Tak Dapat Gunakan Layanan BPJS Kesehatan, Keluarga Pasien Lapor BPKN
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan diminta untuk memprioritaskan pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Hal ini menyusul adanya pemutusan kontrak kerja sama antara badan tersebut dengan 65 rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki sertifikat akreditasi.
Hal itu menyebabkan puluhan pengguna layanan BPJS Kesehatan mengadu ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Sebab mereka tidak dapat memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan dan terpaksa membayar sendiri biaya pemeriksaan dan pengobatan.
Akreditasi dibutuhkan sebagai salah satu syarat untuk melayani program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengirimkan surat rekomendasi kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kemarin, Jumat (4/1/2019). Kemenkes merekomendasikan perpanjangan kontrak kerja sama bagi 65 rumah sakit tersebut dalam pelayanan program JKN-KIS.
Kepala Biro Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (5/1/2018) mengatakan, surat rekomendasi itu sudah diterima BPJS Kesehatan. “Selama Kemenkes meyakini bahwa itu (surat rekomendasi) sesuai dengan Permenkes Nomor 99 Tahun 2015, tentu BPJS Kesehatan membuka diri untuk bekerja sama dengan rumah sakit yang diberi rekomendasi,” katanya.
Menurut Iqbal, sertifikat akreditasi bukan satu-satunya syarat bagi rumah sakit untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah hal yang paling esensial.
Hal serupa dikatakan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabarany. Menurutnya, BPJS Kesehatan tidak boleh terlalu terpaku pada syarat administratif. BPJS Kesehatan harus mengingat visi dan misinya untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat.
“Akreditasi itu persyaratan administratif, jangan dijadikan syarat mutlak. Yang penting, rumah sakit sudah dapat izin operasional. Kita harus utamakan kepentingan pasien,” kata Hasbullah saat dihubungi terpisah.
Ia mengatakan, akreditasi adalah salah satu media untuk menaikkan kualitas rumah sakit. Namun, rumah sakit tetap memiliki kewajiban untuk melayani pasien, terlebih dalam keadaan darurat. Dalam keadaan itu, semua pasien, baik pasien umum maupun peserta JKN-KIS wajib dilayani.
Mulai beroperasi
Pelayanan kesehatan bagi peserta JKN-KIS mulai beroperasi lagi hari ini, salah satunya di Rumah Sakit Umum Menteng Mitra Afia, Jakarta Pusat. Pelayanan tersebut sempat berhenti dilakukan pada 1-4 Januari 2019.
“Mulai hari ini sudah mulai lagi (pelayanan kesehatan bagi peserta JKN-KIS). Kemarin sempat tidak melayani dari 1-4 Januari 2019,” kata salah satu petugas rumah sakit.
Ia mengatakan, jumlah pengunjung yang berobat ke rumah sakit itu relatif banyak. Rata-rata jumlah pasien per hari adalah sekitar 200 orang. Ia menambahkan, mayoritas pasien tersebut adalah peserta JKN-KIS.
Hingga tengah hari, jumlah pasien sebanyak sembilan orang. Sekitar pukul 13.15 WIB, belum terlihat ada pasien lain yang datang untuk berobat. Petugas rumah sakit mengatakan, pasien akan mulai ramai berobat sekitar pukul 21.00 WIB.
“Ada pasien-pasien JKN-KIS yang ke sini saat pelayanannya tidak ada kemarin. Tapi kami kasih opsi kepada pasien. Mereka bisa pilih mau berobat dengan biaya pribadi atau menunggu (kebijakan) BPJS. Ada yang akhirnya pakai biaya sendiri,” katanya.
Kompas tidak bisa meminta konfirmasi lebih lanjut tidak bisa dilakukan karena pihak manajemen rumah sakit tidak ada di tempat.
Konsumen mengadu
Secara terpisah, Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sitinjak mengatakan, sejak Rabu (2/1/2018) sudah ada puluhan pengaduan konsumen terkait penghentian operasional sejumlah rumah sakit yang masuk ke BPKN. Meski belum bisa merinci jumlah dan substansi laporan, Rolas mengatakan mayoritas pengadu berasal dari sejumlah wilayah di Jakarta Timur.
“Akreditasi silakan dilakukan, tapi pemerintah juga harus tetap mempertimbangkan supaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terganggu,” ujar Rolas.
Rolas menyarankan pemerintah untuk mencari jalan tengah untuk masalah ini. Salah satu cara yang dapat ditempuh ialah membuat sistem dan pengelolaan informasi yang jelas, supaya masyarakat tidak bingung. Minimal, pihak rumah sakit maupun BPJS memberikan pengumuman dari jauh-jauh hari. (SEKAR GANDHAWANGI/KRISTI DWI UTAMI)