Jalanan DKI Jakarta Kembali Padat Usai libur Tahun Baru
Oleh
Hamzirwan Hamid
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Lalu lintas Jakarta diprediksi akan kembali padat pada Senin (7/1/2019) setelah masa libur Tahun Baru 2019 berakhir. Kepadatan diperkirakan akan terkonsentrasi di Jakarta Selatan serta titik-titik yang kini menjadi lokasi pelican crossing.
Lalu lintas di beberapa ruas jalan utama Ibu Kota pada Minggu (6/1/2019) lengang. Sepeda motor dapat melaju hingga kecepatan 60 kilometer per jam tanpa hambatan di Jalan Gatot Subroto menuju arah Slipi, Jakarta Barat. Jalan tol dalam kota pun tidak dipadati kendaraan sehingga mobil bisa melaju kencang, baik menuju Slipi maupun Pancoran.
Kepadatan terbentuk saat kendaraan dari Jalan Gatot Subroto memasuki Jalan Letjen S Parman di Slipi menuju arah Tomang. Sebab, jalan menyempit menjadi dua lajur dan kendaraan dari Jalan Palmerah Utara menambah kepadatan. Adapun ruas Jalan Tomang Raya, Jakarta Pusat padat di kedua arah namun tetap lancar.
Kepala Gerbang Tol Cikarang Utama (GT Cikarut) Ahmad Zamzuri mengatakan, jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta setelah puncak arus balik pada 1 Januari telah kembali ke kisaran 60.000 kendaraan per hari. “Arus lalu lintas sudah kembali normal seperti haru biasa, tidak ada kemacetan yang disebabkan volume kendaraan sampai hari ini,” kata Ahmad.
Berdasarkan data Ahmad, kendaraan yang masuk ke Jakarta lewat GT Cikarut pada 1 Januari 2019 adalah 85.166. Volume kendaraan ke Jakarta menurun ke 77.815 pada 2 Januari. Jumlah tersebut menurun kembali di hari ketiga tahun ini menjadi 56.642 kendaraan, sebelum kembali ke kisaran 60.000-an pada 4 dan 5 Januari.
Manager Traffic Control Center PT Jasa Marga (Persero) Cabang Jakarta Cikampek Ade Rukmana memastikan tidak ada kemacetan akibat volume kendaraan yang kembali ke Jakarta pada Senin. “Tanggal 1 Januari, kendaraan yang masuk Jakarta diprediksi sampai 95.000, ternyata enggak sampai segitu. Mungkin orang sudah berangsur-angsur kembali ke Jakarta,” kata Ade.
Kepala Subdirektorat Pendidikan dan Rekayasa Lalu Lintas (Subdit Dikyasa) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Suhli mengatakan, lalu lintas akan kembali normal pada Senin seiring kembalinya warga ke kantor maupun sekolah. “Seperti hari-hari biasa, tapi di beberapa titik akan ada kepadatan,” kata Suhli.
Suhli memperkirakan, volume kendaraan akan tinggi beberapa wilayah Jakarta Selatan, seperti perkantoran di Pancoran dan Kuningan yang menuju arah Jakarta Pusat, serta Pasar Santa di Jalan Cipaku. Kompleks pendidikan Al Azhar di Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, juga diprediksi macet karena seorang siswa biasanya diantar atau jemput oleh satu mobil. Menurut Suhli, daerah sekolah tidak begitu mengkhawatirkan karena tidak berada di jalan protokol.
Pelicancrossing di beberapa ruas jalan dinilai Suhri dapat menyebabkan kemacetan juga. Di Jalan Sudirman, dua pelican crossing dapat ditemui di bawah jembatan penyeberangan orang (JPO) Bundaran Senayan dan JPO Gelora Bung Karno (GBK). Di Jalan MH Thamrin, JPO Tosari dan JPO Bundaran Hotel Indonesia (HI) telah dibongkar dan diganti dengan pelican crossing. Pada September 2018 lalu, pelican crossing di dekat halte Bank Indonesia juga telah diresmikan.
“Yang di Jalan Sudirman itu sementara saja, kalau yang di Thamrin sudah permanen. Sebelum ada pelican crossing itu, lalu lintas selalu lancar. Jadi semoga (pelican crossing) itu segera dihapuskan supaya lalu lintas lancar,” kata Suhli.
Transportasi publik
Di sisi lain, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Setia Milatia Moemin mengatakan, pelican crossing merupakan sarana penyeberangan yang paling manusiawi bagi warga. Ia mengakui, sarana penyeberangan dengan menekan tombol di tiang lampu alat pemberi isyarat lalu lintas (Apill) sangat menghambat kendaraan pribadi. Namun, dalam jangka panjang, pelican crossing dapat mengurangi kemacetan.
“Memang sangat menghambat untuk mobil pribadi. Tapi, kota ini dibangun untuk manusia, bukan kendaraan bermotor. Pengendara yang tidak mau kena macet, silakan pindah ke transportasi publik yang sudah dibangun pemerintah, mulai dari MRT (moda raya terpadu), LRT (kereta ringan), dan BRT (transjakarta). Tidak ada solusi kemacetan yang lebih baik daripada pindah ke transportasi publik,” kata Milatia.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menyayangkan ketiadaan kebijakan baru yang signifikan untuk mengatasi masalah utama transportasi di Jakarta, kemacetan. Seharusnya, dua pekan libur tahun baru dapat menjadi momentum untuk menyosialisasikan kebijakan baru yang membawa perubahan.
“Misalnya, kebijakan ganjil genap bisa diperluas ke ruas jalan lain, atau dikenakan pada sepeda motor juga. Tarif parkir progresif yang semakin mahal di pusat kota juga dapat diterapkan. Selain itu, pemberlakuan ERP (electronic road pricing) seharusnya segera dipastikan sehingga ada perubahan cukup radikal untuk mengurangi kemacetan,” kata Nirwono.
Moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT) yang akan mulai operasional pada 2019 seharusnya juga dapat mendorong adanya kebijakan baru yang bertujuan membiasakan masyarakat pada moda transportasi massal baru. Namun, hal ini harus bertepatan dengan uji coba MRT dan LRT.
Nirwono juga menyinggung kebijakan zonasi sekolah yang dapat mengurangi volume kendaraan pribadi. “Tujuan sekolah dibangun di satu daerah adalah agar warga sekitar bisa pergi ke sekolah dengan jalan kaki atau naik sepeda saja. Kalau pemerintah bisa menjamin bahwa kualitas sekolah itu sama tanpa ada sekolah favorit, orang tua tidak akan punya alasan mengantar anaknya naik mobil pribadi ke sekolah,” kata dia. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)