PALANGKARAYA, KOMPAS – Kawasan konservasi dan penghasil karbon pada kawasan konsesi di Kalimantan Tengah mulai dikaji. Kabupaten Kotawaringin Barat akan menjadi percontohan dengan total 20 unit izin perkebunan sawit, satu izin pertambangan, tiga izin hak pengusahaan hutan, dan satu izin perkebunan karet.
Pendataan dan pengkajian tersebut merupakan kegiatan dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) yang pengerjaannya diberikan ke peneliti-peneliti dari Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMP). Program itu juga didukung oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng.
“Tujuan sebenarnya adalah untuk mengetahui komitmen pemegang izin di luar kawasan hutan pada ketentuan bahwa setiap eksploitasi sumber daya alam harus memeliharan keanekaragaman hayati,” ungkap Dekan Fakultas Pertanian dan Kehutanan UMP Siti Maimunah di Palangkaraya, Minggu (6/1/2019).
Siti mengungkapkan, setiap pemegang izin harus memenuhi komitmen tersebut melalui penyediaan kawasan High Conservation Values Forest (HCVF) dan High Carbon Stock (HCS). HCVF dibuat di dalam kawasan konsesi, perusahaan harus melihat kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi dan membiarkannya alami dan menjadikannya kawasan konservasi.
“Di dalam kawasan itu keanekaragaman hayati dijaga, bisa jadi di dalamnya itu habitat orangutan dan tempat tumbuh tumbuhan endemik Kalimantan,” tambah Siti.
Pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan, lanjut Siti, merupakan kewajiban. Dalam pengelolaan tersebut, kawasan HCVF dan HCS merupakan kewajiban. Bahan, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) tak akan menerima hasil produksi dari perusahaan yang tidak menyiapkan kawasan konservasi.
“Kajian ini penting, karena bisa saja realita di lapangan berbeda dengan yang dilaporkan selama ini. melalui pendataan atau inventarisasi dan pengkajian di lapangan kami akan mengetahui seberapa jauh komitmen menjaga keanekaragaman hayati itu dilaksanakan perusahaan,” ungkap Siti.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sri Suwanto mendukung penuh upaya pendataan dan pengkajian kawasan konservasi di konsesi. Dalam kata sambutan di Diskusi Rencana Kerja Situasi Areal Berhutan di Palangkaraya pada Jumat (4/1/2018) lalu, Sri mengungkapkan, pihaknya akan menambah ahli pemetaan kawasan konservasi.
“Pemerintah antusias menyambut program seperti ini. Selain membantu ahli pemetaan kami juga akan lihat hal serupa dalam program perhutanan sosial,” ungkap Sri.
Sri menambahkan, penetapan kawasan konservasi ini tidak hanya diberlakukan pada pemegang izin perkebunan sawit, pertambangan, maupun HPH, tetapi pemegang ijin dalam skema perhutanan sosial, seperti hutan desa dan hutan adat.
“Pengelolaan izin kawasan di perhutanan sosial juga perlu memperhatikan kawasan dengan nilai konservasi tinggi, dan kami juga menerapkan itu, ijin tidak diberikan kalau mereka tidak bisa memetakan kawasan itu,” ungkap Sri.
Sri menambahkan, dengan banyaknya kawasan konservasi dan kawasan dengan nilai karbon tinggi merupakan bentuk dari komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Menurutnya, hal itu wajib dilakukan di tengah tingginya investasi di Kalteng dengan tetap menjaga keanekaragaman hayati.