Aroma Pemerasan dan Suap dalam Seleksi Komisioner KPU di Maluku
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Praktik pemerasan dan suap diduga terjadi dalam proses seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum di enam kabupaten di Maluku. Praktik itu diduga terjadi selama November hingga Desember 2018.
Dugaan adanya pemerasan dan suap itu dilontarkan Aliansi Solidaritas Pemerhati Demokrasi lewat unjuk rasa di Ambon pada Senin (7/1/2019). Peserta massa aksi datang ke kantor KPU Provinsi Maluku menyampaikan tuntutan mereka beserta sejumlah bukti transaksi perbankan, yang diduga dalam rangkaian pemerasan dan suap.
”Kami punya bukti transfer uang di bank dengan besaran bervarisi. Ada yang Rp 10 juta, ada yang Rp 20 juta. Ada oknum panitia seleksi yang meminta sejumlah uang dari peserta. Oknum itu menggunakan semacam jasa makelar untuk mendekati peserta. Mereka menjanjikan akan meloloskan peserta,” kata Burhanudin Rumbouw, penanggung jawab aksi.
Menurut Burhanudin, praktik pungli tersebut telah mencoreng proses seleksi. Ada kemungkinan lolosnya seorang peserta ke tahap berikutnya berdasarkan penilaian subyektivitas dengan menjadikan besaran ”setoran” sebagai salah satu pertimbangan. Dengan begitu, obyektivitas tidak lagi menjadi perhatian mereka.
Saat ini tim seleksi sudah menghasilkan 10 nama calon komisioner di setiap kabupaten. Selanjutnya KPU akan memutuskan lima nama sebagai komisioner. Adapun enam kabupaten dimaksud adalah Buru, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, dan Maluku Tenggara Barat. Enam kabupaten itu masuk dalam zona I. Di Maluku terdapat dua zona.
Oleh karena itu, Burhanudin meminta KPU agar mengevaluasi kerja tim seleksi yang diduga sudah melakukan sejumlah pelanggaran tersebut. Demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi penyelenggara pemilu, hasil seleksi itu dapat dibatalkan. ”Kita berharap proses pemilu berjalan bersih. Namun, kalau proses seleksi komisioner seperti ini membuat banyak orang pesimistis,” katanya.
Mereka juga meminta agar penegak hukum menyelidiki persoalan tersebut. Jika ada anggota tim seleksi yang terbukti meminta sejumlah uang atau pihak perserta yang berinisiatif melakukan suap, semua harus diproses. Perbuatan itu masuk dalam kategori pemerasan dan gratifikasi. ”Semua harus diproses,” katanya.
Hingga Senin siang, Ketua Tim Seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota di Maluku pada zona I Abubakar Kabakoran saat dihubungi lewat telepon dan pesan singkat belum memberi jawaban.
Sementara itu, Sekretaris KPU Maluku M Ali Masuku berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut. ”Kami minta diberikan laporan beserta bukti-butinya. Hari ini juga kami akan teruskan ke KPU. Sementara mengenai hasilnya, itu bergantung pada keputusan KPU,” katanya.
Bagi Ali, KPU Maluku mendukung agar proses seleksi calon anggota KPU di kabupaten/kota berjalan dengan lancar dan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Namun, jika ada temuan seperti itu, pihaknya wajib melaporkan kepada KPU sebagai pengambil keputusan tertinggi.
Menggantung
Proses seleksi anggota KPU Provinsi Maluku hingga kini masih mengggantung setelah oleh KPU diminta untuk dihentikan pada akhir November 2018. Alasan KPU saat itu adalah tim seleksi menyalahi prosedur penentuan batas bawah nilai kelulusan. Seleksi calon anggota sudah masuki tahap tes kesehatan dengan peserta tersisa 17 orang.
Penghentian tahapan seleksi itu tertuang dalam surat dari Ketua KPU RI Arief Budiman dengan Nomor 1457/PP.06-SD/05/KPU/XI/2018 tertanggal 27 November 2018. Terhentinya proses seleksi itu bakal mengganggu tahapan pemilu di Maluku.