JAKARTA, KOMPAS – Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton, Jumat (4/1/2019) menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Gubernur Jawa Timur di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Gugatan terkait pencemaran di Kali Brantas yang menyebabkan kematian massal ikan berulang kali terjadi dalam tiga tahun terakhir.
Dalam gugatannya, Ecoton meminta PN Surabaya menyatakan para tergugat itu melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Selanjutnya, PN Surabaya agar memerintahkan tergugat untuk menghukum industri penyebab kematian massal itu lewat sanksi administrasi, perdata, dan pidana lingkungan hidup.
Pemerintah juga didesak membentuk dan menjalankan patroli di Kali Brantas dengan melibatkan sejumlah pihak. Peningkatan pengawasan pun agar ditingkatkan melalui pemasangan kamera pemantau (CCTV) di setiap titik yang menjadi saluran pembuangan perusahaan di sepanjang sungai Kali Brantas.
Selain itu, tergugat pun agar meminta maaf kepada Kali Brantas melalui media karena gagal melakukan pengawasan. Kemudian, pemerintah agar menganggarkan dalam APBN 2020 untuk program pemulihan daerah aliran sungai (DAS) Kali Brantas.
“Peristiwa ini (kematian massal ikan di Kali Brantas) hampir setiap tahun terjadi dalam 10 tahun terakhir tanpa adanya penanganan yang serius dari pemerintah untuk melakukan investigasi sumber pencemaran apakah dari limbah cair industri sepanjang DAS Brantas atau limbah domestik atau dari sumber-sumber pencemaran yang lain,” kata Rulli Mustika Adya, perwakilan Ecoton, Jumat, ketika mendaftarkan gugatan tersebut di PN Surabaya, Jawa Timur. Perkara tersebut mendapatkan nomor register perkara 08/Pdt G/2019/PN Sby.
Peristiwa ini (kematian massal ikan di Kali Brantas) hampir setiap tahun terjadi dalam 10 tahun terakhir tanpa adanya penanganan yang serius dari pemerintah untuk melakukan investigasi sumber pencemaran.
Uniknya, gugatan ini dilayangkan Ecoton mewakili ikan-ikan Kali Brantas yang lolos dari kematian massal akibat pencemaran. “Secara normatif meskipun tidak ada redaksional Ecoton mewakili iwak, dengan gugatan ini diajukan maka ecoton telah mewakili ikan-ikan brantas yang lolos dari korban pencemaran (untuk) bersuara,” kata dia. Karena itu, gerakan gugatan ini bernama “Iwak Kali Brantas Gugat”.
Ia mengatakan semestinya pemerintah melakukan pemulihan lingkungan atau sedikitnya membuat sistem tanggap darurat ketika terjadi ikan mati massal. Namun hingga gugatan diajukan di PN, pemerintah tak kunjung melakukannya.
Rulli mengatakan KLHK, Kementerian PUPR, dan Gubernur Jawa Timur menjadi sasaran gugatan karena tiga instansi pemerintah itu paling berwenang terkait perlindungan, pengelolaan, dan pelestarian sungai, khususnya menyangkut pencemaran dan mutu air. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup mengatur tiap tanggung jawab mutlak yang harus dilaksanakan instansi-instansi itu.
Kewenangan provinsi
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Direktur Jenderal Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan KLHK MR Karliansyah mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, mengatur kewenangan pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air Kali Brantas berada di Pemerintah Provinsi. Namun karena Kali Brantas merupakan 1 dari 15 Daerah Aliran Sungai Prioritas Nasional, maka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Alokasi Beban Pencemaran Kali Brantas.
“Terkait dengan itu, KLHK sudah beberapa kali membina aparatur Pemda, termasuk memfasilitasi pertemuan 17 Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jatim yang dilintasi Kali Brantas tentang Kesepakatan Pengendalian Pencemaran Air Kali Brantas dari Sampah dan Limbah dipimpin Sekda Provinsi,” ujarnya.
Karliansyah menambahkan, beberapa kegiatan sebagai tindak lanjut kesepakatan/deklarasi pengelolaan DAS Brantas diantaranya inventarisasi pontensi lokasi instalasi pengolahan air limbah atau IPAL Domestik serta inventarisasi sumber pencemar.
Di Kota Malang dibangun IPAL komunal domestik dan pembangunan digester ternak di Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Bagi industri, pemerintah melakukan pembinaan industri melalui program Proper.
Hak gugat
Rulli mengatakan dalam gugatan ini, Ecoton menggunakan hak gugat organisasi lingkungan hidup (legal standing). Peluang ini telah difasilitasi dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Mahkamah Agung no 036/KMA/SK/II/2013 tentang Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
Gugatan serupa telah dilayangkan dua kali. Pada tahun 2000, muncul gerakan Kali Surabaya Menggugat. Hasilnya berupa mediasi yang menghasilkan Keputusan Gubernur tentang Suaka Ikan Kali Surabaya.
Pada tahun 2017, terdapat gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan Mega Mayang Kencana, Riska Darmawanti, dan Daru Setyo Rini terkait pencemaran popok di Kali Brantas. Gugatan ini tidak diterima karena permasalahan administrasi. Rulli mengatakan pihaknya akan mendaftarkan gugatan ulang pada akhir Januari ini.