BBM nonsubsidi berlaku mulai hari ini. Jenis BBM yang mengalami penyesuaian harga, yaitu Pertalite turun Rp 150 per liter, Pertamax turun Rp 200 per liter, Pertamax Turbo turun Rp 250 per liter, Dexlite turun Rp 200 per liter, dan Dex turun Rp 100 per liter.
Harga baru yang berlaku di beberapa daerah bisa berbeda-beda sebab dipengaruhi perbedaan besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). “Pertamina akan terus mengevaluasi secara berkala harga BBM tersebut sesuai dinamika harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah di pasar global,” kata Mas’ud.
Untungkan kendaraan pribadi
Menurut Hariyadi, penurunan BBM nonsubsidi hanya berpengaruh bagi para pemilik kendaraan pribadi. Penurunan ini tidak secara signifikan berdampak pada angkutan umum atau kendaraan yang menggunakan BBM subsidi.
“Maka ke depannya, jika harga minyak dunia terus membaik, pemerintah harus bisa mengambil momentum untuk melepas subsidi BBM secara bertahap. Tujuannya agar perilaku masyarakat tidak konsumtif,” kata Hariyadi.
Dari sisi logistik, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan, penurunan harga BBM nonsubsidi seperti pertalite dan pertamax kurang berpengaruh untuk biaya logistik. Khususnya bagi angkutan darat atau truk yang menggunakan solar subsidi.
“Sementara untuk angkutan logistik yang menggunakan solar nonsubsidi, seperti kapal dan kereta api, akan diuntungkan oleh penuranan harga solar industri. Namun, tidak akan ada penurunan harga jasa angkutannya,” kata Zaldy.
Sebab, faktor lain seperti harga suku cadang angkutan laut dan kereta api masih dipengaruhi nilai tukar dollar AS yang tinggi. “Kalau penurunan harga minyak dunia diikuti pelemahan dollar AS terhadap rupiah, maka dampaknya baru kita rasakan di logistik dengan penurunan biaya,” ujar Zaldy.
Perilaku konsumtif
Menurut Hariyadi, pemerintah sudah terbiasa mensubsidi BBM yang pada akhirnya membentuk perilaku masyarakat konsumtif. Masyarakat menjadi terbiasa dengan BBM subsidi yang pada akhirnya membebani negara.
“Misalnya, masyarakat beli premium dengan harga Rp 6.000 per liter. Sebenarnya jika dilepas (tanpa subsidi), harga bisa menjadi Rp 8.000 per liter atau Rp 9.000 per liter. Saat harga mahal, pola konsumsi masyarakat seharusnya bisa menyesuaikan. Ini yang harus dibangun,” kata Hariyadi.
Hariyadi menjelaskan, jika konsumsi BBM subsidi semakin besar, otomatis impor akan semakin besar. “Jika ditarik lebih jauh, maka devisa untuk belanja juga bertambah, akibatnya, rupiah semakin lemah dan tertekan,” ujarnya. (SHARON PATRICIA)