Panggilan Jiwa Lita
Perkara gizi bukan soal makanan semata. Bagi dokter spesialis gizi klinik Juwalita Surapsari, perkara gizi adalah soal motivasi dan kepercayaan. Ada yang menggelitik dia untuk terus berkecimpung dalam dunia ilmu gizi yang akan semakin dibutuhkan pada masa mendatang.
”Menjadi konsultan gizi itu sedikit banyak mirip dengan motivator. Untunglah pada dasarnya saya orangnya senang ngomong,” ujar Lita, sapaan akrab Juwalita, sembari terkekeh.
Hari Jumat (21/12/2018) siang itu, Lita tengah menerima dua pasien yang berkonsultasi soal gizi di RS Pondok Indah, Jakarta Selatan. Selang beberapa waktu, konsultasi selesai.
Begitulah, lanjut Lita, 70 persen dari porsi konsultasi gizi berupa omong-omong saja. Selebihnya pemberian resep dan tindakan lain. Namun, justru omongan-omongan itulah yang penting.
Di situ, Lita ditantang untuk mengubah pola pikir seseorang demi menunjang kesehatannya. Melalui pertemuan demi pertemuan dengan pasien, Lita harus mampu mendorong orang tersebut untuk menjalankan apa yang dia sarankan.
”Kalau spesialis lain mungkin bisa langsung memeriksa pasien dan memberi obat. Spesialis gizi tidak bisa. Kami harus bisa membangun kepercayaan dulu dengan pasien sampai pasien benar-benar mau mendengarkan dan menjalankan saran kami,” tuturnya.
Kepercayaan itu pada sebagian besar orang tidak bisa dibangun hanya dalam satu kali pertemuan. Terlebih saat ini muncul fenomena orang-orang yang lebih percaya kepada testimoni orang lain ketimbang penjelasan ilmiah.
Misalnya, ada pihak tertentu mengeluarkan metode diet, kemudian seorang figur publik mencobanya dan kelihatannya berhasil. Berdasarkan testimoni si figur, orang-orang lalu mengikuti metode itu. Padahal, belum tentu metode itu benar dan sesuai dengan kaidah ilmu gizi.
Dalam setiap sesi konsultasi, Lita selalu berusaha meluruskan pemahaman orang yang barangkali sudah telanjur percaya dengan testimoni semacam itu. Begitu pun saat menjadi pembicara dalam berbagai kesempatan. Ia kerap diundang menjadi narasumber, baik oleh institusi tertentu maupun melalui siaran televisi, untuk berbicara tentang seluk-beluk dunia gizi.
”Figur yang terlihat bisa lebih gampang masuk dalam pikiran orang dibandingkan dengan dokter yang terlalu ilmiah, yang enggak seru ngomongnya- lah. Saya senang sekali ketika diundang untuk berbicara sehingga bisa mengedukasi orang dengan cara yang mudah, menyampaikan dukungan ilmiah dengan cara yang enak dan santai,” tutur Lita.
Lita bekerja sebagai dokter spesialis gizi klinik di tiga tempat berbeda dengan karakteristik yang berbeda pula. Dengan latar belakang sosial ekonomi pasien yang berbeda, tantangan yang dihadapinya pun berbeda.
Di salah satu rumah sakit, misalnya, sebagian besar pasien berasal dari kalangan menengah ke bawah, banyak pasien yang belum menganggap nutrisi sebagai sesuatu yang perlu dalam tata laksana penyakit yang diderita. Hal itu bisa dipahami, mereka belum tentu bisa makan makanan bergizi karena keadaan yang serba terbatas.
Jangankan makan buah rutin, makan protein yang diperlukan tubuh pun belum tentu teratur. Untuk bisa mengatur diet bagi mereka, Lita perlu berkali-kali melakukan pertemuan untuk meyakinkan agar pasien bersedia menjalani diet yang dia sarankan.
Sementara di rumah sakit dengan pasien kalangan menengah ke atas, kesadaran akan nutrisi sudah lebih baik. Mereka kadang datang sendiri tanpa rujukan dari dokter spesialis lain. Namun, mereka sering terpapar banyak informasi yang tidak tersaring dan diadopsi begitu saja sehingga malah salah asupan gizinya.
”Artinya, pekerjaan rumah saya adalah untuk lebih giat lagi memberikan edukasi tentang gizi. Yang paling susah adalah menjaga motivasi. Misalnya, bulan ini konsultasi dan tampak termotivasi, bulan depan belum tentu motivasinya masih sama,” ujarnya.
Meski kerap seakan membentur tembok, Lita tidak pernah lelah memenuhi panggilan jiwanya. Kendati harus mengulang-ulang hal yang sama, dia pun tidak keberatan. Bagi dia, gizi adalah ilmu masa kini dan masa depan. Dalam setiap tahapan umur manusia, gizi memainkan peran penting, tetapi kerap diabaikan. Celah adanya gangguan gizi sangat besar.
Ilmu dinamis
Itulah yang membuat Lita akhirnya tertarik menekuni ilmu gizi. Ilmunya sangat dinamis dan luas. Hampir dalam setiap penyakit, aspek gizi selalu disebut. Saat ini, ketika penyakit degeneratif semakin meningkat, ilmu gizi menjadi kian penting.
”Ilmunya sangat kaya, tidak hanya untuk kuratif, tetapi juga preventif. Bahkan, kini sudah masuk tahap promotif. Artinya, untuk menunjang hidup yang lebih baik. Jadi, kalau menganggap bicara gizi hanya bicara makanan, sebenarnya tidak sesederhana itu,” tutur Lita.
Ketika beberapa tahun lalu memutuskan untuk memperdalam ilmu gizi, jumlah dokter spesialis gizi belum banyak jika dibandingkan spesialis lainnya. Padahal, jika diprediksi, kebutuhannya akan meningkat.
Menjadi dokter spesialis gizi sebenarnya bukan pilihan pertama Lita. Setelah menempuh pendidikan dokter, dia ingin jadi dokter spesialis penyakit dalam. Namun, rupanya bukan jalan dia.
Untuk menempuh pendidikan spesialis, Lita harus membiayai sendiri dengan bekerja dan menabung. Saat sudah melanjutkan pendidikan pun, dia tetap bekerja sembari mengurus keluarga karena tidak ada asisten rumah tangga.
Dalam perjalanan sebagai dokter spesialis gizi itu, Lita bertemu sejumlah figur yang menginspirasi dan memperteguh tekadnya mendalami ilmu gizi. Ada sosok dosen yang menurut Lita tidak hanya berbicara soal gizi, tetapi juga menerapkannya.
Selain itu, orangtuanya mengalami diabetes. ”Jadi, asupan nutrisinya harus diatur banget,” lanjutnya.
Seperti sang dosen, Lita pun walk the talk, menerapkan apa yang dipelajari di diktat-diktat kuliahnya. Mengatur pola makan dan berolahraga jadi bagian hidupnya walaupun profesi dokter kerap tak memberinya cukup waktu luang. Zumba menjadi pilihan rutin olahraganya.
Sebagai penyeimbang untuk jiwa, waktu di luar jam praktik dokter digunakan Lita untuk berkumpul bersama teman dan keluarganya.
Putrinya yang baru berusia 5 tahun tengah berada dalam fase penting perkembangan, baik fisik maupun karakternya. Setahun sekali, keluarga kecil ini selalu mengupayakan traveling bersama. Setelah itu, Lita akan kembali berkutat untuk ngomong- ngomong tentang gizi.
”Intinya, gizi ini adalah sesuatu yang sangat personal, tak bisa digeneralisasi untuk semua orang,” kata Lita. ”Tidak bisa satu tipe diet tertentu diadopsi untuk orang lain karena ada banyak aspek pribadi yang berbeda dalam setiap orang,” lanjutnya.
Obyektivitas seseorang sering tertutup rasa senang ketika bisa menurunkan berat badan dalam jumlah besar, dalam waktu singkat. Keluhan jadi lemot, lemas, layu tidak dihiraukan karena terlalu senang berat badannya turun.
Jadi, sebelum diet, konsultasi dulu, ya, Dok.
dr Juwalita Surapsari, M.Gizi, SpGK
Lahir: Jakarta, 15 Januari 1980
Pendidikan:
- SMA Tarakanita I (1995-1980)
- Program Pendidikan Dokter Umum Universitas Indonesia (1998-2004)
- Magister Ilmu Gizi Universitas Indonesia (2009-2012)
- PPDS Ilmu Gizi Klinik Universitas Indonesia (2015-2017)
Karya Profesional, antara lain:
- Spesialis gizi klinik RS Pondok Indah (2018-sekarang)
- Spesialis gizi klinik RS Pelni (2017-sekarang)
- Spesialis gizi klinik Prodia Health Care Bintaro (2017-sekarang)
- Reviewer World Nutrition Journal (2017-sekarang)
Penghargaan:
- Poster Presentation Award Winner International Symposium on Clinical Metabolism and Clinical Nutrition (2012)