Keberadaan cafe gerobak menjadi magnet bagi pencinta kopi yang ingin menikmati segelas kopi ala cafe tanpa harus merogoh kocek lebih dalam. Tidak hanya cerita cita rasa kopi, cafe gerobak juga menjadi ruang kreatifitas dan edukasi bagi pelanggan yang ingin berkreasi dan berbagi.
Di jalan Lapangan Roos Selatan, Tebet Timur, Jakarta, tidak jauh dari Stasiun Tebet, aroma harum kopi tercium dari Cie Kedai Kopi. Seorang barista baru saja selesai mem-brewing (menyeduh) kopi jenis arabika dari Papua dengan metode V60. Segelas kopi kemudian diantar ke pelanggan yang duduk beralas tikar plastik.
Minggu dini hari, (6/1/2019) barista yang bernama Cie Legato (36) sibuk melayani pelanggan yang silih berganti datang tanpa henti untuk menikmati kopi diiringi sajian musik akustik.
Cie menuturkan, meski cafe kopi tumbuh subur di Jakarta bak jamur di musim hujan, ia tidak khawatir kalah saing meski konsep “cafe” yang ia hadirkan hanya sebuah gerobak. Justru ia ingin dari kesederhanaan konsep ia bisa menarik pengunjung.
“Kopi tidak memilih pelanggan, kopi tidak punya kelas, kopi tidak memilih siapa yang menikmatinya. Orang bisa menikmati kopi tanpa harus membayar mahal,” kata Cie, yang merintis usahanya sejak Oktober 2017.
Berbagai jenis kopi arabika tersedia di Cie Kedai Kopi seperti, kopi Aceh Gayo, Bali Kintamani, Toraja, Papua, dan Kerinci Honey. Satu gelas dibandrol Rp 10.000 untuk metode tubruk, dan Rp 15.000 untuk metode V60 dan Vietnam Drip
Cie Kedai Kopi buka dari pukul 19.00 hingga pukul 01.00. Namun, tak jarang tutup pukul 04.00 karena pelanggan yang masih setia nongkrong sembari ngobrol seputar dunia perkopian. Cie memang ingin menciptakan suasana cair di kedainya. Ia tidak ingin membuat sekat antara pelanggan dan barista dan pelayanan dengan pelanggan lainnya.
Jika berkunjung ke Cie Kedai Kopi, jangan kaget jika ada seseorang yang tidak dikenal memberikan senyum, sapa, dan mengajak bersalaman. Pemandangan seperti ini biasa dijumpai.
Berbagai cara dilakukan Cie agar suasana di kedainya harmonis dan santai. Salah satunya, ia mempersilahkan pelanggan untuk membuat kopi sendiri (open bar). Cie dengan tangan terbuka memberikan edukasi cara membuat kopi dengan berbagai metode. Tidak hanya itu saja, Cie juga memberikan informasi terkait kopi nusantara yang memiliki ciri khas cita rasa.
Selain open bar, Cie juga memberikan ruang kreasi dan ekspresi bagi pelanggan yang ingin menyalurkan minat dan bakat dalam bermusik. Di Cie Kedai Kopi tersedia gitar akustik, gitar elektrik, kahon, dan dua buah mic.
“Kreativitas anak-anak muda harus diwadahi. Mereka bisa bermusik, stand up comedy, dan karya lainnya. Tidak perlu bayar, silahkan berekspresi,” kata Cie, yang juga memberikan segelas milk shake kepada band atau personal yang mau tampil reguler. Di Cie Kedai Kopi, juga sering menjadi tempat berkumpulnya para komunitas motor, backpacker, fotografi, dan silat
Tidak sekadar berbisnis dan memberikan ruang kreasi, di Cie Kedai Kopi juga menjadi tempat untuk melakukan aksi sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama yang memerlukan uluran bantuan.
“Di sini, saya ingin anak-anak muda berkumpul melakulan hal positif. Tidak hanya sekedar nongkrong dan menikmati kehangatan kopi. Namun, ada nilai edukasi yang dapat dipetik dan nilai-nilai kemanusian yang hadir untuk menciptakan harmonisasi. Tidak ada sekat dan jarak di antara kita jika ada ruang komunikasi yang cair,” tutur Cie.
Sementara itu, di Jalan Gajamada, Krukut, Tamansari, Jakarta, juga terdapat cafe gerobak bernama Gerobak Coffee yang menawarkan berbagai sajian kopi mulai dari Rp 9.000 hingga Rp 15.000.
Barista sekaligus pemilik Gerobak Coffee, Arie Angga Rifai (23), mengatakan, pelanggan tak perlu membayar mahal untuk menikmati cita rasa kopi. “Anggapan kopi itu mahal salah, semua orang berhak merasakan nikmat cita rasa kopi ala “cafe” dengan harga yang terjangkau,” kata Angga yang sudah berjualan kopi gerobak sejak Oktober 2018.
Di Gerobak Coffee, jika ada pelanggan yang ingin belajar membuat kopi, Angga mempersilahkan dan dengan sabar mengajari pelanggan membuat kopi. “Pengetahuan tentang kopi haris disebarluaskan karena kopi milik kita semua,” katanya.
Angga juga memberikan diskon 20 persen bagi komunitas yang secara rutin berkunjung ke Gerobak Cafe. Selain itu, setiap bulannya ada aksi sosial yang dilakukan untuk membantu yatim piatu. Aksi sosial yang dilakukan juga berupa bersih-bersih sampah di sekitaran Jalan Gajahmada.
Angga mengatakan, ia tidak hanya mau berbisnis dan pelanggan bisa merasakan cita rasa kopi yang murah saja. Namun, ia ingin ada kegiatan positif sehingga memberikan manfaat bagi banyak orang.
Arif Saefulloh (26), salah satu pelanggan Gerobak Coffee menuturkan, alasannya sering ke berkunjung ke Gerobak Coffee karena harga yang murah dan rasa kopi tidak kalah dengan kopi di cafe-cafe mahal.
“Senangnya, di sini tidak ada jarak antara pelanggan dan barista. Saya bisa ngobrol-ngobrol dengan pelanggan lainnya, padahal tidak kenal sebelumnya. Saya juga jadi mengerti cara bikin kopi,” kata Angga yang gemar membuat kopi dengan metode V60.
Pelanggan lainnya, Dian Safitri Amelia (20), mengatakan, ia mulai belajar membuat kopi dari Angga sejak tiga bulan yang lalu. Perempuan yang akrab disapa Amel lebih suka membuat latte art seperti, capuccino, coffee latte, dan mochacinno.
“Saya tertarik dan senang dengan artnya. Bikin kopi yang cantik dengan gambar bunga. Selain itu, karena memang suka minum yang kayak gini daripada single origin,” tutur Amel.